Forest

2.3K 188 14
                                    

Sadena Raditya tampak tenang berbaring pada dua kursi yang digabung menjadi satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sadena Raditya tampak tenang berbaring pada dua kursi yang digabung menjadi satu. Dengan wajah yang ditutupi oleh jaket putih tulang, ransel yang mengganjal kepalanya dan earphone warna senada di kedua telinganya. Terlihat tenang sampai-sampai beberapa gadis yang sudah datang pagi itu tampak enggan mengganggu sang cowok.

Sampai sebuah langkah kecil yang tergesa-gesa masuk melewati pintu kelas mereka. Surai hitam panjangnya yang berkilau karena terkena sinar matahari pagi, membingkai wajah ayu sang gadis semakin terlihat menarik.

"Sena!"

Satu gebrakan tampaknya tidak mampu membangunkan Sena, si gadis akhirnya menarik ponsel yang tersambung di earphone cowok itu dan menekan tombol volume atas, sontak membuat Sena tersentak dan nyaris terjungkal dari kursinya.

Kedua matanya membulat dan hendak marah, sampai gadis di hadapannya melebarkan cengiran polos dan mengangkat kedua jari tangan kanannya.

"Sheril!" tegur Sena. Bibirnya merengut, "bisa nggak banguninnya dengan cara baik-baik?"

"Gak bisa." Sheril mendorong badan Sena agar bisa duduk di salah satu bangku. "Ini genting, Sena."

"Apa?"

Di otak Sena, satu-satunya masalah genting yang biasa dimiliki Sheril adalah belum mengerjakan tugas dan berakhir mencontek milik Sena—atau yang terparah meminta Sena mengerjakan tugasnya dengan kedok minta diajarkan.

"Biologi."

Tuh kan, benar.

"Allahu akbar, Sheril." Sena menarik napas, mencoba menahan emosinya. "Kenapa nggak dari kemarin aja, sih?"

Seingat Sena, kemarin sore ia menemukan Sheril berkeliling kompleks menggunakan sepeda, kenapa juga tidak menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas?

Iya, ini Sheril. Seharusnya Sena tidak usah bertanya.

"Lupa, Sena."

Tuh kan.

"Kenapa nggak nyontek temen sekelas lo?"

Sheril yang tengah mengeluarkan buku biologinya tersebut menoleh dan menatap Sena lekat-lekat. "Karena mereka nggak sepintar Sadena Raditya Ibrahim." Lalu ia menyunggingkan senyum lebar.

"Alasan," decih Sena. Tetapi tetap meraih buku paket milik Sheril dan membuka lembarannya. "Halaman berapa?"

"293."

Sena memutar kedua bola matanya kala melihat soal-soal yang terpampang di sana. Cuma dua soal, tapi beranak pinak. Cowok itu melirik arlojinya, sepuluh menit lagi bel upacara bendera akan dibunyikan.

"Jam ke berapa?"

"Dikumpulinnya?"

"Ya iya dong, Syahira Nadila," tukas cowok itu penuh penekanan. Membuat Sheril terkekeh begitu saja. Gadis itu hafal, jika Sena menyebut nama lengkapnya, itu artinya Sena sudah geram dan emosinya di puncak ubun-ubun.

ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang