Bab 10 Bersamamu

3.4K 404 44
                                    

Kedua insan itu bergandengan tangan di sepanjang jalan setapak lapangan Rampal. Tak banyak bicara, hanya diam sambil menikmati dinginnya Kota Malang. Kania menunduk sembari menatap kaki mungilnya. Sesekali dia melihat kaki tegas Erlan. Berbeda dengan Erlan yang sesekali mencuri wajah Kania. Tak henti dikaguminya wajah cantik itu.

"Kania cemong ya Mas?" tanya Kania tiba-tiba yang membuat Erlan kaget.

"Iya, jelek banget!" jawab Erlan spontan yang membuat Kania mendongak.

Dia bergegas mengelap mulutnya, "aduh kenapa gak bilang dari tadi sih, Mas?"

"Biarin, biar kamu jelek dan gak dilirik sama siapa-siapa!" jawab Erlan sekenanya.

"Gak adil Mas Erlan ih!" protes Kania.

"Trus apa, kamu mau tebar pesona sama tamtama remaja yang lagi korve itu?" tanya Erlan setengah cemburu.

"Siapa juga yang tebar pesona? Mas Erlan cemburu ya? Dari tadi aku kan gak lihat kemana-mana. Aku nunduk terus karena mau jaga pandangan. Aku jaga hatinya Mas Erlan. Mas kali yang gak pernah jaga pandangan. Udah deh gak usah drama, kalau kita jauhan Mas juga udah jajan matanya!" cerocos Kania seperti air mancur.

Erlan gemas dan menutup mulut Kania dengan telunjuk jarinya, "ceriwis kamu. Aku gak semurahan itu!"

"Alah cowok dimana-mana sama!"

"Gender kamu, Ka!" jundu Erlan kesal.

"Abisnya Mas Erlan gitu. Itu buktinya mas-mas tentara yang disana itu juga lagi liatin aku kan," ucap Kania sambil menunjuk gerombolan tentara yang sesekali mencuri pandang padanya.

"Heh, aku itu calon pemimpin mereka. Mana sempet aku ngliatin cewek. Yang ada aku ngliatin mereka, kerjanya bener apa gak. Kamu itu oon apa gimana sih!" Erlan setengah membentak walau hatinya deg-degan. Bagaimana tidak, dia juga sering memandang perempuan lain, Aruni.

Kania diam dan menunduk. Baginya, tak berguna berdebat dengan Erlan. "Ya udah mau dikata apa Kania selalu salah."

"Gak selalu sih," potong Erlan.

"Dari kemarin kamu manggil aku 'Erlan'," sambung Erlan sambil mesem.

Kania mesem, " itu aja?"

"Kamu juga mencintaiku, dan itu adalah kebenaran yang hakiki." Kania tertawa tanpa suara.

"Kok gitu, emang kamu gak cinta aku?"

"Enggak!" Kania menghindari Erlan sambil menjulurkan lidahnya.

"Dasar cewek gila!" umpat Erlan kesal.
---

"Kenapa kamu ngliatin bawah terus dari tadi? Kamu lagi kumat apa gimana!" sindir Erlan sambil menyenggol bahu Kania.

"Gak kok Mas. Kania cuma lagi merenung," jawab Kania pelan sambil menyeruput es jeruk perasnya.

"Merenung apa, sambil bikin gunung juga gak? Jangan lupa dibuang ke WC."

"Apaan sih Mas nih, jorok banget. Aku cuma suka aja liatin kaki Mas."

"Kenapa, kamu mau minta sepatuku, iya kan?" tuduh Erlan tanpa ampun.

"Kaki Mas Erlan ini bakalan kemana ya? Apa akan pergi jauh meninggalkanku? Apa kita akan selalu berjalan beriringan? Apa kita akan selalu berjalan bersama? Apa aku akan bersamamu ke tempat yang indah dengan kaki itu?" ujar Kania lembut. Mata indahnya menerawang ke lapangan yang luas.

"Yang jelas, kita akan selalu berpisah. Kamu dengan tugasmu dan aku dengan kewajibanku. Aku sudah tanda tangan kontrak Kania. Tubuhku saja ini bukan milikku. Aku tidak bisa memilih jalan hidupku, seperti kamu." Jawaban Erlan terdengar lugas.

Langit dan Bumi (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang