Cermin (Istri)

45 2 0
                                    

"Ayah... Mau jemput bunda gak? " Aku mengirim pesan.

"Udah selesai ketemuannya?" Balasnya cepat.

"Udah yah, alhamdulillah" Jawabku.

"Ok... Meluncuuur"

Aku tersenyum membaca pesannya.

Sore ini cuacanya sangat menenangkan, mungkin karena siang tadi hujan lumayan deras. Pohon-pohon, tanaman hias, bahkan gulma di rumah kosong yang terlihat dari lt. 2 cafe ini terlihat lebih segar.

Aku menarik nafas dalam, rasanya lega sekali bisa duduk santai di sebuah cafe sendirian - seperti dulu. Eh, sebenarnya tidak sendirian, ada adik yang tertidur pulas di stroller. Sedangkan kakanya aku tinggal di rumah, suamiku bersedia menjaga karena akan repot membawa dua kruncil.

Sejak pagi itu, sejak suamiku entah kenapa, entah apa pasalnya tiba-tiba saja memelukku dan meminta maaf, membuat aku menangis tersedu-sedu.

Bahagia sekali aku saat itu, sangat bahagia, peluk hangat dan tulus yang aku rindukan sudah kembali. Peluk yang mampu meleburkan lelah dan penatku. Dia sudah 100% kembali perhatian, lembut, pendengar yang baik, dan romantis. Bahkan acara meet up dengan teman-teman kuliahku hari ini pun dia yang usulkan, katanya, sesekali aku juga harus memanjakan diri, bertemu teman, jalan-jalan, makan-makanan enak tanpa di buntuti anak-anak. Awalnya aku menolak, malas rasanya bepergian keluar rumah, jika ada waktu luang lebih baik tidur siang saja. Tapi... Yasudahlah, tak ada salahnya juga keluar sebentar.

Aku ajak teman-temanku dan bertemulah kami, aku membawa adik meski suamiku meyakinkan beekali-kali bahwa dia mampu mengurus dua kruncil ini, namun aku tak terlalu yakin dia akan sanggup :D

Di depanku masih ada setengah ice coffee dan sepotong roti bakar, teman-temanku sudah dari tadi saling berpamitan pulang. Aku memilih diam sejenak, menikmati langit sore yang cerah sambil merenung, merenungkan banyak hal tentang pembahasan-pembahasan, curhatan-curhatan hasil meet up barusan.

Pipinya tirus, matanya coklat, hidung mancung, bibirnya manis, dengan riasan tipis yang terkesan natural membuat wajahnya terlihat sangat cantik. Dia salah satu teman terdekatku, saat kuliah aku pernah satu kos dengannya, dan lihatlah, dia sedang menangis pilu di depanku, di depan teman-teman yang lain. Dia sudah menikah lama, bahkan lebih lama dariku, dia bercerita dengan suara yang sedikit parau kalau suaminya selingkuh. S E L I N G K U H. Parahnya lagi, suaminya ini selingkuh dengan tetangga sebelah rumah. Seorang wanita yang bersuami pula.

Lalu temanku satunya lagi, dia wanita paling strong dari kami, gaya bicaranya paling lugas, rasa beraninya paling tinggi, dengan riasan wajah sempurna, gaya busana yang kekinian. Dia menyeringai getir. Dia juga baru bercerai, yaaaa, C E R A I. Seolah kata itu sangat ringan di ucapkan, dia yang terlihat sangat kuat ternyata mengalami KDRT, aku dan teman-teman yang sungguh tidak percaya, pasalnya kami semua tau bahwa suaminya tampak seperti suami takut istri ~Speechless...

Lalu mereka bertanya kepadaku yang berwajah polos tanpa riasan, berpenampilan sederhana tak tau mode, mereka bertanya tentang kehidupan rumah tanggaku.

Aku ceritakan sedikit, bahwa mengurus dua anak tidaklah mudah, melelahkan tapi juga mengasyikan dan membahagiakan. Kubilang bahwa aku dan suamiku 'mungkin' baik-baik saja.

Aku mendengarkan masukan dari teman-temanku ini supaya tidak bernasib sama dengan mereka ~Perceraian.

Kudengarkan Baik-baik dan ku pertimbangkan saran mana yang harus lakukan.

Ah... Aku sangat bersyukur dengan suamiku yang tetap setia padaku, tak pernah ringan tangan juga tak pernah membentak.

Hari semakin sore...

Aku mengirim pesan minta di jemput suamiku.

***
Jalanan di akhir pekan tak terlalu padat seperti hari biasa, aku duduk di belakang dengan adik, kakak duduk di depan sambil ngoceh apa saja yang ia lihat.

"Bagaimana pertemuannya?"
"Bagaimana mengurus kakak?"

Seperti benar-benar sudah satu hati, kami saling bertanya barengan. Aku tertawa, diapun sama.

"Kakak anak yang baik, ia memecahkan gelas, mengacak isi lemari, mengeluarkan box isi mainan yang padahal baru saja aku masukan" Dia menarik nafas dalam.

"Aku tidak mengerti lagi bagaimana kamu bisa bertahan mengurus dua anak luar biasa ini" Tambahnya.

"Aku juga heran, ini melelahkan tapi aku bahagia. Lelah ku tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak saat adik tertawa atau marahku tiba-tiba saja mereda ketika kakak memelukku erat dan berkata'Bunda maafkan kakak', ini sungguh membingungkan" Jawabku

"Terimakasih bunda" Dia menoleh ke belakang dan tersenyum.

"Ayah... Maafkan bunda. Maafkan bunda yang hanya bisa menjadi seorang ibu dari anak-anak kita, tapi tak pandai menjadi istri yang baik. Bunda berjanji, kedepannya akan menjadi lebih baik lagi" Ucapku pelahan.

"Tidak bunda, bagi ayah ini sudah lebih dari cukup" Jawabnya.

Aku tersenyum

"Menjadi ibu yang baik adalah kewajibanku pada anak-anakku. Menjadi istri yang baik adalah kewajibanku pada suamiku. Bunda janji akan berusaha menjadi yang terbaik untuk kalian"



Hallo, cerita suami dan istri 'Ketika dia tak lagi seperti yang dulu' ini sudah selesai. Terimakasih untuk semua pembaca. Semoga bisa menghibur, menemani. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat...

Tunggu cerita-cerita lain perihal permasalahan rumah tangga di next episode yaaa...

Salam,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suami dan Istri (Ketika dia tak lagi seperti yang dulu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang