«11»

14 3 0
                                    

-ARGA WARKATAN-

Pria ini memberikan minuman dan makanan yang ia beli tadi kepada wanita yang kini duduk disebelahnya. Wanita ini tampak masih kesal dengan pria yang berada disebelahnya. Pria ini mencoba menghiburnya. Tapi tetap saja ia mendiamkannya seperti ini.

"Udah berapa lama tinggal sama patung?" Tanyaku yang memecahkan keheningan sejak tadi.

Wanita ini akhirnya melihat kearahku dengan tatapan benci. Aku paham arti dari tatapan itu. Aku coba untuk mencairkan suasana yang mulai menegang saat ini.

"Ngapain ketawa tawa? Emang ada yang lucu? Udah ah gua mah kekelas aja," ucapnya mulai berdiri bangkit dari kursi. Dengan cepat ku cegah langkahnya dan menyuruhnya untuk naik kepunggung ku.

"Ngapain si gua udah bisa jalan," tolaknya.

"Udah naek aja," paksaku sambil menggendong wanita ini duduk dibelakangku.

Selama diperjalanan menuju kelas, wanita ini terus mengomel karena malu menjadi perhatian. Aku tahu, sudah tadi dia berkelahi denganku tapi kini aku dengannya malah bermesraan. Yang membuat fans ku heboh melihatnya. Kelasku dengan kelasnya memang bersebelahan jadi itu tidak masalah bagiku mengantarnya untuk sampai depan kelas. Setelah sampai didepan kelasnya aku menurunkannya dengan perlahan. Tapi wanita ini malah pergi begitu saja meninggalkan ku yang masih didepan kelasnya.

Aku mengikutinya hingga ke tempat duduknya. Setelah sampai ditempat duduknya aku duduk disebelah bangkunya yang kosong. Manarik kursiku dengannya hingga tidak ada jarak sedikitpun. Aku menaikkan kedua kaki ku keatas meja dan menaruh sebelah lenganku dibelakang kursinya. Sontak kelakuanku membuat orang bertanya tanya. Ada apa?

"Iih Dimas kenapa kamu duduk sama cewe gila itu," ucap salah satu fansku.

"Iyasi Dimas. Padahal kita kita kan udah lama banget pengen deket sama kamu,"

"Kan dia pacar saya," ucapku enteng yang membuat fans fansku heboh mendengarnya. Bahkan ada yang menangis.

"Apaansi lo? Suka ngada ngada!"

"Iih sayang kan aku udah bilang tadi di lapangan. Kalau kita udah pacaran," ucapku sambil mengacak ngacak rambut milik Nega.

Wanita ini terlihat sangat marah padaku. Tanpa disadari guru mata pelajaran saat ini telah datang untuk mengisi kelas. Mata pelajaran Bahasa Indonesia saat ini. Guru yang mengajar seorang pria paruh baya dengan kumis tebal dan kacamata kotak miliknya.

Sub bab kali ini adalah puisi. Setiap peserta didik wajib membuat puisi miliknya. Dan membacakannya didepan kelas. Bagi puisi yang menarik dan bagus akan diikut sertakan dalam perlombaan puisi yang akan datang.

Awalnya berjalan lancar. Hingga saat dimana pria yang duduk bersamaku ini meminjam segala alat tulis. Bodoh memang. Ini bukan kelasnya, kenapa harus mengikuti pelajaran disini si? Pelajaran Bahasa Indonesia terbagi tiga jam saat berlangsungnya pembelajaran. Satu jam diawal membuat puisi, sisanya membacakannya didepan.

Saat pembacaan puisi ditunjuk secara acak oleh gurunya. Dipanggil mulai dari siswa pria yang tidak aku ketahui namanya. Ia membacakan puisi yang berjudul 'Ibu'. Diawal terdengar sangat indah, namun dipertengahan ia malah menangis menjerit jerit. Yang membuat satu kelas tertawa melihat ekspresi wajah yang ia tunjukkan. Kemudian puisi berjudul 'Pahlawan' masih dibacakan oleh seorang pria sambil memeragakannya dengan berlebihan. Menggebrak meja, menendang kursi, hingga memukul papan tulis dengan sangat keras. Pembacaan puisi begitu berjalan lancar, begitu banyak judul yang dibacakan. Ada yang mengambil dari google atau sama dengan teman hanya dibedakan kalimatnya. Guru itu menunjuk kearah pria yang duduk disebelahku, untuk maju kedepan membacakan puisinya.

ILUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang