PART 50

2K 134 11
                                    

Ketika keegoisan membuat semua menjadi diambang kehancuran.

~~~

El berbaring di sofa sambil memegang benda yang sempat ia pungut di sekitar bangkai pesawat saat itu. Sebuah kalung emas dengan berlian kecil sebagai gantungannya berkilau indah, dan dapat ditebak kalau harga kalung itu fantastis. Berkat cahaya bulan yang membuat berlian itu berkilau, El dapat melihat dan mengambil kalung itu yang mungkin bisa dijadikan sebagai petunjuk.

Kemudian El mengingat lagi paspor lusuh yang mereka temukan di sekitar bangkai pesawat itu. El merasa yakin kalau tante Ana berada di bangkai pesawat itu. Karena tidak mungkin paspor itu bisa ada di sekitar situ kalau kenyataannya tante Ana masih berada di Brazil, kan?

El mengamati lagi kalung itu. Pasti pemiliknya bukan dari kalangan orang biasa mengingat perkiraan harga kalung itu yang sangat fantastis.

'Apa jangan-jangan punya tante Ana?'

El mengubah posisinya menjadi duduk. Kalau memang betul kalung itu milik tante Ana, hal itu bisa menjadi kesempatan untuk meyakinkan Lia bahwa mereka semua tidak berbohong dengan memalsukan kematian mamanya. Lagi pula untuk apa juga mereka melakukan itu?

El bangkit berdiri. Kemudian ia mendekat ke sebuah pintu kamar satu-satunya di ruangan pribadi milik Ayah Lia. El memutuskan untuk bertanya sendiri pada Lia tentang kalung itu.

Sebelum El mengetuk pintu itu, sebuah suara terdengar dari arah belakangnya,

"Lo mau ngapain, El?" tanya Cia.

"Kalo mau tau, ikut gue."

Cia mengangguk dan menghampiri El. Sedangkan yang lain juga ikut karena ingin tau apa yang akan dilakukan El.

Tok..tok..tok...

"Li, gue boleh ngomong bentar?"

Hening, masih belum ada jawaban.

"Sebentar aja, gue cuma butuh 5 menit."

Ceklek...

Pintu terbuka menampilkan sosok Lia dengan mata yang membengkak, entah sudah berapa lama gadis itu menangis.

"Mau ngomong apa?" tanya Lia dengan suara yang serak.

"Apa lo tau, ini kalung siapa?" El menunjukkan kalung itu di hadapan Lia.

Lia mengamati dengan seksama gantungan berlian yang tergantung indah di kalung itu, dan ia merasa tidak asing.

Beberapa detik berfikir, Lia menggeleng pertanda ia tidak tau tentang kalung itu.

"Sini coba, gue liat!" celetuk Cia dari belakang.

El menyerahkan kalung itu. Cia mengamati dengan seksama. Sama seperti Lia, ia merasa tidak asing dengan gantungan berlian yang berkilau itu.

"Lo dapet dari mana? Nyolong?" tanya Cia.

"Sembarangan lo! Gue nemu di sekitar bangkai pesawat kemaren."

Cia mengangguk, kemudian memperhatikan lagi gantungan berlian itu dengan seksama, "Ini... Kalo gak salah, hmm..."

"I-ini bukannya punya mama lo ya, Dil?" tanya Cia hati-hati.

Dilla tersentak kaget ketika namanya disebut, apalagi menyangkut orang tuanya. Dengan cepat Dilla mengambil kalung itu dan memperhatikannya dengan teliti.

Tak lama kemudian, Dilla menutup mulutnya dan dengan air mata yang mulai mengalir.

"I-ini punya mama gue!"

Troublemaker Be Hero Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang