☄°•°○
Gelap. Itu yang Acha lihat. Matanya sangat berat. Berulang kali ia mencoba untuk membuka mata. Ia paksa hingga sebuah cahaya remang masuk ke matanya. Netra Acha menelisik tempat apa yang menampungnya.
Acha bergerak sedikit, mengubah posisinya menjadi duduk di atas kasur. Sekejap ia terkejut melihat Doyoung yang tertidur di sisi sampingnya, dengan posisi duduk di lantai.
Kedua mata Acha kembali melihat ke arah jam dinding, menunjukkan pukul satu dini hari. Kini Acha merasa sangat bersalah dan tidak enak hati sebab selalu merepotkan Doyoung seperti ini.
Berakhir Acha menangis.
"Maaf, Young..." ucap Acha pelan dengan suara parau.
Doyoung yang mendengar suara parau pun akhirnya terbangun lagi, ikut terkejut melihat Acha yang sudah menangis di depannya.
"Heh, kok nangis?" tanya Doyoung.
"Young, maaf, Young..."
Tangan Doyoung ikut mengusap pipi Acha yang basah. "Maaf apa, sih?" tanyanya lagi.
"Gue gak enak hati. Lo... gue repotin lagi. Maaf, Young!"
Doyoung pun naik ke atas kasurnya, ikut duduk di samping Acha. Ia bergerak memeluk gadis itu kembali. Doyoung paling tidak tega melihat Acha menangis.
"Jangan nangis," bisik Doyoung, "Udah tugas gue jagain lo."
Acha masih menangis. Ini pertama kalinya ia merasa tenang dipeluk seseorang. Beban di punggungnya seakan-akan meluruh perlahan.
"Makasih, Young. Maaf c-cuma tau ngerepotin lo doang..." ucap Acha lagi. Desisan kecil keluar dari mulut Doyoung, berusaha menenangkan Acha.
"Doyoung?"
"Acha kenapa lagi?"
Doyoung melepas pelukannya. Papanya baru pulang dari rumah sakit. Pria paruh baya itu ikut masuk ke dalam kamar Doyoung, duduk di kursi belajar anaknya.
"Acha? Kenapa?" tanya papanya Doyoung.
Acha menatapnya ragu dan gugup, "K-ketemu ayah, Om.."
Sekilas, papanya Doyoung menatap ke arah anaknya meminta penjelasan. Doyoung hanya menanggapinya dengan anggukan.
"Ya sudah. Acha istirahat dulu. Jangan takut, ya? Doyoung yang jagain. Besok pagi diantar pulang. Om ke kamar dulu," pamit papanya Doyoung. Beliau mengelus pucuk kepala Acha sejenak sebelum keluar dari kamar Doyoung.
Seperginya papanya dari situ, Doyoung turun dari atas kasurnya supaya Acha bisa kembali tidur. Besok pagi ia harus pulang ke rumah pamannya dan bersiap ke psikiater. Agar Acha cepat diberi meditasi.
"Tidur, Cha. Gue jagain di sini, kok."
Acha merebahkan tubuhnya, menghadap pada Doyoung. Doyoung menaikkan selimut hingga menutupi seluruh tubuh Acha, menyisakan kepalanya. Setelah itu ia berdiri, hendak ke dapur mengambil air dan kembali secepatnya.
"Doyoung," panggil Acha. Menghentikan langkah kaki Doyoung yang sudah sampai di ambang pintu kamar.
"Boleh minta tolong?" tanya Acha, "Yang terakhir. Janji."
"Apa?" balas Doyoung.
"Kapanpun lo bisa..." Acha menjeda kalimatnya, membuat Doyoung harus menunggu.
"...lo bisa temenin gue ke ladang lavender? Janji, ini permintaan terakhir gue."
Tanpa babibu, Doyoung mengangguk. "Iya. Nanti gue temenin," ucapnya sembari tersenyum pada Acha.
☄°•°○
KAMU SEDANG MEMBACA
[5] ᴘᴀɪɴ ʀᴇʟɪᴇᴠᴇʀ • ᴋɪᴍ ᴅᴏʏᴏᴜɴɢ ✔
Fanfickim doyoung selalu ada buat jadi pereda rasa sakit di hati acha. °•°○•°•○ ㅡ25/04/2019 ~ 15/05/2019.