“bahkan saat kau berada di titik puncak sekalipun, di dunia yang segalanya tampak begitu besar, kau hanya akan tetap menjadi bintang kecil di tengah galaksi. Bintang yang bersinar terang tapi perlahan cahayanya akan meredup.”
—Surat Terakhir Untuk Misha.---
Misha melirik ke arah kanannya. Menatap seorang lelaki yang paling tak ingin dilihatnya, kini duduk manis sambil berkonsentrasi dengan simulasi ujian yang diberikan bu Deisya untuk olimpiade nanti.
"heh bocah! Ngapain disini? Pulang sana!" usir Misha sambil mencodongkan tubuhnya. Mencoba berbisik dengan suara sekecil mungkin.
"pengen deket-deket ama bidadari." Yozra juga ikut berbisik saat Misha berbisik padanya tadi.
"jangan bercanda! Kehadiran kamu disini bikin aku kesel tau gak? Pulang aja sana." bisik Misha sekali lagi, sambil sesekali melirik bu Nadia—guru pengawas perpustakaan—yang masih setia terfokus pada ponselnya.
"enak tau, kalo kehadiran aku udah diperhatiin sama kak Ica. Berasa jadi orang penting tau gak." ledek Yozra sambil tertawa kecil saat merasa telah berhasil membuat Misha kesal.
Misha menghela nafas panjang. Entah kenapa Misha baru sadar bahwa untuk kedua kalinya dia bertemu dengan seseorang yang sama jahilnya seperti Elang.
"duh, ngapain mikirin dia lagi sih, Ica? Lupain dia." batin Misha sambil merutuki dirinya sendiri dengan menjatuhkan pena yang dipegangnya berkali-kali ke meja.
"kesal ya, karena habis digombalin?" ledek Yozra sekali lagi sebab merasa lucu melihat tingkah Misha menjatuhkan penanya berkali-kali.
"bukan kesel, cuma ngeselin aja."
"ya sama aja dong."
Misha mengerucut bibirnya saking kesalnya, sampai-sampai Yozra memotret Misha secara diam-diam. Baginya Misha terlalu lucu.
"hak cipta dilindungi undang-undang. Paham?" tukas Misha tiba-tiba.
Setelah terdiam karena ucapan tiba-tiba oleh Misha, akhirnya Yozra sadar. Ternyata Misha sudah mengetahui kalau Yozra memotretnya diam-diam. Pantas saja Misha menutupnya dengan helaian rambutnya. Makanya foto-foto yang diambil Yozra tak menampakkan wajah mungil Misha.
Drrt! Drrt!
Ponsel Misha bergetar. Sebuah panggilan masuk dari orang yang tak pernah Misha sangka sama sekali.
"halo?" sapa Misha ragu-ragu. Mencoba ingin mendengar suara yang sangat ingin dia dengar.
"hai kepompong kecil, apa kabar?"
Pemilik suara yang sama. Syukurlah. "baik, bagaimana dengan kamu?" Misha tersenyum teduh, sampai-sampai Yozra yang sejak tadi memperhatikan Misha, menjadi penasaran siapa yang menelfon Misha disaat sibuk seperti ini.
"baik, tenang aja. Penjaga Langit gak akan gampang sakit kok."
Gak akan gampang sakit? Misha tersenyum getir. "kapan kamu kembali, Elang?"
Yozra membulatkan matanya. Mencoba memastikan bahwa orang yang menelfon Misha adalah Elang. Pantas saja sejak mengangkat telfon tadi, mimik wajah Misha langsung cepat berubah. Ternyata dari mantan toh.
"aku udah bilang, Ca. Masih belum pasti kalau aku akan kembali. Jangan cepat merindu, ini baru satu bulan lho sejak aku pergi. Sang Elang masih sibuk berkelana mencari tempat berteduhnya. Kalau udah selesai, dia pasti akan pulang."
Misha berdiri, dan berjalan menjauh dari tempat ia duduk tadi. Dia tak mau pembicaraan dirinya dan Elang akan didengar oleh Yozra. Nanti lelaki satu itu akan ikut campur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Terakhir Untuk Misha
Teen FictionMisha Gisella Tyanala Deranata, sang ketua osis di Golden High School yang di kagumi banyak orang. Kecantikannya selalu meluluhkan hati kaum adam, sampai-sampai sudah tak terhitung berapa banyak kaum hawa yang merasa iri dengan apa yang dimiliki Mis...