02. KINARETTA ARSYAFIKA WIDINO

57 10 0
                                    

02. KINARETTA ARSYAFIKA WIDINO

“Aku menikmati setiap rintikan hujan dan memori yang dia ceritakan di setiap tetesannya.” —Kinaretta Arsyafika

Hujan. Satu kata tetapi beribu makna. Ketika hujan turun, semua kenangan akan menggenang di setiap genangan airnya. Hujan adalah anugerah paling indah yang di ciptakan Tuhan, bagi Retta.

Retta–cewek yang sedang memandang betapa indahnya hujan itu tersenyum. Satu tangannya, ia adahkan supaya terkena air hujan. Ia suka sekali dengan hujan. Sebab hujan, ia bisa menangis tanpa orang lain ketahui.

Hujan di sore hari. Seakan mengingatkannya pada kejadian beberapa bulan lalu. Saat ia masih bersama kekasihnya. Ia rindu masa itu. Masa dimana, mereka saling mencintai tanpa hadirnya orang ketiga. Masa dimana, mereka tahu betapa indahnya dicintai dan disayangi. Kenangan itu tak akan bisa terlupakan oleh Retta.

Kenangan yang masih membekas di hatinya. Hingga suatu hari tiba, kekasih Retta berkhianat di belakangnya. Retta tak apa jika dia berkhianat dengan orang lain asal jangan dengan orang-orang terdekatnya. Namun sayangnya, takdir berkata salah. Kekasihnya, berselingkuh dengan sahabat dekatnya sendiri.

Sejak hari itu, Retta tak percaya adanya cinta sejati. Ia tak percaya dengan orang-orang yang mencintainya dengan tulus, kecuali keluarganya yang ada saat ia senang atau terpuruk. 

Cinta pada pandangan pertama. Sangat klise mungkin terdengar di telinga kalian. Tapi itu yang dirasakan Retta pada saat ia pertama kali bertatapan dengan kekasihnya dulu.

Tapi sekarang, Retta sangat benci kata cinta. Bahkan, Retta tak mau lagi bersangkutan dengan apa itu cinta. Karena bagi Retta, cinta sejati bakal datang tanpa harus kita rencanain.

Hujan sudah mulai reda. Retta segera berdiri dari duduknya dan menerobos hujan untuk kembali ke rumahnya.

Gadis itu berlari menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh namun tidak dekat juga dari supermarket. Ya, gadis itu baru saja dari supermarket untuk membeli cemilan.

Saat sampai depan gerbang, ia berteriak memanggil satpam untuk membukakan pagar rumahnya. Setelah pagar dibuka, Retta langsung masuk ke dalam  rumahnya.

Di sofa ruang tamu sudah terlihat seorang cowok menggunakan baju santai tengah berbaring sambil menonton televisi.

Resta Arzilo Widino. Cowok itu menengok ke arah pintu yang baru saja dibuka. Terlihat Retta—adiknya yang sedang mengatur nafasnya yang sempat terengah-engah karena berlari dan terlihat baju cewek itu sedikit basah.

Resta segera berdiri dan mengambil handuk di kamar tamu dan menyampirkan handuk itu di kedua bahu Retta.

“Lo ngapain hujan-hujanan?” tanya Resta.

Retta melirik Resta sinis. Ia mengangkat plastik belanjaanya tinggi-tinggi ke abangnya itu. “Lo enggak liat? Gue abis ke supermarket depan, beli cemilan,” ucap Retta.

Resta menyengir polos, “kan gue enggak tahu. Bagi dong!” Resta mencoba mengambil platik belanjaan adiknya itu.

Retta langsung menjauhkan belanjaannya dari sang kakak. “EH! Apaan, sih! Enggak boleh! Gue beli hujan-hujanan, lo enak, ya, tinggal makan?”

Resta menatap Retta kesal, “masih mending lo gue ambilin handuk!”

“Gue enggak nyuruh lo, ya!” Retta menjulurkan lidahnya ke Resta. Ia segera berlalu ke kamarnya dan menjatuhkan handuk di bahunya di sofa ruang tamu.

RAILOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang