"Cari aja sana si belang itu."
***
Bab 2 : Ngambek
Seusai istirahat sampai jam pulang, Sheril terus berada di kelas. Enggan keluar kelas, padahal alasannya cuma karena malas menemui Sena dan Sadewa. Tetapi bukannya makin tenang, Sheril malah semakin kesal karena tidak ada satupun di antara dua orang tersebut yang menghampirinya dan menanyakan keadaannya.
Oke kalau Sena. Nah Sadewa? Tidak seperti biasanya.
Gadis itu meniup anak rambutnya, menggembungkan pipi. Kalau begini, dia harus pulang sama siapa?
Tahan. Sheril memejamkan matanya frustrasi, lalu menghembuskan napas berat seraya menyandang tasnya. Sekali-kali naik ojek online tidak masalah sepertinya.
Sheril mengutak-atik ponselnya, merasa beruntung karena meng-install aplikasi ojek online berkat Sadewa-dia bilang banyak diskon buat jajanan mall-jelas bikin Sheril tertarik.
Diskon, astaga. Siapa perempuan yang tidak tertarik dengan tawaran menggiurkan itu?
Sepanjang koridor lantai satu, pandangan Sheril tertumbuk pada ponselnya, sesekali menggigit jarinya karena bingung. Sampai kedua manik matanya bertemu pada sepasang kaus kaki belang-belang pelangi dari arah berlawanan.
Kaus kaki belang-belang.
Kedua kaki Sheril berhenti melangkah. Irisnya melebar ketika si belang-belang menabrak bahu kirinya, langkahnya terburu-buru, kedua mata Sheril langsung tertuju pada nametag yang dijatuhkan oleh si belang.
Secepat kilat ia berbalik, seorang gadis berjaket hijau berbelok di tangga ujung koridor. Sheril memandanginya dari atas hingga bawah, orang itu kah, yang dicari Sena dan Sadewa?
Kakinya melangkah cepat, rasa penasaran membuatnya mengejar gadis itu, sayangnya ketika Sheril ikut berbelok dan menaiki tangga, gadis itu sudah menghilang tanpa jejak.
"Gila, cepet banget."
Sheril menoleh ke kanan, lalu ke kiri, tetapi tetap tidak bertemu. Lorongnya kosong, mungkin karena jam pulang sudah berlalu hampir setengah jam.
"Astaga!"
Sheril nyaris terlonjak kaget ketika merasa tengkuknya seperti ditiup, kedua irisnya melebar karena ketakutan. Tangannya bersiap melayangkan kepalan tangan hingga sebuah suara terdengar berbisik di telinganya.
"Lo ngapain dah?"
Pundak Sheril melemas, jatuh begitu saja bersamaan dengan helaan napas lega. "Sena!" tegurnya.
"Apa?"
"Ngagetin tau."
"Ya lagian." Sena pindah ke sebelah Sheril. "Gue cari ke kelas lo udah gak ada, gak ngabarin juga, gue kira lo pulang sendiri."
Sheril mendengkus. "Niatnya sih gitu."
Beruntung Sena tampaknya tidak mendengar dengkusan berujung gumaman Sheril barusan, karena cowok itu tetap fokus pada ponselnya.
Merasa Sena masih sibuk dengan ponselnya, Sheril kontan cemberut lagi. Menghentakkan kakinya dan berbalik meninggalkan Sena.
"Tungguin sih, Ril." Sena menyimpan ponselnya. Berlari kecil menyusul langkah Sheril. "Mau pulang naik angkot, lu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Forest
Teen FictionSadena Raditya masih 17 tahun, duduk di bangku ketiga sekolah menengah atas dan sedang menghadapi krisis jati diri pertama dalam hidupnya. Sena kira, dengan mengalah dari sang kakak dan memilih mewujudkan keinginan kedua orang tuanya akan membuat hi...