"Tidak semua kehidupan menjadi indah laksana rembulan silih berganti matahari bertukar malam menjadi siang"
Kamu pikir akan semudah itu aku terlepas dari tanggung jawab? Penekanan ini tidak akan pernah mengakhiri derita yang selama ini aku rasakan. Sulit aku katakan, semakin lama terjempit di antara bayangan hitam yang menghantuiku. Aku sadar bahwa pemberontakan seorang remaja, seperti aku tidak berdampak baik tentu saja lebih buruk. Lagi pula perasaan bosan yang aku alami tidak mampu mengubah moodku menjadi lebih baik. Luka keduanya membekas kian dalam menyanyat ribuan tangisan yang tidak pernah dia mengerti mengapa aku seperti ini. Sudah seharusnya aku pergi, karena tiada lagi jejak terlusuri.
"Dia anakmu bukan berarti aku pula yang bertanggung jawab? Kau juga yang melahirkan dan membesarkannya? Mengapa kamu serapuh ini..." bentakan ayah membuat ibu frustasi.
"Setidaknya dia juga tahu bahwa kamu pun sangat di butuhkannya, berhentilah menjadi pahlawan jika kamu tidak pernah berubah?" kesal ibu.Setiap hari aku mendengar ocehan yang tidak berguna. Membuatku lelah berada bersama mereka tetapi kemana aku harus pergi? Sangat tersiksa, hidupku seperti dalam neraka. Macam manakah kehidupan menyapa keindahan hari-hariku? Tiada belahan kasih sayang aku dapatkan melainkan luka, luka, dan luka bertubi-tubi aku dapatkan.
Aku berbeda dengan yang lain, tubuhku penuh goresan luka. Nyeri terasa aku rasakan tetapi aku tidak memiliki obat sedikitpun untuk menyembuhkan memar yang ada padaku. Entah bagaimana aku mampu bertahan? Langkah kakiku semakin tidak terkendali, aku terjatuh dan tidak lagi tersadarkan.
Aku berada dalam kebingungan? Pertanyaan bermunculan seribu tanya keberadaanku. Ruangan terasa berbeda, serba putih bersih, tetapi ruangan harum bersih seperti tertata rapih. Aku tidak tahu di manakah aku berada?
Semua terasa tidak ada artinya lagi, mungkin sudah saatnya aku lepaskan satu persatu dengan perlahan mungkin inilah jalan untuk mengakhiri semua ini. Berharap dari kepastian yang tidak mungkin dia hanya akan habis terbakar dengan emosi yang tidak ada artinya untuk di pertahankan lagi.
Lorong itu semakin gelap dengan berjalannya waktu. Menepi di bukit teratas dan terjatuh ke jurang, menjerit dengan luka berdarah yang terus keluar dari lorong sempit ini. Menyesakkan dan terasa tidak bernafas kembali.
"Apakah aku sudah mati! Di mana aku sekarang?" dia mulai terpikirkan dengan kesadaran yang baru kembali.
"Apakah ini mimpi?"
Tapi rasanya ini bukan mimpi pertama yang aku alami, entah untuk ke berapa kalinya ini terjadi.
"Kemana aku akan berlari, jika ini nyata?" itulah pertanyaan yang ada di benaknya. Sulit untuk membenarkan sebuah kenyataan yang sudah pasti terjadi, sekalipun De Javu itu kembali hadir dari beberapa waktu.
Lalu apa arti untuk semua ini, saat jiwa di penuhi dengan berbagai pertanyaan dan akhirnya menemukan kebuntuan tanpa sesuatu yang hadir untuk melepaskan kenyataan. kebenaran yang semakin terjadi tetapi jiwa tidak pernah siap menghadapi kenyataan ini.
Pipi merahnya meleleh dengan air mata kian deras, rasa sesaknya kembali terasa. Sakit sekali rasanya. Namun apa daya dari seorang gadis berdarah Indonesia, saat jiwanya terpukul menghadapi kenyataan yang tidak di inginkan.
Mencoba mengakhiri namun waktu menjawab lain bahwa bukan waktunya untuk mengakhiri. Berlari sebisa mungkin tetapi terjatuh lagi, yang akhirnya tertatih, tertatih, tertatih. Luka berdarah tidak berhenti mengeluarkan darah segar.
Suara siliren terus berbunyi, menyusuri jalan besar di ibu kota Jakarta. Orang di sampingnya tak berhenti mengucap do'a, kedua matanya yang berwarna biru menjadi merah seketika. Matanya sembab, tidak di pedulikan.
Arnad Sherley Hikagu, nama terbaik yang di dapatkannya. sejak kelahiran dia bukanlah seorang yang spesial. Namun waktu menunjukkan kebenarannya bahwa dia bukanlah orang yang biasa-biasa saja. Karena dunia telah memberikan keadilan, semua orang mendapatkan tempat yang pantas untuk di duduki. Mungkin itulah yang menjadi sebab dari salah satu hal yang terus di ingat oleh Arna.
Terkadang kenyataan itu menjadi tidak sama untuk di rasakan, saat semua hal dapat di miliki dari hasil jerih payahnya selama ini. Bukan berarti kebahagian itu dapat di miliki dengan sepenuhnya. Ada saja hal-hal yang terus menganggu dari gadis lugu yang hari-harinya penuh ceria. Tetapi otak dari semua otak yang di pikirkannya bukan menjadi sebab dari keinginannya.
