Di wilayah ini, pepohonan kering tanpa daun, kabut tebal menyelimuti hingga sinar rembulan saja enggan singgah di sana. Alunan melodi serangga malam bahkan tak terdengar setelah mereka memasuki Lembah Hitam.
Ini malam penentuan. Malam yang menjadi akhir dari perjalanan mereka.
Lucius menatap sekitar penuh kewaspadaan, kejadian dengan vampir tadi menjadi pelajaran berharga untuknya. Kita tidak boleh lengah walau keadaan memanjakan mereka.
Langkah Ethan menyusuri Lembah Hitam perlahan-lahan, dahinya mengernyit saat merasakan sesuatu yang ganjil di sana. "Seperti ada yang aneh," gumamnya.
"Claire, jangan tinggalkan aku sendiri," pinta Jasmine.
Claire tersenyum sembari mengangguk. "Tentu, kenapa aku harus meninggalkanmu sendiri? Kita terbiasa bersama, 'kan?"
Aku punya firasat tak baik, Claire.
"Ethan, jangan jauh-jauh, kita tidak tahu ada apa di sini," ucap Lucius memperingatkan.
Saling menjaga adalah kewajiban semua orang di kelompok itu, agar tak terjadi masalah yang mengakibatkan nyawa mereka terancam. Lucius sebagai kapten tim selalu mengawasi teman-temannya.
Formasi masih mereka jalankan, selalu menjadi tameng dan pelindung untuk kedua gadis itu. Ethan memimpin di depan, dia kesulitan melihat karena kabut yang semakin tebal. Terkadang tangannya harus meraba agar tak menubruk pohon.
"Jika seperti ini terus waktu kita akan habis," ucap Ethan.
Di belakang sana Lucius mengangguk sependapat dengan Ethan, tapi mau bagaimana lagi hanya cara ini yang dia rasa amat untuk mereka.
Mereka semakin masuk ke dalam Lembah Hitam, bermodal keberanian dan penerangan minim dari Claire.
Sepanjang perjalanan Claire hanya diam saja, tapi mata gadis itu menatap awas sekitar seperti tengah mencari sesuatu. Entahlah, Claire merasa mereka sedang diawasi oleh seseorang. Tapi Claire tak yakin ingin mengungkapkan hal ini pada yang lain, bisa saja ini hanya perasaannya.
"Claire," panggil Jasmine dengan nada berbisik, "apa kau juga merasakannya?"
Sebelah alis Claire terangkat, kerutan tergambar di dahinya. "Apa?"
"Berhenti!"
Serentak mereka berhenti berjalan, aba-aba Ethan tidak bisa dihiraukan begitu saja. Pemuda itu memiliki kemampuan spesial yang tidak bisa diremehkan.
"Ethan, kenapa?" tanya Jasmine pelan.
Ethan mengangkat tangannya menyuruh mereka diam, netranya bergerak liar meneliti setiap tempat di sana. Sesekali matanya terpejam lalu terbuka, dia seperti sedang berpikir keras.
"Aku mendengar suara seseorang di sekitar sini," kata Ethan.
"Kita sejak tadi diam, siapa yang bicara?" Claire bertanya-tanya.
"Mereka mendekat," gumam Ethan.
Lucius bergegas mendekati Claire dan Jasmine, Ethan menyusul kemudian. Mereka mengaktifkan formasi melingkar, hal ini memudahkan mereka untuk saling menjaga.
"Siapa yang datang?" tanya Lucius.
"Werewolf ...."
Jasmine spontan menepuk jidatnya, hatinya menjerit kala kata itu yang Ethan ucapkan. Jika vampir saja membuat mereka kocar-kacir, lalu bagaimana dengan werewolf?
"Astaga, aku sudah tak kuat jika harus bertemu mereka," lirih Jasmine.
"Sudah kuduga, pasti ada jebakan di sini," kata Claire. "Ethan, mereka ada berapa orang?"
Pemuda itu terdiam, antara tengah menghitung atau kebingungan. Ethan menggeleng pelan. "Entahlah, Claire, aku hanya mendengar suara batin dua orang. Tapi sepertinya mereka datang dalam jumlah banyak."
Suara ribut disertai suara geraman mulai bermunculan dari kegelapan. Tidak perlu menebak lagi, itu pasti kawanan werewolf.
"Kenapa Kak Kenzie tidak bilang kalau di sini ada werewolf?!" Jasmine menjerit putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back [TAMAT]
FantasyPLAGIATOR DILARANG MENDEKAT! INGAT ADA AZAB ••• Sequel Castilia Academy Diharapkan membaca Castilia Academy untuk kenyamanan dalam membaca ••• Ketika semua orang mengira, peperangan singkat itu adalah akhir dari segalanya. Semua dugaan itu ternyata...