Bab 4 Kamu Bumiku

5.1K 557 18
                                    

"Hari Senin, minggu ketiga bulan ini, aku akan datang ke sekolahmu. Temui aku di ruang BK ya!"

Sepenggal tulisan itu membuatku berdebar. Tulisan Mas Angga yang rapi telah terbaca olehku. Membuat sebuah simpul senyum di bibirku. Ah senangnya dia akan datang. Surat yang penuh kabar bahagia. Memang klasik dan kuno sih. Konon seorang Airlangga menulis surat karena tak mau kalah dari saingannya, Wirya Samudra Dewandana, kakak kelasku.

Iya, pada akhirnya setelah adegan pematang sawah itu, Mas Angga jadi rajin menulis surat. Senang deh, bisa membaca tulisannya. Terasa lebih nyata saja dibanding cuma telepon sembunyi-sembunyi. Ingin rasanya aku cepat ke minggu depan, iya senin minggu depan.

Kabarnya, Sermatutar Airlangga Sakha Handojo akan datang ke sekolahku. Katanya sih mau reuni dengan guru-guru. Sekalian kasih pesan pada junior-junior. Oh iya, untuk promo Akademi Militer kata dia. Aduh tanpa dipromo juga udah terkenal. Apalagi setelah artis sekolah masuk ke sana, makin banyak siswa lelaki yang ingin mengikuti jejaknya.

Termasuk salah satu pengagumku, ya yang bikin Mas Angga kesel, Mas Wirya. Emang sih kata Mas Angga masuk Akmil itu nggak kayak masuk mall. Tapi, Mas Wirya itu bisa loh. Buktinya, dia sekarang udah jadi taruna. Hebat ya bisa mewujudkan mimpi. Jadi pengen.

Ngomong-ngomong tentang mimpi, aku yang udah kelas tiga SMA selalu saja masih bingung. Apa ya tujuanku hidup? Apa hanya untuk mencintai Mas Angga? Kenapa aku nggak punya pikiran lain selain jadi pasangannya? Terlalu sempit dan naif pikiranku.

Tapi, kalau dijelajahi isi otakku, memang cuma nama Mas Angga di sana. Dia penghuni tetap sejak aku kelas 1 SMP. Mau dikata apa, dia cinta pertama dan mungkin terakhirku. Ya semoga dia jadi yang terakhir. Walau kayaknya jauh sekali harapan itu. Apalah aku dibanding dia. Aku tak sepopuler tak secantik wanita yang mendekatinya.

Sebenarnya aku galau akut. Karena satu nama, Aruni. Ya nama yang indah, seperti wajahnya. Dia adalah wanita yang disebut dekat dengan Mas Angga. Satu akademi gitu dengannya. Masih seangkatan dengan Mas Wirya gitulah. Darimana aku tahu, dari Mas Wirya. Dia nggak bohong, ada buktinya. Selembar foto mereka pernah bersama. Sempit ya dunia ini. Itu-itu saja.

Hubungan tanpa status yang kujalani ini penuh dilema. Mau menuntut apa, Mas Angga tak pernah mengakuiku sebagai kekasihnya. Baginya, aku adik kecil yang sangat dicintainya. Adik kecil yang ingin dia jadikan keluarga. Bukan istri ya, keluarga. Sebab dia tak pernah membahas tentang kata 'istri'. Mungkin terlalu dini untuk anak sekolahan sepertiku.

Kalaupun dia pernah mengajakku menikah, pasti itu hanya guyonan. Seorang Airlangga gitu. Tidak mungkin semudah itu, kan? Seleranya pasti lebih tinggi dariku. Lebih cantik, kaya, anak pejabat, dan itu pasti. Makanya akhir hubungan kami masih abu-abu, suram, bahkan mungkin hitam.

Ah, aku lelah dan merebahkan kepalaku di atas meja. Memikirkan ujian nasional saja sudah pusing. Ditambah mikirin dia. Yang mungkin sudah lupa. Tapi aku kadung cinta. Sumpah sejauh apapun aku pergi, justru kami makin dekat. Semakin aku lupa, justru makin ingat. Tuhan, aku cinta Mas Angga.

Tiga hari aku memikirkan ini. Tiga hari nggak enak makan. Nggak bisa tidur. Pengen dengar suaranya tapi nggak bisa. Ini kali ya yang namanya galau. Super rasanya, campur aduk seperti mie instan.

"Eh ada Erlan. Ih ganteng..."

"Mana? Mana?"

"Itu jalan di koridor."

"Ha, Mas Angga." Aku gelagapan, bak bangun dari mimpi.

Halo kemana saja kamu, Kania? Saking galaunya kamu sampai lupa ini hari apa. Ini hari senin minggu ketiga dan Mas Angga akan datang ke sekolah. Bahkan, katanya sudah datang. Aku langsung terburu menuju kerumunan anak-anak.

Langit dan Bumi (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang