04.55 am.
Sheva terbangun dari tidurnya, saat ia mendengar suara adzan subuh berkumandang. Matanya menoleh ke arah sofa, atau lebih tepatnya pada suaminya yang masih terlelap.
Kano, wajah lelaki itu dari jauh terlihat sangat damai jika sedang tertidur seperti ini. Sheva tidak berfikir sebelumnya, bahwa kini ia telah memiliki suami. Rasanya, ini seperti mimpi bagi Sheva. Memiliki seorang suami tampan nan dingin, mungkin bukan perkara mudah bagi Sheva.
Sheva menyibak selimut nya, lalu berjalan menghampiri sofa untuk membangunkan Kano.
"Kan--Kano. Bangun yuk, kita sholat subuh dulu." Sheva takut. Ia takut, jika Kano akan marah jika ia bangunkan sepagi ini.
"Kano-" Dengan ragu, Sheva mengusap pipi Kano.
Alhasil, berkat usapan tangan Sheva pada pipinya, Kano pun perlahan mengerjapkan kan matanya. Kano menghempaskan tangan Sheva yang masih berada di pipi nya dengan kasar. Ia menatap Sheva dingin.
"Ma--maaf. Ak--aku-"
Tanpa memperdulikan Sheva, Kano beranjak begitu saja. Ia berjalan menuju toilet kamarnya.
-----
Baru saja Sheva dan Kano selesai melaksanakan sholat subuh. Jujur, ini adalah kali pertamanya bagi Sheva melaksanakan sholat subuh dengan imam yang sudah bergelar menjadi suaminya. Entah. Entah ia harus senang atau tidak.
"Kalo kamu mau tidur, tidur aja nanti aku bangunin. Aku mau ke bawah dulu yah."
Kano tidak menjawab ucapan Sheva. Ia lebih memilih untuk terus memejamkan matanya.
Sheva menghembuskan nafasnya pelan. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju pintu kamar Kano.
Di dapur, Sheva langsung bertemu dengan Rani dan dua pembantu lainnya yang tengah membantu Rani memasak.
"Ma--mama."
Rani dan dua pembantu tersebut, sontak langsung menoleh ke belakang. Rani tersenyum, ketika ia mendapati menantu nya yang kini tengah berdiri menunduk.
"Sini nak."
Sheva menurut, ia mendekati Rani.
"Sudah sholat?" Sheva mengangguk, "Kamu mau apa kesini? Engga lanjut tidur?"
"Eng..enggak mah. Sheva mau bantu mama buat sarapan."
Rani memegang lengan Sheva sambil tersenyum, "Engga usah sayang. Kamu ke kamar lagi aja gih, temenin Kano."
"Tap-"
"Hei, kamu pengantin baru loh. Nanti kalo udah siap sarapannya, pasti mama bangunin kalian."
"Sheva mau bantuin mama aja."
" Lebih baik, non Sheva kembali ke kamar saja. Nyonya Rani sudah ada kami yang membantu." Ujar salah satu pembantu tersebut, dengan senyuman ramahnya.
"Tuh dengerin, mama engga sendiri kok."
"Tapi mah-"
"Sudah, sana."
Sheva mengangguk. Sebelum ia pergi ke kamar kembali, ia pamit pada Rani dan dua pembantu tersebut.
"Non Sheva cantik yah Nya, baik lagi."
"Iya, beruntung banget yah saya punya menantu kayak dia."
Kedua pembantu tersebut mengangguk antusias menanggapi ucapan majikannya.
-----
Kembalinya Sheva ke kamar, ia langsung menuju toilet. Ia menyiapkan air hangat untuk Kano mandi. Setelah selesai, ia pun langsung bergegas membangunkan Kano.
Sheva berjongkok disamping Kano, "Kano, udah jam setengah tujuh, bangun yuk."
Tidak ada pergerakan dari Kano. Lelaki itu seakan tak mendengar ucapan istrinya, dan lebih memilih untuk terus memejamkan matanya.
"Kano, kamu engga kuliah?"
Masih sama seperti tadi. Kano masih asik dengan mimpinya.
"Kan-"
"Berisik!"
Kano merubah posisinya menjadi duduk. Matanya menatap Sheva dingin.
"Ma--maaf. Air hangat nya udah aku siapkan." Sheva berbicara tanpa menatap Kano. Ia menunduk takut.
Kano menatap Sheva sekilas, lalu beranjak.
Sepeninggal Kano ke toilet, Sheva berjalan menuju lemari untuk menyiapkan baju yang akan dikenakan oleh Kano.
Sepuluh menit kemudian, pintu toilet pun terbuka. Menampilkan---Astaga! Sheva dengan cepat mengalihkan pandangannya, saat tanpa sengaja matanya menangkap sosok Kano yang berjalan keluar dengan bertelanjang dada. Ah, tak lupa pula dengan tangan yang sibuk mengusap rambut basahnya.
"Udah." Ujar Kano singkat.
Sheva menoleh kebelakang, dan mendapati Kano yang kini tengah berjalan kearah pintu dengan baju yang sudah melekat ditubuhnya. Sheva memegang dadanya, saat dirasa debaran didada nya cukup kencang. Huft! Kenapa ini?!
-----
Saat langkah Kano telah sampai diujung tangga, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Rani.
"Loh? Tadi nya mama mau ke kamar kamu, bangunin kamu sama Sheva." Rani menoleh pada sisi kanan dan kiri Kano, mencari keberadaan Sheva. "Sheva mana? Kok engga bareng?"
"Masih."
"Hah? Masih apa?"
"Di kamar."
Rani menepuk keningnya. "Astaga sayang, kalo ngomong yang jelas dong engga usah dipotong-potong kayak gitu! Kamu ini sifatnya nurun dari siapa sih? Kok dingin gitu. Pad-"
"Kano duluan."
"Ck, engga sopan!" Rani pun membalikkan tubuhnya, menyusul Kano dan suaminya yang sudah berada dimeja makan.
"Pagi mah, pah--" Sheva datang, dengan menampilkan senyuman manisnya.
"Pagi nak." Dafa--ayah Kano, membalas senyuman menantunya.
"Pagi sayang, ayo duduk." Sheva menuruti ucapan Rani. Ia menarik kursi samping Kano, dan mulai mendudukkan bokongnya disana.
"Aku ambilkan ya." Sheva mengambil alih sendok yang dipegang oleh Kano. Ia mulai meletakkan satu potong lauk pada piring Kano.
"Cukup?"
Kano mengangguk singkat.
"Kamu kok udah rapih gitu No? Mau kemana?" Tanya Dafa.
"Kuliah."
"Heh, kuliah? Engga-engga! Kamu itu pengantin baru. Udah, mendingan kamu izin saja untuk beberapa hari ini." Rani menatap putranya tak percaya.
"Mah-"
"Kano, turuti apa kata mama mu!"
Kano hanya diam menanggapi ucapan Dafa. Ia malas untuk debat sepagi ini!
Diam-diam, Sheva mencuri pandang pada Kano yang tengah menyantap sarapan nya. Dalam hatinya, ia tersenyum menatap wajah tampan suaminya. Yah, semoga dengan seiring berjalannya waktu, Kano bisa berubah. Itu yang Sheva harapkan!
-----
Voment🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Marriage [SUDAH DITERBITKAN]
Roman pour Adolescents[TERSEDIA DI PLATFORM HINOVEL] Sebuah perjodohan yang sudah direncanakan sejak awal, oleh orangtua keduanya masing-masing. Pada masa remaja mereka, mereka harus bisa menerima sebuah perjodohan dan merasakan hidup menjadi sepasang suami-istri dimasa...