"Ril, balik sama Sena, ya? Gue duluan."
***
Bab 6 : Oh ini alasannya
Vario Techno abu-abu milik Sena berhenti tepat di depan pagar rumah cowok itu, dimana Sheril yang duduk di jok penumpang lekas turun dan membuka pagarnya agar motor Sena bisa masuk.
"Langsung balik rumah aja sana." Sena mengkode Sheril yang sedang menutup kembali pagar tinggi itu. "Katanya ngantuk tadi nungguin gue."
Tetapi Sheril yang terlanjur menangkap Kawasaki Ninja hijau milik Sadewa yang parkir di garasi segera menggeleng cepat. "Gue mau numpang ngadem dulu, Sen."
"Ya asal jangan pakai kamar gue aja," timpal Sena enteng.
Sheril mengangguk, tetapi sorot matanya masih memperhatikan motor Sadewa, ada dua helm di sana.
Yang satu biasa digunakan oleh Sadewa, tetapi yang satu lagi, yang bermotif bendera inggris adalah helm yang biasa Sheril pakai kalau menumpang dengan cowok itu.
Tetapi siang ini Sheril pulang bareng Sena. Siapa yang di ajak Sadewa ke rumahnya hari ini?
Senja?
"Ril, mau masuk nggak?"
Sena menghela napas, biasanya cowok itu akan masuk duluan dan membiarkan Sheril memasuki rumahnya sendirian. Tetapi, mengingat hari ini ada gadis lain di rumah mereka, Sena jadi merasa kasihan dengan Sheril.
Kasihan. Atau mungkin Sena tidak mau Sheril kaget dan sakit hati sendirian?
Kedua tangan Sena refleks menyentuh pundak Sheril, menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya. Dua pasang sepatu di depan rumah membuatnya mencengkeram pelan pundak Sheril.
"Ril, nyokap gue kemarin beli tekwan. Tapi belum di makan, mau nggak?"
Dalam hati Sena meringis, kenapa dia seniat itu mengalihkan atensi Sheril pada sepasang sepatu asing di sebelah sepatu milik Sadewa.
"Boleh. Kayaknya enak."
"Terus sambil nonton film. Gue download film baru kayaknya seru. Liat rekomendasi yang lo like di instagram."
Langkah Sena ikut terhenti ketika Sheril berhenti di depan ruang tamu. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik kembarannya yang duduk di sofa memangku gitar. Di sebelahnya ada Senja yang sibuk dengan laptop milik Sadewa.
Sena meringis di balik ekspresi datarnya. Cowok itu diam-diam menilik ekspresi Sheril.
Kaget kah? Kesal kah?
"Loh Sheril? Lagi main?" Sapa Senja dengan senyum lebarnya. "Sini-sini gabung."
Yang mengejutkan Sena, Sheril justru membalasnya dengan senyum lebar. "Iya nih, Senja. Gue mau numpang makan dulu. Gak papa, gue ke belakang aja sama Sena biar nggak ganggu."
"Iya sana ke belakang aja." Sadewa menimpali. "Lo pasti mau makan tekwan, kan? Ngaku lo, Ril."
Biasanya, candaan Sadewa yang seperti ini terdengar biasa saja di telinga Sena. Tapi entah kenapa hari ini terdengar sensitif. Kenapa? Sadewa tidak mau waktunya bersama Senja di ganggu oleh kehadiran Sheril?
KAMU SEDANG MEMBACA
Forest
Teen FictionSadena Raditya masih 17 tahun, duduk di bangku ketiga sekolah menengah atas dan sedang menghadapi krisis jati diri pertama dalam hidupnya. Sena kira, dengan mengalah dari sang kakak dan memilih mewujudkan keinginan kedua orang tuanya akan membuat hi...