Prolog

54 8 0
                                    

Rintik hujan pagi hari membuat gadis cantik nan imut tersenyum senang. Hari ini hari dimana dia tersenyum menatap dunia ini. Dia sudah tidak sabar untuk mengelilingi taman di dekat rumahnya.

Dengan berbekal jas hujan berkupluk, gadis itu menyusuri jalanan yang terbasuh oleh rintik hujan dengan riang. Dia sangat suka hujan, seperti nama depannya Rainey walaupun dia lebih sering dipanggil oleh sema orang Ney. Mata tenang itu tersenyum semakin lebar ketika menatap taman yang selalu membuat hatinya berbahagia.

"Hujan, terimakasih sudah berbaik hati mendatangkan rintikmu untuk dihari yang spesial ini. Aku berharap, tahun berikutnya akan selalu seperti ini" batin Rainey.

Namun kali ini ada yang berbeda, Rainey memicingkan matanya ketika menangkap seluet seorang lelaki yang sedang tertunduk menatap tanah. Langkah Rainey tanpa diberi aba-aba langsung mendekati lelaki itu.

"Hai, lo ngapain disini?" sapa Rainey membuat lamuan lelaki itu terpecah. Rainey membeku ketika melihat mata lelaki itu sembab seperti habis menangis.

"excuse me, what are you saying?" balas lelaki tersebut membuat Rainey semakin heran.

Baru Rainey terdasar ketika menatap lebih jauh wajahnya yang memang berbeda dari yang lain. "sorry, I think you are a native of Indonesia" ucap Rainey dengan inggris yang fasihnya.

Lelaki disampingnya terkekeh pelan, "hehe, I actually just moved to Indonesia yesterday" lagi? Rainey dibuat kaku oleh lelaki disampinya lagi. "Bay the way, what's your name? " pertanyaan tiba-tiba itu membuat Rainey terhentak dari lamunan singkatnya.

"Oh.. My name is Rainey Huwainaa Raditama. You just call me-"

"Rain?" perkataan Rainey terputus ketika dia memotong pembicaraanya. Retra tegas itu menatap dalam Rainey yang membuat pipinya memanas. Dia terkekeh pelan, "Hmm.. nice name. Introduce my name is Aiden William Abhivandya, you can call me Aiden."

Perkenalan singkat dan kaku itu langsung mencair ketika percakapan yang merujuk pada topik nama depannya Rain. Rainey yang sejak tadi menatap mata tegasnya, tersenyum sendiri. Dia dengan sangat gampang merubah tatapan sendunya menjadi secerah matahari fajar. Rintik hujan pagi ini tidak berhenti mengiringi percakapan dua insan yang enggan beranjak dari tempatnya.

"Where is your home?" tanya Aiden.

"maybe we are neighbors." jawab Rainey membuat Aiden membulatkan matanya.

"Really?! " tanpa Aiden sadar dia terlalu exaited menanggapinya.

Rainey mengangguk membenarkan, memang dia baru menyadari bahwa lelaki disampingnya ini tetangga samping rumahnya. Tingkat kepekaan terhadap lingkungan sekitar membuat Rainey menjadi orang yang kudet.

"Do you want to go home together?" Aiden mengulurkan tangannya dan beranjak dari kursi taman yang tadi didudukinya.

"Of course" Rainey menerima uluran tangan Aiden yang membawa mereka kembali ke rumah.

Mereka tidak sadar, pertemuan pertama mereka nanti akan berakhir menggelikan ketika mengingatnya.

***
"Oh shit?! Ga mau gue, ga mau beda sekolah sama lo." gerutu Aiden kesekian kalinya.

Rainey terkekeh pelan, sudah sekian kalinya Aiden takut beda sekolah dengan dirinya. Dia sengaja menjahili Aiden dengan bilang kepadanya bahwa mereka berbeda sekolah. Padahal mereka akan satu sekolah dan satu jurusan namun berbeda kelas.

Sejak pertemuan pertama mereka, Aiden dan Rainey semakin dekat bak perangko. Diamana ada Aiden disitu ada Rainey dan sebaliknya seperti itu. Rainey menghabiskan waktu putih biru seperti sekolah umumnya, tidak Aiden dia lebih memilih home schooling sementara.

"Kenapa sih lo tuh mau nempelin gue terus? " tanya Rainey yang sudah gemas pada lelaki disampinya ini.

"Gue kan baru kenal sama lo doang, lagian kan gue baru liat dunia luar kali ini" alasan Aiden yang sangat tidak masuk akal.

Rainey memutar matanya malas, "Ini bukan dunia luar gitu? Sama aja kali, mau lo home schooling mau sekolah biasa, semuanya sama aja." Aiden disampingnya terkekeh pelan, dia tahu bahwa mau dimanapun sekolah tetap sekolah.

Otak nya terlalu gampang mencerna semua guru yang mengajarkan pelajaran kepadanya. Termasuk Rainey yang selalu mengajarkannya bahasa gaul di Indonesia ini agar Aiden tidak terlalu kaku. Semua ini karna Rainey yang berhasil membawanya dari tempat ternyaman.

"Ya udah, kita liat nanti bakal satu sekolah atau tidak" ucap Rainey menatap mata tegasnya. Perlahan sorot tegas itu luntur menjadi hangat.

"Makasih karna lo, gue ngga bakal bisa ngomong kayak orang Indonesia umumnya. Kalau waktu itu ngga ketemu lo mungkin gue masih orang yang kaku" ucap Aiden perlahan dan lembut, Rainey tersipu ketika Aiden berkata seperti itu. Baru saja Rainey ingin membalas, Aiden memotongnya dengan perkataan yang semakin membuat pipi Rainey menghangat.

"Thank you my Rain, You have successfully pulled me out of my comfort zone."

Bukan, bukan kata-katanya yang membuat Rainey menghangat. Namun panggilan di awal itu yang membuat pipi Rainey menghangat.

"thank you my Ai, you will always be able to get out of your comfort zone. Because your self."

Retra keduanya saling menarik untuk menatap satu sama lain dan enggan melepaskan apa yang dilihat. Semesta tidak menurunkan hujan, namun memancarkan sinar bahagia dari kedua insan. Dan semesta menyiapkan sesuatu yang hebat juga untuk kedua insan ini.

🌷🌷🌷
Selamat menikmati kisah Aiden dan Rainey.


Semoga kalian jatuh cinta terhadap cerita ini🤗🌷

RaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang