06 | Rintik

24 11 0
                                    

RINTIK-rintik air turun berlomba-lomba membasahi kota. Jalanan kota tengah lengang sekarang. Hanya ada beberapa orang yang berteduh di emperan toko di pinggir jalan. Sedangkan Agatha tengah berteduh sendirian di halte dekat sekolah menunggu supir yang akan menjemputnya. Berkali-kali Agatha mencak-mencak dan mengumpat karena supirnya tak kunjung tiba.

"Haish, Pak Hanif kemana sih?" Gerutunya dengan tangan yang memeluk dirinya sendiri karena kedinginan. Sesekali kedua telapaknya saling menggosok-gosok untuk menciptakan kehangatan.

Kala dia menunggu, tiba-tiba matanya menangkap suatu objek menarik untuk dilihat. Terlihat di tengah jalan sana, Stev yang menerobos menerjang hujan sambil mendorong sepedanya. Agatha mencibir, bodoh sekali. Kenapa Stev mendorong sepedanya kalau sepedanya itu bisa dinaiki? Lihat, bannya saja tidak kempes, baik-baik saja. Lalu apa masalahnya?

"STIPEN!" Panggil Agatha dengan volume suara yang kencang. Stev sepertinya mendengar panggilan itu, namun dia menghiraukannya dan terus mendorong sepedanya.

Agatha yang merasa tidak dibalas sapaannya itu menggeram. Tak peduli rintik semakin banyak dan melebat, Agatha mulai berlari menerjang hujan─guna mendekati Stev.

"Stipeeen!" Panggilnya lagi. Refleks Stev menoleh dan terbelalak kaget melihat Agatha menerjang hujan untuk mendekatinya. Berhenti, Stev segera mengambil jas almamater yang terlipat di dalam tas kemudian melebarkannya ke atas guna memayungi Agatha.

"Tolol! Kalo sakit, gue gak mau tanggungjawab!" Umpat Stev lalu menuntun Agatha kembali ke halte.

Agatha terkekeh. "Khawatir, ya?"

Stev berdecak, "Najis!" Stev melempar jas almamaternya tepat ke wajah Agatha setelah mereka berdua telah berteduh di halte membuat Agatha terkejut dan kesal karena wajahnya yang basah karena almamaternya yang terkena tetesan hujan.

"Woi! Muka gue basah nih!" Protes Agatha. Meraup wajahnya agar tidak terlalu basah, setelah itu Agatha memeras air dari jas almamater Stev agar tidak terlalu basah.

"Nih─"

"Cuciin." Potong Stev sambil bersedekap dada. Dalam hati ia bersorak karena berhasil membalaskan dendamnya kepada Agatha yang seenak jidat memerintah dirinya.

Agatha melotot tidak terima, "Enak aja! Lo kira─"

"Bodoamat, cuci." Sela Stev dan lagi-lagi membuat Agatha melotot kesal. Emosi Agatha tersulut. Tangannya terkepal kuat-kuat. Wajahnya bersungut-sungut, tanda ia benar-benar kesal.

"Lo apa-apaan?! Nggak, nggak. Lo bisa cuci dan keringin sendiri! Manja banget jadi cowok!" Protes Agatha tidak terima. Tangan yang memegang jas almamater itu terulur hendak mengembalikan pada pemiliknya. Namun dengan cepat Stev tepis pelan.

"Tanggungjawab!"

"Lo apa─"

"Gak mau tau!"

Agatha mendengus. Percuma saja berdebat dengan Stev, si manusia kaku. Pasti dirinya akan kalah juga. "Baik, baik," putus Agatha kemudian.

Hening setelahnya. Mereka berdua terdiam canggung setelahnya. Hanya hujan yang menampar-nampar atap halte menjadi suara diantara kecanggungan itu. Agatha berdiri tegak dengan tangan menengadah bermain-main air hujan. Rambutnya mulai lepek karena hujan yang sesekali menyiram rambut indahnya.

I, You & RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang