#4 - DIARY AFIF

1.3K 45 3
                                    

Pagi-pagi sekali aku dan ketiga temanku mengajar disalah satu sekolah tahfidz di Pacilingan. Sekolah itu terbuat dari papan-papan yang usang, dengan perlengkapan belajar yang amat sangat sederhana, yang tidak menyurutkan niat anak-anak ini untuk menghafal Al-qur'an. Aku melihat bingkai-bingkai foto kenangan yang terpajang, mataku terbelalak saat aku melihat foto Afif bersama anak-anak tahfidz Pacilingan ini. Afif tersenyum ramah, Afif terlihat akrab dengan anak-anak tahfidz di Kediri ini.
Aku dan ketiga temanku membereskan kelas tahfidz. Karena sebentar lagi anak-anak akan masuk sekolah setelah libur panjang semester. Setelah aku selesai membereskan sekolah, aku membaca halaman selanjutnya buku diary Afif.

-----------------------------------------------------------

Tgl 23 Agustus 2013

Hari pertama aku mengajar,a ku mendapat kan banyak sekali buah,sayur dan makanan dari para gadis dan para petani dari desa pacilingan ini.Aku bersyukur,banyak sekali orang baik di desa ini.Aku juga bertemu dengan Nduk Lail,dia anak kepala desa,pak prayetno.Nduk Lail yang selalu membantuku,Arul,Asep dan Acun.Nduk Lail juga selalu membawakan kami makanan saat kami mengajar.Ia rela datang sepulang dari kebun,demi membawakan kami berempat makanan.

Afif Danariansyah

-----------------------------------------------------------

"Nduk Lail, siapa nduk Lail?" Tanyaku pada diriku
"Anaknya pak Prayetno?" Tanya ku lagi pada diriku
"Ah sudahlah, suatu saat aku pasti akan mengenalnya." Pikirku
Keesokan harinya, proses belajar mengajar pun dimulai. Hari pertama ku mengajar membuat jantungku berdegup kencang. Kulihat anak-anak itu menatap kami berempat dengan penuh harapan, pandangannya cerah. Terlihat jelas bahwa mereka semangat untuk menghafal Al-qur'an.
Kami pun memperkenalkan diri. Maryam yang lebih dulu memperkenalkan diri, kemudian Naila, dan dilanjutkan Bela. Terakhir aku memperkanalkan diriku.
"Assalamualaikum Wr.Wb adik-adik. Kenalkan nama kakak Velerine Anjelista biasa dipanggil Hafsah, kakak dari pondok tahfidz Mafaza, disebrang sana. Asal kakak dari Desa Wengi, Jawa Tengah. Kalau adik-adik ada yang berminat sekolah di pondok tahfidz, adik-adik yang akhwat bisa ke Mafaza, tempat kakak. Kalau buat adik-adik yang ikhwan bisa ke Mafatih." Ucapku yang tiba-tiba terpotong dengan pertanyaan seorang anak laki-laki yang bernama Hadid.
"Kak, Mafatih itu tempat kak Afif ya kak?" Tanya Hadid.
Maryam, Naila, dan Bela bingung untuk menjawab, karena mereka tidak mengenal Afif.
"Iya dik. Kak Afif dari Mafatih. Kalau adik-adik mau melanjutkan sekolah ke pondok Mafatih, insya allah adik-adik bisa ketemu kak Afif." Ucapku sambil tersenyum.
"Aku mau ketemu kak Afif kak. Aku kangen, aku mau sekolah disana saja." Ucap Hadid dengan wajah memelas.
"Iya dik. Sekarang adik setoran hapalan dulu, biar bisa seperti kak Afif." Ucapku kepada Hadid.
Maryam, Naila, dan Bela makin bingung. Karena mereka tidak mengenal Afif.

Tiba-tiba Naila membisikiku.
"Sah, kamu kenal sama yang namanya Afif?"
"Udah tenang aja, Nai. Aku gak bohong kok ke mereka. Di Mafatih beneran ada yang namanya Afif." Jawabku.
"Serius?"
"Dua rius malah" Jawabku lagi.
Tok tok tok, suara pintu diketuk. Menghentikan proses belajar mengajar untuk sementara. Aku mendekati pintu itu dan membukanya. Kulihat nampak dua orang laki-laki berkulit sawo matang, dengan pakaian lusuh yang mereka kenakan. Mereka ternyata adalah seorang petani.
"Assalamualaikum, mbak. Ada mas Afif dan teman-temannya tidak, mbak?" Tanya petani itu.
"Mas Afif dan teman-temannya sudah tidak mengajar disini lagi pak. Sekarang kamilah yang menggantikannya." Jawabku tanpa ragu.
"Benarkah? Kok ya mas Afif gak pamit dulu sama saya" Ucap petani itu lagi
"Topo, kan saya sudah bilang Afif dan teman-temannya sudah tidak mengajar disini lagi. Kamu saja sudah tua, pikun. Sebelum pergi juga Afif dan teman-temannya pamit ke saya dan kamu." kata petani yang satunya.
"Walah... Apa iya? Tapi saya gak merasa tuh" Kata petani yang bernama Topo.
"Mbak, maaf ya. Pak Topo ini sudah tua, maklumi saja" Jelas petani yang satunya
"Oh, iya pak. Tidak papa, kami semua disini mengerti" Ucapku mewakili yang lainnya.
"Oh, iya mbak. Ini ada beberapa tandan pisang dan sayur-sayuran buat mbak dan mbak-mbak yang lainnya" Ucap petani yang bernama Topo.
"Terima kasih banyak, pak" Ucapku
"Mbak, kami pamit dulu ya, mau lanjut berkebun. Assalamualaikum." Ucap kedua petani itu
"Wa'alaikumsalam." jawabku dan yang lainnya.

*****

.
.
.
.
.
.
❤Bersambung❤

🙏🙏Mohon maaf bila ada penulisan yang kurang,kritik dan saran selalu saya nantikan..
Jangan lupa follow dan komen ya teman.
Mohon doanya🙏🙏semoga selesai sampe akhir.aamiin
.
.
.
.
.
👇👇👇Scroll kebawah👇👇👇
Untuk episod selanjutnya😉

Cinta yang tak diharapkan (islami)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang