Chapter 9

373 50 3
                                    

Lanjut, mau? Penasaran sama yang neror? Ikuti terus kisahnya!

Happy reading!

===================================

"Dad?"

Lily tertegun melihat ayahnya pulang tidak seperti biasa. Bahkan, telinga kecilnya menangkap kata-kata kasar yang dilontarkan oleh ayahnya itu. Tanpa salam, tanpa senyuman pula. Ia lantas bergegas lari menuju halaman belakang tempat ibunya menyiram tanaman sore ini.

Wajah Lily terlihat linglung ketika menghadap Ginny. "Ada apa, sayang?" tanya Ginny.

"Daddy, Mummy." Kata Lily.

"Daddy sudah pulang?"

Lily mengangguk. "Tapi Daddy aneh sekali. Dad.. menakutkan. Bahkan tadi aku mendengar Dad marah-marah sambil bilang.. shi—"

Langsung Ginny membekap mulut Lily. "Apa yang Mum pernah bilang tentang mengumpat?" mata Ginny melotot.

"Tapi, Daddy tadi mengumpat, Mummy—"

"Jangan ditiru!" Ginny melepaskan tangannya dari Lily. Ia tak habis pikir, kenapa Harry bisa seperti itu. Tidak seperti biasanya juga ketika Harry datang tidak mencarinya terlebih dulu. Ginny mematikan selang airnya siap mencari Harry.

Lily menunjuk ke arah kamar kedua orangtuanya setelah Ginny menanyakan di mana ia terakhir melihat Harry. Ginny harus mencari tahu apa yang sedang dialami oleh suaminya. Ini aneh dan ia harus tahu apa masalah yang terjadi.

"Harry," panggil Ginny sesaat setelah masuk ke dalam kamar utama. Harry sedang mengganti pakaiannya. Pria yang telah mencapai usia kepala tiga itu hanya memakai celana pendek dan bertelanjang dada serta kacamata yang tergeletak di atas kasur. Tangannya sedang membuka lipatan kaus berwarna biru tua ketika istrinya masuk.

Harry melihatnya sekilas, tidak begitu jelas tanpa bantuan kacamata. "Hi," sapanya.

"Aku tak tahu kau datang," Ginny mendekat dan mencium bibir Harry. Mengelus pipinya lantas turun ke daerah dada bidang Harry yang belum tertutup pakaian.

"Ahh, aku kira kau masih menjemput James dan Al," balas Harry.

"Loh, kan, kemarin mereka sudah bilang kalau akan pulang naik bus sekolah?"

Plok, Harry menepuk dahinya keras melupakan pesan kedua putranya sendiri. Bahkan ia sendiri yang mendengarnya langsung kemarin. "Mungkin aku terlalu lelah hari ini. Efek usia juga. Pelupa." Geram Harry. Ginny tertawa singkat sambil membantu memakaikan kacamata Harry setelah selesai memakai kausnya.

"Yeah.. lain kali ingat juga untuk menjaga ucapan di depan anak-anak." Sindir Ginny.

Harry berhenti menyisir rambutnya, tentu saja meresa tersingung. Tiba-tiba Ginny berbicara aneh. "Maksudmu?" ia berbalik menatap Ginny.

"Lily mendengarmu mengumpat."

Mereka lantas terdiam. Sudah saatnya Ginny menanyakan masalah Harry. "Sorry." Balas Harry sebelum Ginny kembali bertanya. Ia menyesal dengan perbuatannya tadi. Pasti Lily mendengarnya berkata kasar sebelum masuk ke kamar.

"Ada masalah apa. Ceritakan, Harry." Pintanya pelan-pelan.

Keduanya kini duduk bersama di atas ranjang. Ginny meraih tangan Harry dan menggenggamnya erat. Menariknya ke pangkuannya sambil terus menatap manik hijau pria tampan itu. Harry menarik napasnya dalam-dalam, lantas berkata, "Dudley." Kata Harry singkat.

"Dudley? Ada apa dengannya? Kau bertemu dengannya tadi?" tanya Ginny penasaran.

"Yeah, tidak hanya bertemu, kami bahkan berangkat bersama menuju ke suatu tempat."

Knock.. Knock! [FF]Where stories live. Discover now