#5 - TENTANG RASYID

1.3K 46 2
                                    

-----------------------------------------------------------

Tgl 21 September 2013

Rasyid,nama anak itu.Ibu dan ayahnya telah meninggal dunia,saat ayah dan ibunya sedang pergi berkebun.Menurut para tetangga Rasyid,ayah dan ibunya meninggal akibat tertimpa pohon besar yang sudah tua di kebun mereka.Saat itu Rasyid berumur 2 tahun.Kemudian,Rasyid diasuh oleh tetangganya yang bernama pak Jarwo dan buk Kasiem.Karena pak Jarwo dan buk Kasiem bukanlah keluarga dari kalangan atas,Rasyid hanya bersekolah Tahfidz yang notabenenya sekolah gratis. Diumurnya yang kini menginjak usia 5 tahun,Rasyid sudah bisa menghafal 2 juz,Juz 30 dan Juz 29.Masya Allah... Aku pernah bertanya pada Rasyid ."Rasyid,mengapa kamu semangat sekali dalam menghapal Al-Quran?" Tanyaku padanya.Rasyid pun menjawab " karena waktu itu Rasyid pernah mimpi kak,mimpi ketemu Ayah.Ayah bilang kalo hapalan Rasyid nambah terus,Rasyid mau dikasih hadiah sama Ayah di Surga.Makannya Rasyid semangat hapalan".Ucap Rasyid polos.Kemudian aku bertanya lagi,"Rasyid mau sekolah Formal gak?kayak teman-teman yang lainnya?" Tanyaku pada Rasyid.Rasyid pun menjawab "enggak ah kak,Rasyid mau belajar Al-Quran aja.Soalnya ayah gak janjiin ke Rasyid kalo Rasyid ikut sekolah Formal kayak teman-teman,ayah cuma janjiin Rasyid,kalo Rasyid nambah hapalan Qur'annya".Ucap Rasyid polos.Air mataku menetes,masya Allah..... Anak ini. Aku malu dengan anak ini,dengan hanya sebuah mimpi yang belum jelas kebenarannya,dia bisa sesemangat ini dibanding anak-anak lainnya yang masih memiliki orang tua.
BARAKALLAH RASYID.


Afif Danariansyah

-----------------------------------------------------------

"Sebegitu mengenalnya Afif dengan muridnya." Pikirku
Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 23:44 malam, akibat membaca diary Afif.
Keesokan paginya, aku dan ketiga temanku berangkat mengajar. "Hari ini aku akan mencari rasyid." Batinku.
Saat dikelas, aku melihat sekeliling ruangan, tidak juga aku menemukan sosok yang ku cari. Akhirnya aku pun bertanya pada anak-anak tahfidz Pacilingan.
"Adik-adik, disini ada yang namanya Rasyid tidak?" Tanya pada anak-anak Pacilingan.
"Rasyid, udah ga sekolah lagi kak. Rasyid membantu kedua orang tuanya berkebun di ladang." Ucap Keiza, salah satu murid tahfidz
"Benarkah? Rumah Rasyid dimana?" Tanyaku lagi
"Disebrang sana kak" Ucap Hadid seraya menunjuk ke arah sebuah sungai yang beraliran kecil
"Habis menyebrangi sungai itu, kakak harus kemana?" Tanyaku lagi
"Didekat situ ada pohon asem, kak. Nah disebelah pohon asem itu ada rumah papan. Rumah papan itulah rumahnya Rasyid." Ucap Hadid
"Oh, begitu. Terima kasih banyak ya, Hadid." Ucap ku sambil tersenyum ramah
"Iya kak. Sama-sama." Balas Hadid.

*****

Selepas mengajar, aku pun mulai mencari keberadaan Rasyid. Sekitar 15 menit aku pun sampai didepan rumah Rasyid. Bangunan rumah itu, sangat tidak layak untuk dihuni. Papan-papan yang telah keropos dimakan rayap, lantai yang beralas tanah, dan atap yang bolong dimana-mana. Aku pun melangkah mendekati rumah Rasyid. Aku pun mengetuk rumah Rasyid. Namun, tidak ada jawaban dari dalam rumah. Saat aku berniat menunggu aku bertemu dua petani yang pernah datang ke sekolah. Mereka pun menyapa ku dengan ramah.
"Assalamualaikum, mbak. Kok mbak ada disini? Mau cari siapa mbak?" Tanya petani yang bernama Topo
"Wa'alaikumsalam. Iya pak, saya mau mencari murid saya yang bernama Rasyid, pak. Apa bapak-bapak sekalian tahu dimana Rasyid berada?" Tanyaku pada kedua petani itu
"Oh, Rasyid. Iya, dia sedang membantu bapak dan ibunya di kebun" Ucap petani yang bernama Jupri
"Kalau boleh tahu, dimana letak kebunnya pak?"
"Di sebelah sana mbak, tapi agak jauh. Mbak lurus aja, nanti mbak ketemu gubuk, nah biasanya Rasyid dan kedua orang tuanya beristirahat disana." Jelas pak Jupri
"Terima kasih banyak pak" Balasku
"Oh, iya mbak. Mbak ini memangnya siapa?" Tanya pak Tono
"Nama saya Velerine Anjelista, biasa dipanggil Hafsah" Jawabku
"Lah kok beda nama asli sama nama panggilannya?" Ucap pak Topo
"Hihihi.. Iya ya pak ya? Kok beda" Ucapku sambil tertawa
"Mbaknya Lucu. Mirip mas Afif" Ucap pak Jupri
Aku kaget, saat pak Jupri menyamakan aku dengan Afif. Aku pun hanya tersenyum.
"Saya pergi dulu ya pak. Assalamualaikum" Ucapku sambil berjalan menjauhi kedua petani itu.
"Wa'alaikumsalam, hati-hati mbak." Ucap kedua petani itu.
Aku pun menyusuri kebun. Sekitar 5 menit, aku melihat gubuk tempat peristirahatan. Aku melihat ada sepasang suami istri dan anak laki-laki berusia sekitar 6 tahun. Aku pun mendekati mereka.
"Assalamualaikum Wr.Wb" Ucapku.
"Wa'alaikumsalam" Jawab mereka
"Pak, buk. Apa benar Bapak dan Ibu ini yang bernama pak Jarwo dan buk Kasiem, dan apa benar juga anak ini bernama Rasyid?" Ucapku yang sedikit canggung.
"Benar, ada apa ya mbak? Kok mencari kami sampai ke kebun?" Tanya pak Jarwo.
"Iya, pak. Tujuan saya kesini, saya ingin meminta izin kepada Bapak dan Ibu agar Rasyid bersekolah lagi di Tahfidz Pacilingan." Ucapku.
"Saya ingin sekali Rasyid bisa bersekolah, tapi siapa yang akan membantu saya dan istri saya. Kebutuhan ekonomi kami sekarang makin memburuk. Kebun pun dipenuhi hama. Kami harus bekerja ekstra, agar kami bisa bertahan hidup." Ucap pak Jarwo.
"Baiklah pak. Selepas saya mengajar, saya akan membantu Bapak dan Ibu bekerja. Asalkan Rasyid bersekolah" Jelasku.
"Tak usah mbak. Biarkan saja, lagi pula Rasyid tak apa jika tak sekolah, benarkan Rasyid?" Ucap buk Kasiem,
Rasyid pun hanya mengangguk. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan Rasyid, Rasyid pasti ingin bersekolah. Tapi, Rasyid juga harus membantu orang tuanya. Saat aku mengatakan, aku akan membantu kedua orang tuanya. Matanya nampak berbinar cerah, sebuah senyuman tipis terlihat jelas dari wajah manis Rasyid.
"Tak apa buk, pak. Saya ikhlas membantu Ibu dan Bapak. Saya mau cari pengalaman juga selama saya disini. Boleh ya pak, buk?" Ucapku lembut.
"Baiklah. Kami tidak memaksa. Kalau boleh kami tau, nama mbak ini siapa?" Tanya pak Jarwo
"Panggil saja saya Hafsah" Jawabku
"Terima kasih mbak Hafsah" Ucap mereka.
Aku pun menghampiri Rasyid, Rasyid tersenyum lebar. Aku pun mengelus-elus kepalanya, sambil berkata,
"Rasyid mau dapet hadiahkan dari ayah? Rasyid harus hapal Qur'an. Kalo begitu, mulai besok Rasyid sekolah lagi ya." Ucapku sambil tersenyum.
"Baiklah kak Hafsah." Balasnya.
Aku pun berpamitan dengan keluarga itu, dan aku kembali pulang ke rumah. Sampainya aku di rumah, aku pun merebahkan badanku di atas kursi.
"Kemana aja sih? Kok ya gak ngajak-ngajak" Ucap Naila.
"Eh, Naila. Iya, Nai. Aku habis kerumah salah satu murid tahfidz. Aku mengajaknya untuk bersekolah lagi. Namanya Rasyid. Dia tidak bisa bersekolah karena dia harus membantu Ibu dan Bapaknya bekerja." jawabku
"Terus, Rasyid mau bersekolah lagi?" Tanyanya lagi.
"Alhamdulillah, dia mau".
"Alhamdulillah" Tambah Naila.
Keesokan harinya, aku melihat Rasyid sedang memuroja'ah hapalannya. Rasyid pun sudah bersekolah tahfidz lagi.

*****

Tak terasa aku di desa Pacilingan ini sudah 4 setengah bulan. Itu artinya aku akan pergi meninggalkan desa ini. Aku merasa sedih, aku akan meninggalkan anak-anak tahfidz di desa ini. Aku masih ingin bersama mereka. Tapi, di sisi lain aku harus melanjutkan sekolahku dan aku akan pulang ke Jawa Tengah. Aku amat rindu dengan orang tuaku dan adikku, suka duka pun menjadi satu.
"Assalamualaikum" suara itu terdengar dari balik pintu. Aku pun membuka pintu dan melihat seseorang di balik pintu.
"Wa'alaikumsalam, oalah nduk Lail. Ada apa ya?" Tanyaku.
"Mbak, mbak kan kenal sama kak Afif. Aku titip ini untuk kak Afif ya mbak" Ucap Nduk Lail.
"Oh, iya. Insya allah saya akan berikan ini" Ucapku sambil tersenyum.
"Terima kasih ya mbak" Ucap Nduk Lail.
"Iya, sama-sama." Jawabku
"Ya sudah saya pamit dulu mbak, hati-hati di jalan" ucapnya mengakhiri percakapan.
"Iya. Makasih Nduk Lail" Jawabku.

"Sah" Suara yang tiba-tiba mengagetkanku, ternyata itu suara Bela. Bela bertanya kepadaku,
"Mengapa kamu terima titipan itu, memangnya kamu tahu siapa itu Afif?"
"Aku tau kok Bel" Jawabku pada Bela.
Mata Bela terbelalak mendengar jawabanku, kemudian dia bertanya lagi.
"Bagaimana kamu bisa mengenal Afif?" Ucap Bela
"Dia tetangga ku di Jawa Tengah" Jawabku.
"Serius?" Ucap Bela
"Dua rius malah" Ucapku seraya tersenyum.
"Aku cuma takut, kamu membohongi orang-orang di desa ini, sah" Ucap Bela.
"Enggak kok, Afif ini teman dari SMA ku Bel." Tambahku lagi.
"Syukur alhamdulillah." Tambahnya lagi.
Aku memang sudah mengenal Nduk Lail, Nduk Lail sangat baik orangnya. Tapi, sayangnya dia berhenti bersekolah. Nduk Lail hanya tamatan SD.

******

Akhirnya kami pun harus kembali ke Mafaza. Kami berpamitan dengan pak Prayetno, Nduk Lail, anak-anak tahfidz Pacilingan dan warga-warga Desa Pacilingan. Tiba-tiba, Rasyid berlari menghampiriku dan aku pun merebahkan tanganku agar aku bisa memeluknya. Dia mencium pipiku dan memelukku erat.
"Kak, jangan pergi" Ucap Rasyid dengan mata berkaca-kaca.
"Rasyid, kakak harus pergi. Kakak harus bersekolah lagi, biar bisa kayak Rasyid, dapet hadiah. Kalau Rasyid dapet hadiah dari ayah di syurga, kalau kakak dapet hadiah dari Allah. Rasyid juga nanti dapet hadiah lagi dari Allah. Asalkan Rasyid semangat menghapalnya, sampai selesai." Ucapku pada Rasyid.
"Iya kak. Rasyid janji, Rasyid akan menghapal terus" Jawab Rasyid
"Anak sholeh" Ucapku padanya sambil tersenyum.
Aku dan ketiga temanku pun melangkah pergi meninggalkan mereka. Tidak terasa air mataku menetes. Aku sedih harus berpisah dengan mereka. Tapi, aku juga senang akan kembali ke Mafaza dan setelah itu aku akan pulang ke tempat kelahiranku.

Setelah lama di perjalanan, akhirnya aku dan teman-temanku pun sampai ke tempat tujuan.

.
.
.
.
.
.
.
.

❤Bersambung❤

🙏🙏Mohon maaf bila ada penulisan yang kurang,kritik dan saran selalu saya nantikan..
Jangan lupa follow dan komen ya teman.
Mohon doanya🙏🙏semoga selesai sampe akhir.aamiin
.
.
.
.
.
👇👇👇Scroll kebawah👇👇👇
Untuk episod selanjutnya😉

Cinta yang tak diharapkan (islami)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang