1.5K 162 8
                                    

Dowoon tadi sudah pulang ke rumahnya, tetapi ia segera keluar lagi dan berangkat ke rumah Sungjin saat mendengar Sungjin yang sudah pulang. Dowoon memakirkan Porschenya di samping mobil Audi A8 berwarna hitam milik Sungjin. Ia menuruni Porschenya dan melangkah masuk ke rumah Sungjin seakan-akan rumahnya sendiri. Tanpa sadar tersandung dan terjatuh sebelum membuka pintu. Dowoon meringis, kakinya tidak merasa sakit namun sikunya terasa sedikit sakit. Lalu ia membuka pintu dan masuk dan berusaha tidak merasakan sakitnya seperti tidak ada yang terjadi.
Ia mendapati Sungjin yang tengah duduk di kursi ruang keluarga dengan ponsel menyala, ia tampak sangat serius.
"Hyung." panggil Dowoon.
Sungjin menoleh lalu menyambut kedatangan Dowoon dengan bro-hug. Lalu mempersilahkannya duduk.
"Jadi?" tanya Dowoon.
"Dowoon, maafkan aku. Jika saja aku tadi jadi datang mungkin kau tak mengalami hal ini." kata Sungjin. Sungjin tahu Dowoon benci keterlambatan, tidak suka kehidupan pribadinya diganggu dan juga tidak suka menjadi perhatian publik. Ia juga tahu Dowoon sedang malas memikirkan percintaan, mencintai seseorang saja belum pernah, jadi tidak mungkin jika berita ini benar.
Dowoon mengerutkan dahinya, tidak tahu apa yang dimaksud Sungjin, lalu mencuri pandang pada ponsel Sungjin yang memperlihatkan hot news hari ini yaitu beritanya tadi di caffe dengan seorang wanita.
"ck. Wanita itu berani juga." gumam Dowoon.
"Apa? Aku tak dengar, Dowoon." tanya Sungjin.
"Tidak. Maksudku tidak apa-apa hyung. Aku tahu kondisi hyung. Jadi sebelumnya, ada apa? Kenapa tadi minta untuk bertemu?" tanya Dowoon mengalihkan topik pembicaraan.
Lalu Sungjin pun menjelaskan maksud dari tujuannya mengenai kerja sama dari perusahaan Dowoon dengan Devance. Mereka terlalu sibuk sampai tidak menyadari sosok lain berada disana, dia Jae, tengah meneriaki kedua pria itu untuk makan malam.
Dowoon menghentikan pembicaraan dan mengikuti apa kata Jae. Ia mendudukan dirinya di kursi ruang makan. Sedangkan Sungjin tampak tengah membantu Jae untuk menyiapkan nasi, sesekali pun dia menjahili Jae. Dowoon hanya memperhatikan dua sepasang suami ini dari belakang. Sungjin dan Jae sudah menikah. Pernikahan kedua pria bermarga Park juga masihlah muda yaitu berumur 8 bulan. Sungjin merupakan bawahannya yaitu COO perusahaannya. Sedangkan Jae merupakan model dan vlogger terkenal. Ia ingat pertama kali Sungjin dan Jae bertemu ialah saat Jae menjadi model untuk game terbaru perusahaannya saat itu. Kisah Sungjin dan Jae memang klasik. Sayangnya ia tidak pernah mencintai seseorang. Ia juga tak tertarik. Ia memang pernah jatuh cinta, namun ia jatuh cinta untuk pertama kalinya saat ia bertemu dengan Torie, anjing kecilnya. Lalu ia juga pernah suka pada kakak kelasnya dulu waktu SMA tapi itu hanyalah sekedar rasa suka karena kagum. Ia tak mengencani orang-orang yang mendekatinya karena ia pikir mereka hanya menginginkan hartanya. Ia tidak tahu mengapa ia begini, apakah mungkin standarnya sangat tinggi? Ia berpikir sampai tiba-tiba ia terbayang oleh wajah seorang pria manis yang ia temui tadi, Wonpil. Senyum hangatnya membuatnya meleleh seketika. Lamunan Dowoon buyar saat Jae meletakkan mangkuk berisikan nasi dihadapannya.
"Selamat makan Dowoon-ah." kata Jae sambil mengusak rambut Dowoon.
Dowoon tak merasa terganggu saat diperlakukan seperti anak kecil, karena ia sudah menganggap Sungjin dan Jae sebagai keluarga keduanya. Ia tersenyum dan mengangkat sumpitnya.
"Selamat makan, hyungdeul"
.
.
Pukul 10 malam lewat 37 menit, Dowoon baru pulang dari rumah Sungjin dan Jae karena keasikan membicarakan bisnis dengan Sungjin yang membuat Jae bosan mendengarnya. Ia melajukan mobilnya di jalanan yang masih ramai. Lalu berpikir sejenak dan memilih memberhentikan mobilnya di depan apotek. Dowoon ingat jika obat lukanya habis dan sikunya yang sakit pun belum sempat ia obati tadi. Jika sampai rumah, apa yang harus ia lakukan.
Dowoon masuk ke dalam apotek yang disambut oleh salah satu orang disana. Ia melihat ada seorang pria yang tengah berbincang dengan salah satu wanita yang menjaga disana. Pria itu memakai kaus berwarna soft pink. Dowoon tak mempersalahkan dan dia berjalan menuju salah satu karyawan yang tidak sibuk.
"Obat luka dan antiseptiknya." kata Dowoon dengan suara beratnya lalu Dowoon melepas jasnya dan menyampirkan jasnya pada tangan kirinya. Ia juga melepas satu kancing kemejanya bagian atas.
"Dowoon-ssi?"
Dowoon sedikit terlonjak dan menolehkan kepalanya ke kiri, disana ada pria berbaju soft pink tadi yang ia kenali sebagai Wonpil.
"Oh? Selamat malam, Kim Wonpil-ssi." sapa Dowoon. Lalu ia sedikit membungkukkan badannya.
Wonpil mendekati Dowoon dan tersenyum padanya. Ia mengucapkan kata-kata sepeti "Senang bertemu kembali denganmu, hari ini.". Aura Wonpil yang sangat cerah meskipun malam semakin larut seakan menyilaukan mata Dowoon. Dowoon mengangguk menjawab sambil menerima obatnya dan membayarnya. Dowoon hanya diam saja saat Wonpil sedikit bertanya apa yang ia lakukan di apotek malam-malam begini. Ia berusaha menahan perihnya luka di sikunya. Tiba-tiba ada yang mencengkeram tangan kirinya,  sedikit membuatnya terkejut dan menahan sakit yang menjadi di siku tangan kirinya yang terluka. Dowoon mendengar tarikan nafas yang amat kuat yang berasal dari Wonpil.
"Astaga. Anda terluka! Lihat kemeja anda terkena darah." kata Wonpil yang hampir seperti jeritan.
Wonpil meminta sesorang bernama Seunmi? Sungmin? Sunmi? Entah Dowoon tidak terlalu dengar karena Wonpil yang terburu-buru saat berbicara pada orang itu. Lalu orang itu pergi dan kembali dengan membawa sebuah plester luka dan kasa. Wonpil mengambil barang itu dan menarik Dowoon keluar apotek.
"Ikut saya."
.
.
Kini mereka duduk di kursi yang Dowoon tidak tahu kenapa ada di luar apotek. Dowoon hanya pasrah saat Wonpil memintanya untuk diam. Dowoon hanya memperhatikan apa yang Wonpil lakukan. Wonpil tampak serius, ia mengangkat lengan kemeja Dowoon dan membersihkan sekitar luka dengan alkohol. Lalu memberikannya obat luka. Dowoon sedikit meringis dan memilih memfokuskan pandangannya pada wajah mulus Wonpil. Ia bisa melihat mata besar Wonpil yang berbinar terkena cahaya bulan. Begitu lama, mengagumi paras sosok di depannya. Sampai tak sadar jika Wonpil sudah selesai mengobati lukanya dan tinggal memberikan plester luka. Lalu Wonpil menempelkan plester luka.
"Selesai." kata Wonpil sambil tersenyum lalu mendongakkan kepalanya.
Hal itu membuatnya tertegun. Ia bisa merasakan nafas Dowoon yang menerpa wajahnya. Wajah mereka hanya berjarak 10 sentimeter. Lama diposisi itu, Wonpil segera mengalihkan pandangan begitu juga Dowoon. Dowoon merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, tanpa tahu Wonpil merasakan hal yang sama. Jujur saja ini pertama kalinya ia seperti ini.
"Ehm." Dowoon berdeham guna mencairkan suasana. Ia pikir kondisi saat ini gila, karena hanya dengan bersama orang yang baru ia kenal tadi sore, ia bisa merasakan jantungnya berdetak begitu cepat serasa ingin loncat dari tubuhnya.
"Terima kasih." kata Dowoon.
"A-ah. Sama-sama. Tidak perlu berterima kasih.. Ini sudah tanggungjawabku sebagai dokter." jawab Wonpil sambil melambaikan tangannya.
"Kalau boleh tahu, kau bekerja dimana?" tanya Dowoon yang penasaran.
"Sebenarnya aku dokter anak di Jinsim University Hospital." jawab Wonpil.
Lalu mereka berbicara tentang banyak hal seperti anak-anak dan pekerjaan Wonpil. Dowoon rasa Wonpil adalah orang baik dan sangat hangat. Wonpil bahkan tidak menunjukkan ketidaksetujuan dalam pembicaraan mereka yang sedikit menyinggung kehidupan pribadinya. Pembicaraan mereka tidak kaku. Terdiam sejenak pun tidak terasa canggung. Mereka pun menghilangkan kata-kata formal yang berlebihan, meskipun mereka berdua masih memakai kata yang sopan. Wonpil tertawa kecil saat menceritakan tingkah laku salah satu pasiennya yang membuat Dowoon tersenyum tipis melihatnya. Lalu bibirnya terbuka.
"Kau manis." gumam Dowoon tanpa sadar, yang masih terdengar di telinga Wonpil.
"Eh?"
"A-anu maksudku. Ini sudah semakin larut. Sebaiknya kau pulang saja." kata Dowoon yang sedikit panik dengan kata-katanya, ia pun mengalihkan pembicaraan.
Wonpil memiringkan kepalanya tak mengerti. Dowoon yang melihatnya menjadi gemas. Ia menggigit bibirnya.
"Ayo aku antar pulang." ajak Dowoon.
"Oh.. Tidak. Maaf. Rumah saya sekitar sini, jadi tidak perlu." tolak Wonpil dengan halus.
Dowoon pun tak membujuk lagi namun Ia menyampirkan jas yang ia bawa tadi ke kedua bahu milik Wonpil. Saat Wonpil akan membuka bibirnya untuk protes. Dowoon segera memotongnya dengan senyuman manis yang jarang ia perlihatkan.
"Tidak boleh menolak. Hati-hati. Aku pamit. Sampai jumpa."
Ia menepuk pelan bahu Wonpil lalu berbalik dan pergi meninggalkan Wonpil yang membeku dengan sikap Dowoon.
Dalam perjalanan pulangnya, Dowoon tersenyum bodoh mengingat kelakuannya tadi.
"Bodoh."
Sepertinya ia akan tidur nyenyak malam ini.
.
.
T B C
.
.
Halo. Part 2 sudah di publish. :)
Maaf untuk chapter ini berantakan sekali kata-katanya ㅠㅠ
Jangan lupa untuk voment!

I Just | Dopil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang