STUM #3 : Little Troublemaker

39 10 6
                                    

rumah yang ku tinggali pun, bukanlah tempat pulang yang aman. Semuanya tetap sama, sama-sama mengecewakan.
—Surat Terakhir Untuk Misha.

---

Tugas pagi yang selalu dilakukan oleh Misha, sudah menjadi hal yang lumrah baginya. Bangun kepagian, sarapannya sedikit sampai sering dimarahi orang tuanya karena hanya makan satu roti dan minum susu saja, membersihkan ruang osis, dan menghukum orang-orang yang datang terlambat.

"hai kak!" sapa Yozra lantang, sampai membuat orang-orang berbicara kembali perihal dirinya dan Misha.

"kenapa terlambat?" tanya Misha tak mau berbasa-basi dengan makhluk satu ini.

Yozra mencondongkan tubuhnya. Mendekatkan bibirnya ditelinga Misha, sambil berbisik pelan. "trouble maker. Masih ingat?"

Misha memutar bola matanya dengan malas. Sudah tak mau peduli lagi dengan omong kosong yang selalu diucap Yozra. "masuk saja sana, tulis nama kamu sama sekretaris osis, lalu lari di lapangan selama 5x putaran." usir Misha secara halus.

"anterin kak."

Misha mendengus kasar. Kesal juga lama-lama dengan lelaki itu. "Natha!" Misha memanggil Nathalia yang sibuk menulis nama-nama siswa yang terlambat.

Nathalia berlari kecil. Menyusul Misha yang masih menunggunya sampai di tempat ia berdiri. "kenapa kak?"

"tulis namanya, terus bawa dia ke lapangan. Aku mau ke ruang guru dulu, ada satu hal yang perlu aku bahas sama bu Deisya."

"soal olimpiade tahun ini?" tanya Nathalia mencoba menebak-nebak.

Misha mengangguk. "tahun ini Elang sudah gak ada, hanya aku aja yang bisa mewakili sekolah di olimoiade kali ini, jadi aku perlu mengurus beberapa hal dulu."

"tunggu kak, aku mau ngomong sesuatu." sela Yozra dengan cepat, takut jika Misha akan segera pergi menyibukkan dirinya dengan olimpiade mendatang.

"2 menit."

"apa aku boleh ikut di olimpiade kali ini?"

Nathalia dan Misha menatap heran pada lelaki itu. Tapi jika Yozra bersedia mengikuti lomba, tak ada salahnya kan mencoba kemampuan Yozra dalam bidang pengetahuan?

"kalo gitu ikut aku ke ruang guru, nanti bu Deisya yang bakalan melihat seberapa tingginya pengetahuan kamu."

"kenapa bukan kakak saja?"

"aku juga sibuk. Selain sebagai peserta lomba nanti, aku juga ketua osis. Ada banyak hal yang perlu aku lakuin."

"kalau gitu kenapa gak lepas jabatan aja dari ketua osis? Kan lebih bisa banyak waktu buat kedepannya." Yozra tak pernah tahu, kalau omongannya kali ini dapat membuat Misha semakin benci padanya.

Misha memajukan dua langkah kakinya, dan mencondongkan tubuhnya agar bisa membisikkan sesuatu pada Yozra. "seumur hidup aku gak pernah benci seseorang, tapi nyatanya aku benar-benar benci sama kamu."

Degh!

Yozra terdiam membeku di tempat ia berdiri. Sementara Misha melangkah maju meninggalkan lapangan sekolah, dan berjalan ke ruang guru.

"Misha."

Misha menghentikan langkah kakinya tanpa menoleh ke belakang. "dimana sopan santun kamu, sampai kamu manggil nama aku seenaknya begitu?"

Yozra berjalan mendekat dan berdiri di belakang Misha. "aku juga harus ke ruang guru. Bukannya kamu bilang bu Deisya akan mengukur setinggi apa pengetahuan aku? Kalau gitu aku juga harus ke ruang guru." setelah selesai berucap, Yozra melirik ke arah Misha. Mencoba mencari tahu bagaimana ekspresi gadis itu saat ini. "lagipula kamu juga pernah dengarkan, kalau benci bisa berubah jadi cinta? Tunggu saja, aku akan buat kamu jatuh cinta ke aku. Untuk saat ini kamu bisa bebas benci aku sepuasnya, tapi nanti jangan salahkan aku kalau kamu jadi cinta sama aku."

Surat Terakhir Untuk MishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang