Now Playing
Confused-Kayla BriannaLaisya baru saja turun dari taksi. Ia berjalan pelan memasuki pekarangan rumah. Setelah dibukakan pintu oleh Bi Wati, Laisya langsung masuk dan duduk di sofa. Ia meletakkan tasnya disamping, kemudian menyandarkan punggungnya pada sofa.
"Kenapa, Non?" tanya Bi Wati.
"Bisa tolong ambilin air hangat nggak, Bi?"
"Iya, Non." Bi Wati langsung bergegas menuju dapur dan kembali dengan membawa segelas air putih hangat.
"Bibi ambilkan makan sekalian ya, Non."
Laisya mengangguk pelan.
Bi Wati kembali lagi dengan membawa sepiring makanan untuk Laisya, kemudian menaruhnya di atas meja.
"Makasih ya, Bi."
Laisya mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Dan Bi Wati duduk di sampingnya.
Laisya tidak tahu mengapa rasa nyeri kali ini sepeeti berlipat-lipat rasanya. Selain belum makan, rasa-rasanya Laisya sedang stress saat ini.
"Non, yang sakit apanya?" tanya Bi Wati.
"Perut Icha nyeri banget, Bi rasanya."
"Biasanya Non minum apa kalau lagi nyeri gini?" tanya Bi Wati. Kentara sekali jika Beliau sangat cemas.
Belum sempat Laisya menjawab, terdengar suara bel. Bi Wati segera berdiri dan membuka pintu utama.
Laisya tertegun ketika melihat siapa yang datang. Untung saja suapan makanan Laisya sudah cukup banyak. Kalau tidak pasti Laisya sudah tidak akan makan lagi saat melihat Aga datangsambil membawa satu plastik yang sepertinya berisi makanan.
"Lo ngapain?" tanya Laisya sambil meletakkan piring ke atas meja. Kemudian diambil Bi Wati dan dibawa ke dapur.
"Udah selesai makannya?" tanya Aga yang sudah duduk di samping Laisya sambil membuka plastik dan mengeluarkan beberapa isinya.
"Nih yoghurt rasa stroberi." ujar Aga sambil mengangsurkan sebuah kotak yang berisi yoghurt. Tidak hanya itu ternyata masih ad beberapa camilan lain dan tidak tertinggal yaitu coklat.
Jangan heran, Aga memang akan selalu membelikan Laisya yoghurt saat perut Laisya terasa nyeri karena datang bulan.
Laisya ingin menolak, namun Ia tidak bis memungkiri bahwa yang dibutuhkannya saat ini adalah ini.
"Makasih." ujar Laisya.
Aga tersenyum tulus, "Sama-sama."
Tangan Aga mengangsurkan plastik yang tadi Ia bawa. Ia sengaja membelikan ini semua untuk Laisya, karena yaaa hal ini seperti sudah menjadi. . . kebiasaannya.
"Nggak perlu, ini aja udah cukup kok." ucap Laisya. "Makasih banyak, lo bisa pulang sekarang." Laisya mulai beranjak dari duduknya.
"Gue mau ke kamar dulu, ya." ucap Laisya kemudian melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya dan meninggalkan Aga yang sedang duduk sambil menatap punggunya yang semakin menjauh.
Mengapa semesta seolah mempermainkan Laisya, memporak-porandakan hatinya, mengacak-acak pikirannya. Seolah semesta membuat dirinya tidak tahu harus berekspresi seperti apa, tidak tahu harus merasa apa. Hanya kebingungan dan penasaran yang Laisya rasakan.
Semenjak Aga memutuskannya tempo hari, bukankah seharusnya mereka saling menjauhkan diri, dan ya, itu yang Laisya lakukan. Saat ini Laisya sedang membatasi dirinya dengan Aga, membangun benteng pertahanan dari nol agar Ia tidak jatuh lebih dalam lagi. Tapi mengapa seolah-olah Aga malah mendekatkan diri padanya lagi. Sebenarnya apa yang Aga inginkan darinya?
• • •
Aga berdiri dari duduknya tepat saat Bi Wati kembali sambil membawa segelas air.
"Loh den kok buru-buru, udah Bibi bikinin es jeruk nih."
Aga tersenyum kemudian berdeham pelan. "Iya nih, Bi. Hehe." ujar Aga sambil nyengir.
"Diminum dulu ya den sebelum pulang."
Aga mengangguk kemudian memgambil gelas yang berisi es jeruk kemudian meneguknya hingga setengah. Ternyata menahan kesal karena diabaikan Laisya membuatnya haus.
"Makasih ya, Bi. Makin enak aja nih kalau bikin es jeruk." ujar Aga sambil tertawa kecil.
"Bisa aja den." Bi Wati terlihat tersipu karena pujian yang baru saja Aga lontarkan.
"Oh ya, Bi." Aga meraih plastik yang tergeletak di atas meja. "Titip buat Icha ya, Bi." Ag menyerahkan plastik tersebut kepada Bi Wati.
"Kenapa nggak dikasih sendiri aja, den?" tanya Bi Wati.
Aga hanya nyengir.
"Lagi berantem ya kalian." tanya Bi Wati.
"Ahahahah." Aga tertawa pelan. "Biasa Bi."
"Yaudah deh, Aga pulang dulu ya, bi." ujar Aga sambil meraih kunci motornya. "Kalau Icha ada apa-apa tolong kabari Aga ya, bi."
"Iya den."
Setelah berpamitan pada Bi Wati, Aga segera berlari keluar rumah menuju motornya. Setelah memakai helm fullface dan menstater motornya, Aga segera melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Laisya. Dan tanpa sepengetahuannya bahwa ada sepasang mata yang mengawasibya dari atas lantai dua dengan perasaan yang tercabik-cabik.
Selama perjalanan pikiran Aga tidak bisa tenang. Ia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Setelah putus dari Laisya, Ia pikir akan merasa lebih baik dan bebas, namun yang dirasakannya malah berkebalikan. Justru Ia merasa ada beban, apalagi saat melihat Laisya seperti tadi, Ia merasa seakan mengkhianati tanggung jawabnya, belum lagi Om Adrian sudah sangat percaya padanya. Namun kembali lagi bahwa saat ini Ia dan Laisya tidak seperti dulu, bukan lagi berstatus sebagai pacar. Belum lagi Mama dan Kak Risa yang masih sering menyalahkannya karena keputusannya untuk mengakhiri hubungannya dengan Laisya. Ahh, memikirkan ini membuat kepala Aga rasanya ingin meledak.
• • •
Hai hai hai
Update lagi nih. Hehe
Aku akan usahain supaya bisa rajin updat lagi. Sebetulnya kalau otak lagi jalan gini rasanya pengin nulis terus karen kalau nggak, aku akan lupa dan males ngelanjutinnya. Tapi di sisi lain juga aku sedang mempersialkan diri untuk ujian yang sangat penting. Jadi disela-sela belajarku, aku akan sebisa mungkin untuk menyalurkan imaginasiku ini.Dan sekian duku untuk part ini. Terimakasih untuk kalian yang sudah setia membaca dan menunggu update annya. Jangan lupa untuk vote dan komen. Share juga lebih baik hehe.
Love 💕
S_
KAMU SEDANG MEMBACA
M A N T A N
Teen FictionMANTAN Satu kata yang mendefinisikan banyak makna. Satu kata yang membuat kita deg-deg an ketika melihatnya, atau hanya Laisya yang merasakannya. Seperti kebanyakan perempuan yang baru putus cinta, Laisya Kei Ashana belum bisa melupakan mantannya...