"Arna, kapan kamu bakal sadar? Sudah berapa hari ini kamu terus seperti ini. Aku tidak kuat lagi melihat penderitaan mu ini. Ingin aku membawamu pergi sejauh aku bisa."
Mungkin akulah satu-satunya orang yang paling peduli akan nasib mu, tetapi mungkin aku pula menjadi sahabat terjahat yang kamu miliki. Karena aku tidak punya daya untuk melawan seorang yang amat kamu sayangi tetapi di balik semua itu dengan balasan yang menyakiti dirimu.
"Jadilah seperti pohon yang dilempar orang dengan batu. Tetapi, ia justru menggugurkan buah untuk mereka" oleh Hasan al-Bana. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk memaafkan seseorang yang bersalah kepada kita, baik itu sepele apalagi masalah besar, lebih-lebih masalah yang di buatnya ada unsur kesengajaan. Akan tetapi, jika kita ingin memiliki sikap yang mulia maka jadilah pemaaf.
"Bila saja kamu tahu bahwa memaafkan itu lebih baik, tidak seharusnya kamu berada di sini Arna." Kathaya, tidak berhenti membacakan cerita sang pemaaf.
Bahwa memaafkan memiliki keadaan yang sangat baik dalam pikiran, seperti harapan, kesabaran, serta percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat, dan stres. Memaafkan juga mampu menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan sekaligus membantu orang tersebut untuk menikmati hidup secara sehat.
"Arna, apakah kamu mau memaafkan semua kemarahan dari orang tuamu? Aku tahu ini mungkin terasa berat untuk kamu. Karena keduanya sangat mengecewakan selama kamu hidup. Memang sangat tidak adil jika kamu memaafkan keduanya. Tapi siapa yang mau menerima apalagi menemani penderitaanmu? Aku saja sampai tidak sanggup melihatmu seperti ini... Bukan, bukan ini salahmu melainkan keduanya yang telah melantarkan kamu begitu saja." Kathaya masih saja termenung dengan air mata yang membasahi kedua pipinya.
Sudah satu bulan lebih Arna mengalami koma setelah terjun dari gedung tertinggi namun dia tidak benar-benar jatuh karena ada beberapa mobil yang melintas saat dia terjatuh, yang akhirnya dia tersangkut diantara barang-barang kiriman. Tuhan memberikan kehidupan kedua untuknya. Tetapi luka yang belum sembuh adalah bagian hati yang keras, tidak memaafkan kedua orang tuanya. Yah...
Arna harus menerima keputusan yang terasa begitu pahit bisa saja paling menyakiti hatinya saat satu lembar kertas di terimanya bahwa kedua orang tuanya resmi bercerai dan tidak ada satupun dari keduanya masih tinggal di rumah yang dia tempati.
Pagi itu yang seharusnya dia berangkat sekolah tetapi tidak hadir ke sekolah melainkan dia menaiki satu gedung perusahaan dan nekat butuh diri. Saat itulah aku menerima pesan perpisahan darinya. Aku tentu tahu apa yang akan dilakukan olehnya karena aku mengetahui kepergian kedua orangtuanya.
Malam itu aku bersama dengannya menemani malam perpisahan tetapi dia tidak pernah tahu bahwa kedua orang tuanya datang hanya untuk menggambil barang-barang yang di butuhkan keduanya tanpa ada satupun di antara keduanya merasa kasihan terhadap anak semata wayang yang kondisinya sangat memprihatinkan. Demam tinggi yang di alami Arna akibat pukulan keras yang dia terima dari sang ayah. Sang ibu tidak peduli apa yang terjadi dengan yang di alami Arna. Setelah keputusan perceraian keduanya telah di putuskan keduanya masing-masing pergi sesuai keinginan sendiri.
Untuk pertama kalinya aku melihat sebuah rumah tangga yang sangat berantakan, aku hanyalah seorang sahabat terdekat dengan Arna. Bagaimanapun dia teman masa kecilku yang tinggal berdampingan dengan rumahku. Tentu saja akulah satu-satunya orang yang paling mengetahui keberadaannya. Menderita di setiap harinya aku saksikan, tetapi siapa yang akan memberi ampun terhadap dirinya yang menjadi pelampisaan dari kedua orang tua, yang sangat tidak berperasaan. Entah naluri manakah yang membuat malaikat menjadi seburuk itu untuk dikatakan sebagai sang pemberi kasih dan sayang.
"Aku hanya berdo'a semoga kamu selamat dari penderitaan ini, aku janji setelah kamu pulih nanti aku akan membawamu tinggal bersamaku. Aku sudah berbicara dengan kedua orang tuaku bahwa kita akan tinggal bersama dan kita juga akan pindah rumah ketempat yang lebih baik... kamu pasti suka nantinya, kamu cepat sembuhnya" Kathaya tidak pernah melepaskan genggaman tangan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAIKA FALLING IN LOVE "Yang Terdalam"
ContoKamulah seorang yang menjadikan ruang rindu menghiasi hati sang gadis kesepian. Merefleksikan dalam ungkapan diksi berbuah karya untukmu, kak Ai; aku persembahkan.. Catatan kecil yang tidak dapat aku sampai namun membisikannya diantara kata (rindu)...