“dimana pun tempat aku berdiri, tak akan pernah sebanding dengan kehangatan yang kurasakan saat kau berada disisiku.”
—Surat Terakhir Untuk Misha.---
"kak Ica, kakak beneran di tembak adik kelas?" tanya Dela sambil mengikuti langkah kaki Misha ke meja kosong yang terletak di depan pintu masuk kantin.
"dahlah, Del. Aku gak mau bahas itu, males."
"tapi katanya cowok yang nembak kakak murid baru ya? Ganteng lagi."
Misha menghela nafas panjang. Dimana-mana, dirinya sudah menjadi perbicaraan umum. Awalnya Misha tak ambil pusing, toh pasti gosip tentangnya akan berhenti. Tapi nyatanya tidak. Seharian penuh semua orang menanyakannya, termasuk gadis yang sedang mengikutinya saat ini.
Keduanya meletakkan mangkuk kecil berisi bakso di meja kayu yang berukuran panjang, dan segera duduk sesaat setelah meletakkan mangkuk tersebut.
"kak, bukannya ini saat yang tepat ya?" sela Dela setelah selesai mengunyah baksonya.
"saat yang tepat buat apa?"
"yaa...cowok yang deketin kakak kan orangnya perfectly. Bahkan banyak lho yang mau deketin dia, termasuk geng cabe si Wendy itu. Tapi kenapa kakak gak mau sama cowok itu? Apa kakak masih setia nunggu kak Elang kembali?"
Sesuap bakso yang hampir masuk ke dalam mulut Misha, tak jadi dimasukkannya ke dalam mulut. Dirinya justru menatap Dela lekat-lekat. Merasa tak suka dengan pertanyaan tadi. "aku nunggu dia atau nggak, itu bukan urusan kamu. Aku nolak adek kelas karena dia, itu juga bukan urusan kamu. Harusnya kamu gak perlu ikut campur masalah aku. Harusnya kamu malah ngedukung aku. Tapi kalau kamu ngotot dengan pemikiran kamu, ya sudah, kamu percaya saja dengan gosip itu. Saya sudah tak peduli." Misha berdiri, meninggalkan Dela dengan perasaan bersalah.
Misha berjalan di sepanjang koridor sekolah. Matanya tak fokus ke depan. Dirinya merasa bersalah sudah meninggalkan Dela disana sendirian. Tapi Misha juga masih kesal dengan Dela maupun orang-orang yang saat ini sedang berbisik-bisik secara terang-terangan, karena masih tak berhenti menggosipkannya dengan lelaki yang 1 tahun lebih muda darinya.
Misha membelokkan langkah kakinya, berjalan ke ruang osis yang ada di belakang sekolah. Untung saja setiap jam istirahat, ruang osis selalu sepi tak berpenghuni. Dan karena hal itu, Misha selalu menyembunyikan dirinya di ruang osis.
Misha memilih duduk di sofa panjang. Mencoba membaringkan tubuhnya sejenak. Pikirannya menerawang. Kembali mengingat bagaimana sengitnya dulu saat sedang pemilihan ketua osis. Sebenarnya posisi Misha hanyalah Wakil Ketua Osis, posisi Ketua Osis yang sebenarnya adalah Elang Alvaro Fernandez. Tapi semenjak kepindahan sosok lelaki itu, Misha tak lagi menggubris perihal hilangnya lelaki itu. Misha sudah tak mau pusing lagi memikirkannya.
Misha terlalu sibuk tenggelam ke masa lalu, sampai tak sadar kalau ada seseorang yang menyelinap masuk ke dalam ruang osis.
Suara deheman terdengar, membuat Misha sontak langsung berdiri.
"hai kak!"
Misha membulatkan matanya lebar-lebar, saat orang yang paling tak ingin ditemui datang menghampirinya. "ngapain kesini?"
"pengen lihat anak kangguru."
Misha mengernyit bingung. "maksudnya? Aku gak paham."
"pengen lihat anak kangguru."
Jawaban yang sama, membuat Misha semakin mengernyit bingung. "apaan sih? Bingung deh! Kalo gak ada urusan disini balik saja sana. Kami tidak menerima orang luar tanpa alasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Terakhir Untuk Misha
أدب المراهقينMisha Gisella Tyanala Deranata, sang ketua osis di Golden High School yang di kagumi banyak orang. Kecantikannya selalu meluluhkan hati kaum adam, sampai-sampai sudah tak terhitung berapa banyak kaum hawa yang merasa iri dengan apa yang dimiliki Mis...