Zero #8

52 5 0
                                    

Zero menggendong Bosnya dalam diam. Pikirannya melayang ke tempat lain.

Sedikit kesadarannya mampir sejenak.

Dia sedang mencari tahu alasan sesungguhnya mengapa dia sampai repot-repot menguntit gadis itu. Bukan satu-dua hari, dua bulan! Bukankah itu susah masuk tindakan kriminal? Sejujurnya, ini bukan caranya. Zero tidak pernah sekalipun melakukan itu kepada orang lain. Apa yang dia harapkan dengan menguntit Koharu? Minta maaf atau hal yang lain--sesuatu kekhasan perasaan yang belum mampu Zero deskripsikan?

Apa dia sedang mengharapkan Koharu menyadari kehadirannya?

"Zero…" Suara halus di telinganya membuat Zero geli. Bukan apa-apa, hanya aneh melihat Bosnya berubah jadi Bawang Putih yang kalem. "Seandainya saya suka kamu, apa kamu mau menerima saya?" Dia menunggu Bosnya mengucapkan kalimat lain. Sayangnya, Bosnya berhenti menggerakkan pita suaranya, membawa keheningan di tengah hiruk pikuk kendaraan bermotor dari dua arah.

Zero bertanya-tanya, apa tadi termasuk pernyataan cinta atau hanya soal ujian yang sedang dipertimbangkan penggunaannya?

Kalau dipikir-pikir sepertinya condong ke opsi pertama. Oke, untuk pertama kalinya Zero ditembak perempuan. Bosnya pula.

Tapi apa rasa bangganya sebanding dengan rasa cintanya? Tunggu dulu.

Dia tidak pernah tuh memikirkan Bosnya sebagai perempuan, yang benar adalah dia menganggap Bosnya sebagai mesin atm yang siap memberinya makan tiap bulan. Meskipun kelihatan kejam, itulah kenyataannya.

"Saya menyukai orang lain." Lalu sekonyong-konyong pernyataan itu keluar dari mulutnya. Entah dia harus mengaitkan dengan siapa kata 'suka' yang belum lengkap itu. Kata 'suka' yang belum memiliki jiwa. Kata 'suka' yang abstrak dan patut ditelaah lebih jauh. Apa dia sedang menunjuk dan merekomendasikan Koharu? Apa begitu? Lagi-lagi Zero tidak tahu. Memangnya dia berhak menyukai gadis itu?

"Gadis di perpustakaan itu ya?" Pertanyaan retorik itu diucapkan Bosnya, disusul hembusan napas lesu dari hidung setengah mancungnya.

Zero sampai heran darimana si Bos tahu perihal gadis favoritnya itu? Tapi tentu saja dia tidak mengatakannya dengan gamblang. Dia hanya bertanya dalam hati dan berharap Bosnya secara sukarela menjelaskannya.

"Saya kenal dia. Dia juga tahu kamu, btw. Jadi buang kacamata butut, masker kere, dan hoodie kumal milikmu. Be gentle. Kamu kan laki-laki. Untuk apa menguntit segala?" Kata Kate sembari tersenyum tipis. Dia sadar diri, dia telah mencintai orang salah di momen yang salah. Jadi, untuk apa mempertahankan kesalahan dan membiarkannya membusuk dalam hati? Membuang borok adalah cara terbaik supaya tubuh tetap sehat. Analogi yang tepat untuk hatinya saat ini.

Demi mendengar kalimat Kate yang diluar dugaan, Zero buru-buru menurunkan 'karung goni' dari balik punggungnya, lalu melepaskan rangkulan tangan Kate dari lehernya. Dia pamit pulang dan meninggalkan Kate bengong di tempat karena bingung dengan perubahan perilaku Zero.

Dia ingin mandi, gosok gigi, menyemprotkan parfum setengah botol, pakai pomet sekalian menyisir rambutnya rapi, memakai kemeja terbaik, lalu menunggu jam empat sore sambil nonton TV.

Zero, ya dia, akan menemui Koharu secara gentle.

Dia ingin diakui keberadaannya.

###

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUNGLASSESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang