04 | Mendung

36 17 0
                                    

"Wohoo... lihatlah wajah pucat si beku itu. Gue jadi ingin terus membuat wajah datarnya itu pias dan berubah menjadi wajah ketakutan, haha. Pasti seru!"

Agatha Maheswari

***

BEL istirahat akhirnya berbunyi. Agatha masih tetap setia duduk di bangkunya sementara teman-temannya yang lain berbondong-bondong keluar dari kelas. Febby melihat wajah Agatha yang masam itu dengan gelakan tawa. Pasti karena insiden ketua kelas tadi, begitu tebaknya.

"Pokoknya, sampe 7 keturunan gue gak mau jadi ketua kelas! Feb, gantiin gue, pokoknya! Gak mau tau!" Rengek Agatha dengan bibir manyunnya. Ia sangat tidak ingin menjadi ketua kelas. Agatha hanya ingin menjadi murid yang tidak terlalu famous, menonjol, dan tidak dihadapkan pada berbagai masalah yang ribet. Jadi ketua kelas itu ribet menurut bayangannya. Dan ia tidak suka hal yang susah.

Febby menepuk pelan pundak Agatha dengan dengusan sebal keluar dari hidungnya. "Dicoba dulu aja, sih. Enak tau jadi ketua kelas. Gue pernah sewaktu SD." Ujarnya dengan mata menerawang mengingat kenangan sewaktu ia masih sekolah dasar, dimana ia menjadi ketua kelas yang tidak disukai seluruh teman-temannya.

Bagaimana tidak? Sedikit-sedikit dicatat. Ribut, dicatat. Makan, dicatat. Minum, dicatat. Keluyuran keluar masuk kelas, dicatat. Sekalian saja, bernapas perlu dicatat juga.

Febby paham mengapa teman-temannya tidak menyukainya setiap ia menjadi ketua kelas. Ya ... selain karena catat-mencatat, Febby terkenal tegas dan garang. Tidak segan-segan memukul teman-temannya dengan penggaris bila salah satu diantara mereka membangkang peraturan yang dibuatnya.

Ah, Febby jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya.

"Ngapa lo, senyum-senyum? Kesambet? Atau, lo lagi ngebayangin gue jadi ketua kelas, heh?" Tuduh Agatha membuat Febby melotot tak terima.

"Mana ada! Bisa rusak kepala gue lama-lama." Febby tertawa. Sementara Agatha mendelik kesal dengan penuturan Febby yang kelewat menyebalkan itu.

"Temen jahannam!"

"Bu ketua kelas!!" Panggilan nyaring dari salah satu cowok berambut gondrong membuat Agatha menoleh diikuti Febby yang refleks ikut menoleh.

"Heh, jangan panggil gue begitu ya! Nama gue Agatha!" Ucap Agatha tak terima. Sementara cowok itu terkekeh lantas mengacungkan dua jari berbentuk V pertanda damai.

"Nah, ulangi." Suruh Agatha seraya bersedekap dada.

Cowok berambut gondrong itu menyengir, "Yaelah. Gitu doang dipermasalahin. Cepetan sono, dipanggil Bu Emma di ruangannya."

Agatha mendengus, lantas bergedik acuh. "Gak mau ah, males. Gantiin gue aja!" Titahnya garang.

"Elah, tinggal kesana apa susahnya sih?" Desis Febby geram lantas menarik Agatha agar beranjak berdiri dari bangkunya.

Dengan cepat, Agatha tepis tangan Febby. "Apasih, nggak mau!" Tegasnya tanpa mau dibantah.

"Tapi lo ketua kelasnya, tolol!"

"Emang gue kepengin jadi ketua kelas? Enggak. Lo-nya aja yang asal ngajuin,"

"Ya maap sih,"

I, You & RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang