0,4

8 1 0
                                    

"Lo masih hutang penjelasan sama kita!" seruan Nana membuat Nabil kembali mendelikan mata jengkel. Nana ini sudah seperti ibu kostan nagihin uang kost-kostan aja. Cerewet banget.

"Setidaknya biarkan gue memesan makan dan minum dulu Na."

"Halah awas aja lo nggak cerita dan bikin gue mati penasaran." Nana bersungut tetapi kemudian meraih kertas berlaminating berisikan menu yang tersedia di restoran dekat kantor yang mereka datangi saat ini.

"Gue sih bersyukur ya elo kembali ke Rahmatullah, jadinya gue tenang nggak ada lagi yang ngintilin gue masuk kamar mandi cuman karena kepo gue beli lipbalm dimana!" Nabil berujar menyindir.

"Jahat banget sih lo! Lagian itu sih salah elo juga, apa susahnya sih tinggal jawab pertanyaan gue? Ini malah digantungin dengan alasan gerah pengen mandi! Ya bukan salah gue dong," Nana tidak mau kalah. Nabil menghela nafas kasar, baru tersadar jika berdebat dengan Nana hanya menguras tenaga dan otak saja. Diantara mereka berlima, Nana lah yang paling cerewet dan kepo serta jagonya berdebat.

"Yaudah ya gadis-gadis, kalian udah membuang setengah jam waktu istirahat kita. Jadi sekarang silahkan pesan makanan dan minuman sebelum setengah jam waktu yang tersisa juga habis dan kita nggak sempat ngisi peluru tempur kita. OKE?!" Angga, satu-satunya cowok yang sudah risih dengan tiga rekan kerjanya yang cerewet menginterogasi Nabil yang masih cuek bebek enggan menjawab setiap pertanyaan demi menuntaskan rasa penasaran teman-temannya itu. Hal yang wajar sih, satu jam waktu istirahat sangatlah berharga. Terasa singkat apalagi mereka makan diluar kantor, walaupun berseberangan namun membutuhkan waktu setidaknya sepuluh menit berjalan kaki. Belum lagi restoran yang lumayan ramai pengunjung karena bertepatan jam makan siang, menunggu pesanan bisa sampai dua puluh menit.

"Yaudah deh gue pesan ayam geprek. Ayamnya bagian paha, minumnya lemon tea aja." Nabil menyebutkan pesanan dengan cepat. Nana, Somi, dan Risa mengikuti Nabil. Sedangkan Angga hanya memesan fried chicken dan lemon tea mengingat dirinya yang tidak tahan pedas.

Sekitaran dua puluh menit pesanan mereka berlima datang. Mereka melahap makanan masing-masing dan lupa sejenak dengan rasa kepo mereka terhadap Nabil. Yang penting sekarang perut harus di isi ulang kembali.

Tujuh menit makanan mereka tandas, mereka menyeruput lemon tea masing-masing hingga bulir terakhir. Tanpa banyak cincong masing-masing mengeluarkan uang pas untuk membayar makanan di kasir.

"Ayo cepetan, waktu kita tinggal tiga menit," desak Nabil yang paling disiplin diantara mereka. Yaiyalah diakan ketua divisi yang memimpin rekan kerja dalam divisi tersebut.

Keempatnya hanya memutar bola mata malas. Sangat paham dengan posisi Nabil yang bukan main-main. Setiap mereka melakukan kesalahan pasti yang pertama dipanggil oleh atasan adalah Nabil. Yang harus rela kupingnya menjadi tumbal mendengarkan omelan atasan, yang sumpah demi apapun lebih mengerikan dari teror Nana.

Tak lama mereka sudah menginjakkan kaki di lobi kantor. Meja resepsionis sudah diisi kembali oleh petugas yang usai beristirahat.

Laras, petugas resepsionis tersebut menyapa mereka dengan senyum ramah khas yang sudah menjadi bagian dari tugasnya.

"Hai Nabil, Nana, Somai, Risa dan Angga baru selesai istirahat ya?"

"Iya nih Laras. Laras sendiri udah makan?" Angga dengan segala kegenitannya.

"Eh tunggu deh. Lo bisa menyebutkan Nama Nabil, Nana, Risa dan Angga dengan benar, kenapa nama gue sendiri yang salah penyebutannya?" Somi melancarkan protesnya seperti biasa. Heran juga Laras selalu memanggil namanya dengan Somai bukannya Somi. Padahal menurut Somi namanya itu sudah singkat dan sangat pas dengan lidah Indonesia.

Aku Kamu & Tanda Tanya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang