"Sepi nggak sih, cuma berdua?"***
Bab 5 : AmanSheril merasa sebuah sikutan di lengannya, gadis itu kemudian mengerang malas dan bangun dari posisi tidurnya. "Apa?"
Di sampingnya, si oknum tersangka alias Nanda mengarahkan dagunya ke arah pintu. Kepala Sadewa menyembul di balik pintu sebelas IPS 3 lengkap dengan cengiran khasnya membuat Sheril serta merta melebarkan senyum riang.
"Sadewa!"
Sadewa melangkah masuk, melambai-lambaikan tangannya kearah Sheril seperti seorang artis. "Hai rakyatku, Dewa datang!" Sukses membuat hampir seisi kelas Sheril membuat gestur ingin muntah.
Sheril baru akan mengusir Nanda dari bangkunya agar Sadewa bisa duduk di sana, tetapi Sadewa dengan ringannya melewati barisan Sheril dan menuju bangku Senja. Cowok itu duduk di bangku milik Claretta yang notaben sebangku dengan Senja.
"Akhirnya Sadewa mengkhianati Sheril," komentar Nanda ketika melihat ekspresi terluka milik Sheril. Gadis tinggi itu menepuk pundak Sheril perlahan. "Sabar ya, Ril."
"Tinggal nunggu Sadena ikut mengkhianati Sheril aja, gue mah," timpal Luna yang duduk di depan mereka.
"Jahat banget doanya," gerutu Sheril. Gadis itu menggembungkan pipinya. "Sena nggak bakal ngekhianatin gue, tau!"
"Belom aja."
Dari bangkunya, Senja meringis melihat ekspresi Sheril. Gadis itu menatapnya seolah-olah Senja adalah orang ketiga yang merebut pacar Sheril. Pada akhirnya, Senja melambaikan tangannya pada Sheril, berencana mengajak gadis itu ikut bergabung. "Sini Ril, gabung!"
Sheril menggeleng. Tetapi ekspresinya masih cemberut. "Gue mau ke Sena aja," jawabnya.
"Iya sih, Ja. Biarin aja dia ke Sena. Dia sakau kalau sehari aja nggak ketemu Sena," ujar Sadewa santai, seketika membuat Sheril mengumpat pelan sembari melangkah keluar kelas.
"Bacot, Sadewa."
Sheril menghentakkan kakinya di sepanjang jalan menuju kelas IPA yang letaknya hampir ujung ketemu ujung dengan kelas IPS. Mengabaikan tatapan berbagai siswa yang menatapnya bingung.
Lorong kelas IPA tidak seramai kelas IPS, ketika Sheril sampai di depan kelas Sena, gadis itu berjinjit dan mengintip dari jendela, ruangan yang hanya diisi belasan siswa itu tampak tenang karena sebagian muridnya tengah sibuk dengan buku masing-masing.
Keadaannya berbanding terbalik dengan kelas Sheril.
"Eh, ada Sheril." Sebuah suara membuat Sheril terkejut dan mengusap dadanya pelan. Dihadapannya cowok berlesung pipi menatapnya dengan senyum lebar. "Nyari Sena?"
Sheril mengangguk. "Iya nih Jevan, panggilin, dong?"
"Masuk aja kali, biasanya juga main nyelonong," timpal Jevan, hafal dengan kebiasaan Sheril yang suka seenaknya masuk dan teriak-teriak memanggil Sena. Kalau sudah begitu, para siswi perempuan di kelasnya akan menatap Sheril sembari menggeleng-gelengkan kepala, merasa terganggu.
"Kalian kayaknya pada khusyuk banget belajarnya."
"Iya tadi habis ulangan Biologi soalnya."
Habis ulangan. Sheril nggak habis pikir, setelah ulangan aja mereka masih belajar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Forest
Teen FictionSadena Raditya masih 17 tahun, duduk di bangku ketiga sekolah menengah atas dan sedang menghadapi krisis jati diri pertama dalam hidupnya. Sena kira, dengan mengalah dari sang kakak dan memilih mewujudkan keinginan kedua orang tuanya akan membuat hi...