Chapter 05✓

207K 7.4K 171
                                    

Cahaya panas matahari telah berganti dengan cahaya gemerlap bulan. Sheva, wanita itu kini tengah membereskan piring-piring bekas makan malam dirinya dan juga Kano. Ia mencuci piring-piring tersebut, dan dilanjut dengan membersihkan meja makan.

Setelah selesai melaksanakan aktivitas nya di dapur, Sheva bergegas ke lantai atas untuk menuju ke kamarnya dan juga Kano.

Di dalam kamar, Sheva tak langsung menemukan Kano. Matanya langsung mengarah pada pintu balkon yang terbuka. Mungkin, Kano tengah berada di sana.

Sheva pun melangkahkan kakinya menuju balkon. Dan benar! Disana sudah ada Kano, yang tengah menyenderkan punggungnya dengan nyaman pada badan sofa, dengan mata yang mengarah menatap indahnya bulan dan bintang.

"Ka..Kano."

Mendengar suara Sheva, Kano pun refleks langsung menoleh ke sampingnya, dan mendapati Sheva yang sudah duduk disana. Seperti biasa, ia menatap Sheva datar tanpa ekspresi.

"Ak..aku ganggu?"

"Ga." Kano mengalihkan kembali pandangannya menatap langit.

"Ka..kamu engga keluar malam ini?"

Kano menggeleng singkat.

"Kenapa? Kalo kamu mau kumpul sama temen-temen kamu, pergi aja engga papa. Asalkan, jangan pulang terlalu malam."

Kano menggeleng kembali.

"Ka..kamu kenapa dingin banget sih No? Ap-"

Sheva memberhentikan ucapannya, saat ia melihat Kano yang beranjak.

"Mau kemana?" Sheva mencekal pergelangan tangannya Kano, yang malah langsung Kano hempaskan dengan kasar.

"Maaf No, aku buk-"

Kano masuk kedalam kamar tanpa memperdulikan Sheva yang masih berdiri mematung.

"Apa aku salah ngomong?" Sheva bergumam. Setelahnya, ia pun masuk menyusul Kano.

Ketika Sheva telah berada didalam kamar, ia melihat Kano yang tengah mengangkat selimut.

"Biar aku aja yang tidur di sofa." Sheva mencegah Kano yang hendak membaringkan tubuhnya di sofa.

Kano, lelaki itu mengurungkan niatnya, lalu beranjak. Ia berjalan keluar kamar meninggalkan Sheva.

-----

Di tatap nya sendu foto seseorang pada layar ponsel Kano. Mata lelaki itu terasa memanas, ketika dirinya teringat kembali akan kenangan bersama gadisnya dulu. Haruskah ia ikhlaskan semuanya? Haruskah ia lupakan semuanya?

"Maaf."

Kano menunduk. Perlahan, butiran-butiran airmata nya pun mengalir melalui pipinya.

"Kalo aku pergi, kamu jangan sedih yah. Kamu harus ikhlas. Aku yakin kok, suatu saat, pasti akan ada seseorang yang jauh lebih baik yang akan gantiin aku."

Kata-kata gadisnya terlintas begitu saja difikiran nya. Kano mencintai gadisnya. Namun, mungkin Tuhan lebih mencintai nya, maka dari itu Tuhan lebih dulu mengambilnya.

Kano mengusap bercak airmata nya. Ia menyimpan ponselnya disaku celananya, lalu berjalan menuju tangga.

Dari ambang pintu kamarnya, Kano dapat melihat Sheva yang sudah tertidur di sofa. Tubuh wanita itu dimiringkan dan sedikit meringkuk, dengan kedua tangan yang ia jadikan sebagai bantalan. Bila dilihat-lihat, kasihan juga - fikir Kano.

Kano berjalan mendekati sofa. Ia menggendong tubuh mungil istrinya, lalu membaringkannya diatas kasur king-size miliknya. Ia juga ikut membaringkan tubuhnya di samping Sheva. Ditariknya selimut, hingga menutupi dada istrinya.

Kedua nya terlelap di satu tempat tidur yang sama.

-----

Beberapa hari kemudian..

"Hoek.. Hoek.."

Dengan cepat Sheva menyibak selimut nya, lalu berlari menuju toilet ketika merasakan perutnya mual.

"Hoek.. Hoek.." Sheva memuntahkan semua isi perutnya ke dalam wastafel. Ia menjadikan kedua tangannya sebagai penyangga tubuhnya yang lemas.

Tok!Tok!

"SHEVA!"

Sheva dapat mendengar suara Kano yang berteriak dari luar toilet, sambil mengetuk-ngetuk pintu toilet.

"Shev-"

Ucapan Kano terhenti, saat tubuh mungil istrinya ambruk dipelukan nya. Sheva tidak sadarkan diri. Dan Kano, ia langsung saja menggendong tubuh istrinya, lalu membaringkan nya di tempat tidur. Wajah serta bibir Sheva sangat pucat. Dan Kano sendiri, ia tidak tahu apa yang terjadi pada Sheva.

"Telfon mama!" Kano meraih ponselnya yang terletak diatas nakas, untuk menghubungi mama nya.

"Halo nak? Kenapa pagi-pagi telfon mama? Kamu-"

"Kerumah sekarang mah."

Tut!

Kano mematikan sambungannya, untuk beralih menghubungi dokter kepercayaan keluarganya.

-----

Sekitar tiga menit lalu, Rani dan Rere--dokter kepercayaan keluarganya datang. Rani, wanita paruh baya itu datang dengan tergesa-gesa dan khawatir tentunya. Ia langsung meneriaki nama 'Sheva', ketika ia telah sampai didalam apartemen putranya.

Dan kini, Kano, Rani, dan dokter Rere sudah berada di kamar Kano. Dokter Rere tengah memeriksa keadaan Sheva, sedangkan Kano dan Rani terdiri di sisi ranjang, menunggu kabar yang akan dokter Rere sampaikan.

"Gimana dok?" Tanya Rani.

"Apa tadi pagi mbak Sheva muntah-muntah?"

Kano mengangguk.

Dokter Rere tersenyum, menatap Kano dan Rani bergantian.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, mbak Sheva hamil. Selamat! Ibu Rani akan menjadi seorang oma, dan mas Kano akan menjadi seorang ayah."

Deg!

Kano diam mematung, berusaha mencerna kalian panjang yang diucapkan oleh dokter Rere. Hamil? Sheva hamil katanya?

Sedangkan Rani? Ia terlihat sangat senang mendengar kabar bahwa menantunya hamil. Memang ini yang ia harapkan. Ah, ia jadi tidak sabar menunggu kedatangan cucu nya nanti.

"Terimakasih dok, terimakasih banyak." Ujar Rani, dengan senyuman lebarnya.

"Iya bu sama-sama. Kalo gitu, saya permisi dulu yah."

Rani mengangguk menanggapi ucapan dokter Rere. Dokter Rere menjabat tangan Rani dan Kano bergantian, setelah nya ia pun keluar dari kamar Kano.

"Ahh, mama senang banget sayang. Sebentar lagi, mama dan papa akan memiliki cucu! Terimakasih nak!" Rani bahagia. Bahkan, bibirnya pun masih tercetak jelas sebuah senyuman.

"Mama engga sabar kasih tau papa. Mama pulang dulu yah, nanti mama ke sini lagi! Dah sayang!" Rani mencium pipi putranya singkat, lalu berlari keluar dari kamar putranya itu.

"Dia hamil?" Gumam Kano, sambil menatap Sheva yang masih memejamkan matanya.

-----

Voment🖤

Forced Marriage [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang