Chapter 6| Amarah!

57 25 43
                                    

.

.

Karena sejatinya masa lalu yang begitu menyakitkan tak akan pernah bisa dilupakan meskipun sudah berulang kali mencoba.

.

.

Hari libur adalah hari yang paling ditunggu-tunggu bagi semua orang, hari dimana mereka akan berencana untuk berjalan-jalan bersama keluarga, teman bahkan pacar demi melepas lelah setelah seminggu beraktivitas. Tapi hal itu tidak berlaku bagi sosok Elang Ganendra Hara, baginya hari libur adalah hari yang menyebalkan karena harus bertemu dengan sosok laki-laki yang paling ia hindari. Maka dari itu setiap hari libur Elang akan menghabiskan waktunya dari pagi hingga malam untuk bersenang-senang,  dan pergi ke tempat dimana ia merasa bahagia dan nyaman.

Elang baru saja menyelesaikan ritual mandi paginya saat jam menunjukkan pukul 7 pagi, cowok itu menggenakan T-sirt berwarna abu-abu dengan celana Jeans  yang membuat wajahnya semakin terlihat tampan. Setelah selesai bersiap-siap Elang segera turun dari kamarnya sebelum laki-laki yang paling dihindarinya itu bangun.

Saat Elang sampai di anak tangga terakhir sebuah suara berat menyambutnya membuat cowok itu mendengus kesal.

"Mau kemana kamu?" Suara itu terdengar marah, tapi Elang hanya mengabaikannya.

"Elang, Papah sedang berbicara dengan kamu!!"

Suara tegas itu mampu membuat Elang terdiam, ia mengangkat alisnya menatap lelaki yang kini sedang berjalan menghampirinya. Mau tak mau Elang harus menahan dirinya untuk pergi. Kini keduanya saling berhadapan, namun tak ada yang ingin memulai pembicaraan.

"Elang kamu mau kemana?" ulangnya.

"Bukan urusan Anda saya mau kemana," jawab Elang melawan.

"Bisa kan kamu sopan sedikit sama orang tua? Saya ini Papah kamu!!" Mendengar hal itu membuat Elang tersenyum sinis.

"Papah? Orang yang meninggalkan keluarganya disaat terpuruk itu yang disebut Papah? Bahkan Anda saja tak pantas dianggap sebagai seorang kepala keluarga!" ucap Elang dengan penuh penekanan di akhir kalimat.

"Elang Ganendra Hara!! Jaga ya omongan kamu dihadapan Papah kamu ini. Kapan sih kamu bisa menerima semuanya, kapan kamu bisa menganggap saya sebagai Papah kamu? Jangan pernah menyalahkan saya atas kejadian di masa lalu yang menimpa keluarga ini, karena sepenuhnya  itu bukan salah saya!!"

"Terus menurut Anda ini semua kesalahan Mamah? Dengar ya, Mamah selalu berjuang demi anaknya, bukan seperti Anda yang lari dari semua masalah!" Setelah mengucapkan hal itu Elang memilih melangkahkan kakinya pergi, ia mengabaikan suara papahnya yang terus-terusan memanggil namanya.

Kini Elang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, pikirannya sedang kacau. Kejadian masa lalu itu terus saja berputar-putar di benakya seakan enggan tuk pergi. Saat-saat seperti inilah Elang membutuhkan seseorang yang dapat medengar keluh kesahnya.

Cowok itu menepikan motornya disebuah lapangan kosong, matanya menatap nanar hamparan tanah luas di hadapannya, sedetik kemudian Elang berteriak sekeras mungkin untuk meluapkan emosi yang sedari tadi ditahannya.

"Kenapa sih semesta begitu kejam sama gue, kenapa takdir juga gak pernah berpihak sama gue. Kenapa gue harus dipisahkan dari orang-orang yang gue cinta, kenapa?!!"

Elang terus saja berteriak, tak ada niatan dari cowok itu untuk berhenti dan kembali pulang. Bahkan saat awan mulai berubah gelap dan gemuruh petir mulai terdegar, Elang masih setia diposisinya.

Masih sangat terbekas di benak Elang, bagaimana masa remajanya direnggut paksa oleh orang yang ia anggap sebagai pahlawan,  bagaimana rasa sakitnya saat harus dipisahkan dari orang-orang yang teramat ia cintai.

Bertahun-tahun ia harus menahan semua rasa bencinya,  menahan segala amarah yang siap meledak kapan saja.  Tapi hari ini, orang tersebut mampu membuat Elang kembali tak berdaya dalam linangan masa lalu. Ia lemah,  ia butuh seseorang yang mampu membantunya bangkit kembali.

Gerimis mulai datang, tapi sama sekali tak menggoyahkan pertahan seorang Elang. Buatnya hujan adalah hal terbaik untuk mengatasi rasa sakit, karena hujan ia dapat menangis tanpa ada yang bisa melihat.

ooOoo

Fero berlari menyusuri lorong dengan  cepat, keringat dingin terus membasahi dahi dan sekujur tubuhnya. Ia benar-benar tak mengerti hal gila apa yang telah dilakukan sahabatnya itu sampai harus masuk rumah sakit.

Fero membuka sebuah pintu ruangan yang tertutup rapat, bau obat-obatan seketika menyeruak  memenuhi indra penciuman. Seorang cowok tengah terbaring di atas brankar dengan selang infus yang menempel di tangan kirinya, Fero yang melihat itu mendesah pelan.

"Jadi cowok banci banget sih lo," umpat Fero sambil mendekat ke arah brankar dan memukul lengan Elang. "Bisa gak sih jangan bikin gue kena serangan jantung mulu, lo gak kasihan apa sama gue yang harus terus-terusan jagain lo."

"Halah lebay bego." Fero mencibir saat mendengar Elang berbicara, ternyata ia hanya pura-pura pingsan.

"Gue bukan lebay kali, tapi perhatian sama lo," bela Fero.

Elang tak membalas ucapan Fero, ia justru memilih mendudukkan tubuhnya yang masih sedikit nyeri akibat terjatuh dari motor saat ingin mengunjugi rumah Fero tadi.

"Jadi?"

"Jadi apa?" Bingung Elang.

"Jadi gimana lo bisa kecelakaan sampai masuk rumah sakit? sampai gue juga yang harus ditelfon sama pihak rumah sakit, gak ada orang lain apa?"

"Ya mana gue tahu, tiba-tiba gelap aja kayak gitu. Lagian kalau gue tahu pihak rumah sakit akan nelfon lo, lebih baik gue gak usah dijenguk sekalian." Fero menjitak kepala Elang keras, sahabatnya itu jika sedang sakit benar-benar menyebalkan.

"Lo lama-lama bikin gue jengkel ya, udah ah gue mau pulang aja kalau gitu." Elang terkekeh, ternyata Fero bisa menjadi sensitif juga dalam waktu sekejap.

"Heleh gaya lo udah kayak cewek PMS tau gak," ucap Elang sebelum Fero pergi.

"Gue sumpel juga tuh mulut ya, pedes banget omongan lo." Elang kembali terkekeh melihat Fero yang dianggapnya lucu saat marah. Sedangkan Fero memilih untuk keluar sebelum amarahnya semakin membesar.

Dalam waktu sekejap ruang rawat Elang kembali sepi, hanya terdengar suara napas yang tak beraturan dari Elang. Cowok itu kini menatap keluar jendela yang terhubung langsung ke taman bunga rumah sakit, ia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang menggunakan baju yang sama dengannya.

Dulu ia juga seperti ini, hanya saja berbeda posisinya. Jika dulu ia hanya menemani, kini ia merasakan betapa sakitnya saat jarum suntik menembus kulitnya, betapa tak nyamannya terkekang dalam ruangan yang penuh dengan bau obat-obatan.

Andai waktu bisa diputar kembali, Elang masih ingin menikmati waktunya bersama dia.

Suara pintu yang dibuka membuat Elang terkejut, ia langsung mengalihkan pandanganya. Seorang tengah berdiri di daun pintu sambil menenteng dua plastik besar makanan, sebuah senyuman tercetak disana membuat Elang muak. Cowok itu justu kembali membaringkan tubuhnya dan membelakangi pintu.

"Ngapain lo kesini sih!"

Halo ketemu lagi

Gimana sama chapter ini? moga feelnya dapat ya ;)

Tunggu kelanjutan kisah ElangDyra ya

See you again

Rahayurahani

RELEASE ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang