Rumah

55 8 0
                                    

Kalau lo bertanya siapa orang yang paling nggak berbakat untuk membuntuti orang, Aiden Basundara jelas jawabannya. Gue juga nggak habis pikir kenapa dia sebodoh itu, sorry Aiden, but I should say this.

Tapi Aiden, gue bahagia, karena setidaknya lo berusaha dan mungkin lo peduli dengan keberadaan gue?

Lihat wajah Aiden setelah pertemuan terakhir kita enam tahun lalu, gue agak sedikit takjub. Dia terlihat lebih dewasa, meski dengan kantung mata yang menghitam. Gue nggak yakin dia tidur dengan cukup akhir-akhir ini. Gue juga nggak yakin apakah dia makan dengan baik selama ini. Aiden tetaplah Aiden, manusia yang masih suka makan mie mentah ketika lapar karena malas nyalain kompor. Tapi gue bersyukur, setidaknya Aiden tampak sehat meskipun gurat lelah nggak bisa disembunyikan dari wajahnya.

Setelah acara belanja dengan Lina yang nggak terlalu membosankan karena kejadian itu membawa gue ketemu Aiden, gue langsung pulang ke apartemen. Sudah lama sejak gue meninggalkan rumah, mungkin sekitar tiga tahun yang lalu. Toh ada di rumah atau di apartemen juga nggak ada bedanya. Gue sama-sama sendirian. Gue sama-sama kesepian. Rumah bukan lagi tempat yang nyaman buat gue pulang. Home should be the warmest place to lean all the burdens, but not for me. Home just a word. Empty word.

***


Kunjungan gue ke rumah Lana malam ini sia-sia karena hanya ada asisten rumah tangganya di sana. Wanita paruh baya itu bilang, Lana sudah lama nggak pulang ke rumah. Gue khawatir, gue takut dia merasa sendirian dan kesepian di mana pun dia berada.

Dulu, gue pernah janji sama Lana kalau gue bakal bangun tempat tinggal yang selalu bikin dia rindu dengan kata pulang kalau gue udah berhasil jadi arsitek. Alana Drianala, sekarang gue udah jadi arsitek, tapi gue belum seberani itu untuk mengajak lo hidup bersama gue. Tapi gue janji, Alana. Mulai detik ini, lo nggak akan sendirian lagi menghadapi semuanya. Seperti kata lo dulu, kalau kita bisa menghadapinya sama-sama, kenapa harus membiarkan yang lain terluka sendirian?

***


Gue nggak bisa tidur. Ini gila karena jam sudah menunjukkan hampir pukul dua pagi. Ada banyak hal yang selalu berputar di kepala gue setiap kali insomnia, banyak hal yang berpotensi membuat gue merasa semakin kesepian dan sendirian.

Tentang gue yang terlahir sebagai anak tunggal tapi kekurangan kasih sayang, tentang lelahnya mengurus pekerjaan yang ternyata nggak gampang, tentang masa depan yang gue pun nggak tahu bakalan bagaimana, atau yang paling sering tentang Aiden Basundara yang gue nggak tahu kapan akan 'pulang'.

Tapi kayanya gue terlalu percaya diri untuk menyebut kata 'pulang'. Karena gue pun jelas nggak tahu, apakah benar gue yang akan jadi rumah dia nanti, atau justru perempuan lain. Karena gue sepenuhnya paham, mengenal lama nggak menjamin dua orang akan berakhir sama-sama.

Aiden Basundara selalu mengambil ruang paling banyak di hati gue, hampir seluruhnya. Karena setiap semua orang menjauh dan mengabaikan gue, hanya dia yang ada. Setiap gue merasa kesepian, hanya dia yang bilang kalau gue nggak pernah sendirian karena dia akan selalu ada. Tapi ternyata semuanya nggak berlaku untuk saat ini.

Aiden Basundara, saat ini gue kesepian, gue juga sendirian, tapi lo nggak ada di sini.

082276481900
It's almost 2 a.m, and I still miss you like crazy. Because only you that feels like home, L.

Iya, ini hampir jam dua. Dan di sana lo juga belum tidur, ya? Nggak sulit untuk menebak siapa pengirim dari pesan itu. Aiden Basundara, apa dia sudah mulai menemukan jalan kembali?

AbiphrayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang