«Prolog»

116 12 0
                                    

Monday, 18 agustus 2018.
08.30 am


Jam yang melingkar dipergelangan tangan kiriku sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi. Terlambat?   Mungkin kata itu yang pantas menggambarkan keadaan saat ini. Bagiku tidak ada kata terlambat untuk datang sekolah. Untuk hadir saja sudah lebih dari cukup. Selebihnya aku ingin datang jam berapa pun itu semua terserahku.

Baju kemeja putih yang dihiasi nama dibagian depan sebelah kanan. Dan tertulis nama asal sekolah yang terletak dibagian lengan kanan. Rok berwarna biru berjenis rempel selutut. Dilengkapi pula oleh sabuk dan dasi yang terpasang rapih dibadanku. Tidak lupa pula kaos kaki putih yang melekat dikakiku serta Sepatu converse hitam polos pendek yang aku kenakan kini. Aku rasa itu sudah cukup. Dandanan ala kadarnya. Tidak ditambahkan sedikit bedak atau lipstik seperti anak remaja lainnya.


Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Yang sudah menjadi tradisi turun temurun. Setiap peserta didik kelas 9 SMP atau 6 SD untuk melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pasti mereka melakukan kegiatan ini, kegiatan yang hanya membuang buang waktu. Masa dimana seorang senior memperlakukan junior seenak dengkulnya saja. Masa dimana pula junior tidak boleh membuat kesalahan sekecil apapun. Setiap kegiatan yang salah atau benar pasti ada konsekwennya. Bagi junior yang melakukan kesalahan, hukuman yang tidak masuk akal telah menunggu. Sedangkan junior yang melakukan kegiatan baik, pujian dari seorang senior segera meluncur tanpa aba aba apapun.

Aku tidak terlalu peduli dengan hukuman apa yang akan aku dapatkan nanti. Jelas hari ini aku telat  tiga jam dari jam masuk biasanya. Ntah caci-an dan maki-an apa yang akan dikatakan seniorku pagi ini. Tatapan sinis dan perlakuan tak seharusnya dilakukan yang akan terjadi nanti.

~~~

'Teng-teng-teng'

Suara ketukan pagar besi hitam milik sekolah baruku. Terdengar sangat nyaring. Berisik. Gumanku yang terasa risih dengan bunyi ketukan pagar itu. Tidak membutuhkan waktu lama. Seorang pria paruh baya keluar dari bangunan kecil, berjalan menuju pagar sambil melemparkan senyuman hangat miliknya. Senyuman seorang ayah.

"Iya dek, mau ketemu siapa ya?"

Pertanyaan itu membuatku bingung. Garis kerut didahi terlihat, menandakan sebuah pertanyaan yang muncul dibenakku.

"Saya mau masuk pak,"

"Masuk? Ade nggak salah? Ade kan masih SMP inikan SMA dek,"

Pantas saja ia menanyakan hal itu. Aku baru sadar jika aku masih mengenakan seragam sekolah duluku.

"Saya murid baru pak,"

"Oh murid yang lagi ikuttan MPLS ya? Aduuu udah telat atu dek jam segini mah. MPLS nya kan mulainya jam 06.00 pagi tadi. Adek udah telat 3 jam. Bentar lagi juga istirahat dek,"

"Saya mau masuk pak. Saya mau sekolah,"

"Tap---"

"Pak masih mending saya masih ada niattan buat datang kesekolah,"

"Ya-yaudah kalau adek maksa. Tapi kalau dimarahin kaka senior bukan tanggung jawab bapak ya dek,"

Tak perlu menjawab pernyataan itu. Aku segera pergi kearah aula. Bola mataku memerhatikan bangunan putih besar yang ada didepanku. Sepasang bola mata berwarna hazel coklat terpaku pada sebuah lapangan basket yang sangat luas. Disekolah lamaku bangunan aula dekat dengan lapangan basket. Mungkin sama dengan bangunan sekolah ini.

Nihil. Aula dibangunan ini letaknya berbeda. Harus kemana lagi aku mencari bangunan aula itu.

"Nyari apa dek?"

"Aula,"

"Oh aula. Itu di sebelah lapangan volly,"

Tanpa mengucapkan apapun aku segera pergi menuju bangunan itu. Cukup terdengar bahwa siswa itu membicarakan kelakuanku pada temannya. Biarkanlah. Itu tidak penting.

~~~

"Wadawwadidaw. Jam berapa nih adek? Sekolah nenek moyang ya?"

Sindiran itu yang meluncur ketika para senior melihat kedatanganku digedung itu, dan Tatapan sinis yang mereka perlihatkan padaku. Takut? Tentu saja tidak. Apa yang harus aku takutkan. Kesalahan? Ya aku tahu aku salah, yang penting aku hadir. Apa itu tidak cukup? Satu persatu dari senior itu datang kearahku.

Lucu sekali. Ibarat aku ini buronan yang terkepung. Tidak bisa kemana mana. Depan, belakang, kanan, kiri dipenuhi kaka seniorku. Tidak ada celah sedikitpun. Hal ini benar benar menggelitik perutku. Yang memunculkan sedikit senyuman dibibirku.

"Heh! Malah ketawa!! Gila ya lo?!" Suara senior itu berhasil membuatku tersentak terkejut. Aku paling tidak suka dibentak. Marah? Jelas aku marah.

"Bisa sopan nggak?"

"Wiss wiss wiss lo siapa disini? Udah salah, songong lagi sama senior,"

"Songong? Bukannya kakak yang songong? Kakak itu sok senioritas!"

Plak!!

Tamparan senior itu mendarat mulus dipipi kiriku. Panas. Tamparan itu berhasil memecahkan emosi yang ku pendam sejak tadi. Ragaku terpenuhi dengan amarah. Akal sehat untuk saat ini tidak dapat membantu melawan amarah yang menjadi jadi. Tanpa aku sadari, setelah tamparan itu mendarat dipipiku dengan cepat kedua tanganku mendorong tubuh tinggi yang ada didepan ku. Sontak setelah kelakuan itu membuat orang disekitar terkejut. Heboh. Satu kata itu yang menggambarkan keadaan saat ini.

Senior itu tersungkur kelantai. Membuat badannya terbentur dengan keras. Malu. Jelas terlihat dari raut wajah senior itu.

"Kurang ngajar!!"

Satu cambakan tepat dirambutku. Dengan cepat kutepis lengan yang ada di kepala. Tidak sempat aku membalas cambakan itu, ditambah pukulan mendarat dipipi kananku. Alhasil badan mungilku terpental ketangga yang berada di samping belakangku. Badanku berguling ditangga yang cukup curam. Mencoba menghentikan itu dengan sekuat tenaga. Berhenti. Tapi lengan kananku tergelincir akibat insiden itu. Kini aku benar benar marah pada senior sialan itu.

Saat berjalan menuju senior gila itu, aku mengambil pecahan keramik lantai yang runcing. Ntah setan apa yang merasuki jiwaku. Dengan emosi yang diluar kendali. Aku menggoreskan pecahan itu dilengan kiri senior gila itu. Histeris. Semuanya panik saat melihat cairan berwarna merah itu mengalir cepat dilengan senior itu. Gila. Itu yang mereka ucapkan padaku. Aku tertawa saat melihat cairan itu. Ntah apa yang lucu.

~~~

Jangan lupa baca terus kelanjuttan ceritanya ya. Jangan sampe ketinggal dari setiap part nya:)). See you next part

*l*

ILUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang