Setelah kesana-kemari mencari seseorang, bukannya berhasil melihat malaikatnya, mata Zero malah katarak melihat pocong betina itu di trotoar depan Perpusda. Heran, dia sudah repot-repot pakai hoodie, kacamata hitam, sampai masker segala untuk kamuflase, yang terjadi justru…ah! Kenapa nenek itu bisa mengenalinya?!
"KYAAAAA DASAR!!! AKU MASIH INGAT KAU, DASAR ANAK MUDA TIDAK TAHU TATA KRAMA!!”.
Zero ingin sekali menimpali, "lebih gak sopan mana aku atau nenek-nenek keriput yang pakai bedak sekarung ditambah gincu sekampung di siang bolong?'. Geisha? Lewat. Germo, iya.
Tanpa pikir panjang, Zero memutar tubuhnya dan lari. Apalagi lemparan sepatu dari orang asing yang kebetulan lewat mengganggu acaranya, bikin bete sekaligus mengaktifkan sisi bertahan hidupnya.
Sepersekian detik sebelum tubuhnya benar-benar menghadap ke arah berlawanan, ekor mata Zero menangkap sosok itu. Koharu. Saking sibuknya kabur, dia sampai lupa mengomentari masker beruang Koharu yang kelihatan, maaf, gagal fokus sama dandanannya.
Harusnya kamu pakai masker dinosaurus biar kece, batin Zero sungguh-sungguh.
Untuk beberapa alasan, dia juga sungguh-sungguh berlari sampai lima belas menit kemudian, dia lupa bahwa tempat tinggalnya berada tepat di selatan dari tempatnya berdiri merenung menatap langit.
Rasanya dia ingin berkata kotor sambil berurai air mata.
n.b. dia lupa bawa dompet aka bokek aka jalan kaki aka gembel.
Ah, sudahlah.
###
Dia menatap Bos perempuannya yang sedang memakai penutup mata bergambar oppai.
Apa dia sedang mengaktifkan mode 'hidup segan mati tak mau'? Batinnya.
"Bos, gajinya?" Tanya Zero untuk kedua kalinya. Dia curiga, apa mungkin Bos mudanya sedang terbelit hutang sampai pura-pura tidak mendengar suara seksinya?
"Itu amplop di hadapanmu apa? Kamu pikir saya mau minta sodaqoh?" Bos yang namanya masih menjadi misteri bagi Zero ini tiba-tiba membalasnya dengan judes.
"Oh, ok." Zero buru-buru mengambil amplop di atas meja. Sejujurnya dia tadi terlalu fokus mengamati oppai di penutup mata si Bos. Kira-kira oppai siapa ya yang jadi model? Pikirnya, sama sekali tidak berfaedah terkesan porno.
"Udah kan?"
Bukannya menanggapi pertanyaan Bosnya, Zero justru membuka tutup amplopnya, menarik isinya, lalu mulai menghitung lembaran uang dengan jempol dan jari telunjuk yang dilumuri ludah.
Mendengar suara asing dan satu-dua cipratan cairan misterius, Bos Zero mulai bersuara.
"Ngapain?" Tanyanya serius.
Setelah selesai menghitung dan hasilnya pas, Zero baru menjawab pertanyaan Bosnya. "Memastikan korupsi telah dicabut dari akarnya."
"Hah?" Bos Zero heran dengan makhluk evolusi kera yang kebetulan punya kapasitas otak utuh di depannya. "Cepat keluar. Saya sibuk!" Sekali lagi, dengan suara judesnya dia membentak Zero.
Zero menghendikkan bahu tidak peduli, keluar ruangan, kemudian berlari ceria ke rumahnya.
Disisi lain, Kate yang sedari awal bertekad menahan diri itu mulai membuka tutup matanya. "Yahuu~ tutup kepala ini memang ampuh menangkis pesona Zero." Sepertinya dia sudah jatuh terlalu dalam pada pesona Zero. Bahkan dengan tidak tahu malu, dia tidak berminat mengusap air yang bercipratan di mukanya dengan tisu. Pikirnya, itu adalah 'air' (entah keluar dari lubang mana) yang dihasilkan tubuh Zero. "AW," pekik Kate kesenangan.
Oke, fix.
Member tetap budak cinta.
###

KAMU SEDANG MEMBACA
SUNGLASSES
RandomZero, fotografer freelance yang berpikir hidupnya cukup datar sampai ia bertemu dengan seorang malaikat pencabut nyawa. Ops, malaikat penolong maksudnya. Malaikat tanpa sayap yang menyebut dirinya 'Koharu'. Seorang perempuan bercup B, (mungkin?) ya...