Nur senja terlihat menari di ufuk barat, menampakan keharmonisan jingga sore kala itu.Aku terbelalak, terpaku namun melayang di pikiran, tiada henti berdecak kagum akan kecantiknya.
Sedangkan di sisi lain nampak riuh celoteh pipit meraung di telinga dengan merdunya, mengisyaratkan bahwa waktunya mereka kembali ke istana untuk berkumpul bersama anak anaknya dan menceritakan sejarah hari ini.
Amboy.. indah nian tanahku ini.
Membuat siapa saja seketika lupa hiruk pikuk dan nyanyian kenalpot di ibukota.
Teramat sayang jika harus pergi keujung negeri bila ingin menikmati indahnya, ketika cikal keindahan telah terganti dengan rentetan gedung megah nan menjulang.
Katanya inilah kemajuan..
Hahaha.. iya kah?
Mungkin esok ku tanyakan pada setitik embun di ujung ilalang sana.Tanpa sadar dari atas sana sang penulis skenario tertawa geli melihat para pemeran lupa cara memainkan peranya, dan mulai menulis naskahnya sendiri.
Mari kita tengok nanti, akankah kita tertawa bahagia atau malah merajuk karena sesal.
HANYA BELIAU YANG TAHU.
@pbtap_13
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Sarkas Nasionalis
PuisiJika aspirasiku tak bisa sampai ke telingamu. Maka ku tuangkan saja semua dalam sajaku.Biarkan aku berorasi dalam sajak.