Matahari pagi menyelusup masuk melalui sela-sela tirai kamar, membuat sang-empu nya merasa terusik. Sheva, ia menggeliat dan mulai membuka matanya, saat dirasa sebuah tangan besar dan kekar memeluk pinggangnya erat. Ia juga merasakan hembusan nafas seseorang mengenai sekitar wajahnya.
"AKKHHHH!!"
"KAMU NGAPAIN KANO! Hiks.."
Kano! Ya, ternyata yang memeluk pinggangnya adalah suaminya sendiri, Kano.
Sheva menghempaskan tangan Kano yang bertengger manis dipinggang nya, lalu ia menggeser sedikit tubuhnya menjauh dari Kano.
Kano perlahan membuka matanya. Ia terkejut! Ketika ia mendapati Sheva yang kini tengah menangis, dengan tangan yang memegang selimut dengan erat.
"Shev-"
"Hiks..hiks.."
Kano beringsut mendekati Sheva yang masih menangis. Ia meraih kepala Sheva, menyenderkan didada bidang nya.
"Maaf."
Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Kano. Ia merutuki dirinya sendiri. Pikirannya melayang teringat akan kejadian semalam.
"Hiks.. Lepas!"
Semakin Sheva meronta, semakin kuat pula Kano memeluknya.
"Lepasin!" Tangan Sheva memukul kuat dada Kano. Namun, seperti nya lelaki itu tak merasa sakit sedikitpun. Ia masih enggan melepas pelukannya. Sesekali, tangannya mengusap punggung Sheva yang bergetar karena terisak.
"Gue minta maaf."
"Aku bilang lepas!"
"Oke." Kano melepas pelukannya. "Jangan lihat sini." Lanjut Kano, membuat Sheva langsung memalingkan wajahnya.
Kano segera meraih celana panjangnya yang tergeletak di lantai, lalu mengenakan nya. Setelah selesai mengenakan celana panjangnya, Kano pun menoleh ke samping, atau lebih tepatnya pada Sheva. Kano menghembuskan nafasnya pelan, saat matanya menangkap punggung Sheva yang bergetar kembali. Astaga, apa Sheva menangis lagi?
"Gue bantu."
Kano segera menggendong Sheva, membantunya supaya mudah ke toilet.
-----
Sheva menatap nanar sprei putihnya yang terdapat bercak darah disana. Tangannya perlahan terangkat memegang lehernya, yang malah membuat ia langsung meringis.
Terlalu fokus dan asiknya Sheva menatap sprei, hingga ia tidak menyadari kedatangan Kano yang baru saja keluar dari toilet.
Kano sendiri yang tengah sibuk mengusap rambutnya dengan handuk, menatap Sheva dengan tatapan bersalah.
"Sarapan."
Sheva langsung tersadar dari lamunannya, dan langsung menoleh ke sumber suara.
"Ak..aku engga masak ap-"
"Delivery."
Setelah mengucapkan kata tersebut, Kano melempar handuk nya diatas sofa, lalu berjalan keluar kamar.
Sheva menghembuskan nafasnya pelan. Ia mengangkat sprei, dan mengambil handuk yang tadi Kano lempar.
Sebelum Sheva turun ke bawah, ia merendam sprei nya terlebih dahulu. Ia juga menyimpan handuk milik Kano ditempat biasa Kano menyimpan nya. Setelah selesai, baru lah ia keluar kamar untuk menemui Kano dilantai bawah.
"Ma..maaf lama." Ujar Sheva, ketika dirinya sudah berada di samping Kano.
"Hm."
Sheva menarik kursi makan di samping Kano.
"Makan."
Sheva mengangguk. Lalu, ia mulai menyantap sarapan yang Kano beli.
Disela-sela menyantap sarapannya, Kano diam-diam memicingkan matanya menatap Sheva. Tanpa sengaja, matanya menangkap luka-luka kecil yang terdapat pada leher Sheva. Astaga, itu kan bekas ulahnya semalam!
Tok! Tok! Tok!
Sheva dan Kano sama-sama mendongak, hingga tatapan keduanya bertemu.
"Biar aku aja." Sheva beranjak, lalu berjalan meninggalkan Kano.
Ceklek!
Sheva membuka pintu apartemen Kano. Ia tersenyum, saat mengetahui bahwa yang datang adalah mertua nya, Rani.
"Mama." Sheva mencium punggung tangan Rani.
"Hai sayang, mama ganggu ya pagi-pagi kesini?"
"Eh, engga kok mah. Ayo mah, masuk."
Rani mengangguk. Ia berjalan memasuki apartemen putranya, sedangkan Sheva menutup kembali pintunya.
"Assalamualaikum."
Kano menoleh ke belakang, saat ia mendengar suara mama nya. Ia pun beranjak, lalu mencium punggung tangan Rani.
"Wa'alaikumsalam."
"Mama ganggu acara sarapan kalian engga nih?" Tanya Rani, sedikit menggoda.
"Engga mah." Balas Kano dan Sheva bersamaan. Kano dan Sheva saling pandang. Lalu sedetik kemudian, Sheva pun menunduk karena malu.
"Samaan yah." Rani terkikik geli melihat tingkah putra dan menantunya.
"Loh, sayang, leher kamu kenapa?" Rani membulatkan matanya terkejut. Ia menggeser rambut Sheva yang sedikit menutupi luka-luka kecil di lehernya,
Mampus! Kano dan Sheva sama-sama menggerutu dalam hati.
"Eng-"
"Oh, mama tau, mama tau." Rani tersenyum menggoda menatap keduanya. Ia mengerti. Ah, biasa, masalah pengantin baru!
"Anak mama sudah dewasa." Rani berbisik pada Kano, yang malah masih bisa terdengar oleh Sheva. Sheva menunduk, saat dirasa pipinya terasa panas.
"Mm.. Mah, ayo duduk dulu." Ujar Sheva.
"Oh, engga usah sayang. Mama sampai lupa tujuan mama kesini mau apa." Rani menjeda. Ia terkekeh pelan. "Mama mau ajakin kamu belanja buat sehari-hari, mau?"
Sheva tidak menjawab ucapan Rani, melainkan menoleh kearah Kano.
"Boleh?" Tanya Sheva, yang akhirnya malah di tanggapi oleh sebuah anggukan dari Kano.
"Tuh boleh sama suami kamu. Jadi, kita berangkat sekarang?"
"I..iya mah. Tapi, Sheva ganti baju dulu yah?"
"Iya sayang, mama tunggu di sofa yah."
Sheva mengangguk, lalu permisi pada Kano dan Rani untuk mengganti pakaiannya dilantai atas.
"Ayo mah."
Kano mempersilahkan Rani untuk berjalan lebih dulu menuju sofa. Ia dan Rani duduk disatu sofa yang sama, menunggu kedatangan Sheva.
"No."
Kano menoleh kearah Rani, dengan alis yang terangkat.
"Kamu jangan dingin-dingin lah sama istri kamu, kasihan dia."
Kano diam. Ia tidak menjawab ucapan mamanya.
"It's okey, kalo kamu dingin ke mama atau papa, kita enggak masalah. Karena apa? Karena kita sudah terbiasa dengan sifat kamu yang seperti ini. Sedangkan Sheva? Dia belum terbiasa. Bisa-bisa, dia engga nyaman dengan sifat kamu yang dingin kayak gini. Ubah lah nak sifat kamu. Coba ubah jadi lebih hangat sedikit pada Sheva. Apa bisa?"
"Kano gatau."
"Mah."
Rani mengurungkan niatnya untuk berbicara kembali, ketika ia mendengar suara Sheva.
Rani dan Kano menoleh ke sumber suara secara bersamaan, dan mendapati Sheva yang sudah siap dengan pakaian yang berbeda dari yang tadi.
"Ya sudah, mama dan Sheva pergi dulu." Ujar Rani sambil beranjak.
"Aku pergi dulu." Sheva mencium punggung tangan Kano. Sedangkan Kano, ia mencium punggung tangan mama nya.
-----
Voment🖤
![](https://img.wattpad.com/cover/185499281-288-k728152.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Marriage [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fiction[TERSEDIA DI PLATFORM HINOVEL] Sebuah perjodohan yang sudah direncanakan sejak awal, oleh orangtua keduanya masing-masing. Pada masa remaja mereka, mereka harus bisa menerima sebuah perjodohan dan merasakan hidup menjadi sepasang suami-istri dimasa...