Apakah mencintai selalu sesakit ini?
Bolehkah aku bersama bahagiaku?
Atau memang tidak ada kesempatan bagiku?
Aisley, seorang gadis yang merasakan kesakitan sendiri. Pertengkaran orang tua yang membuatnya lelah. Hingga berpikir untuk pergi jauh.
Nam...
Entah apa yang ku rasakan Mencintai atau sekedar mengagumi? Saat melihatnya, segala atensiku beralih padanya Dengan tanpa permisi, kau ukir senyum di wajahku . . . .
Aku mengenyahkan segala perasaan aneh yang muncul tiba-tiba ini. Berusaha menormalkan kembali detak jantungku.
"Mario....". Panggilku seraya menoleh padanya.
"Iya tuan putri, ada apa?" Jawabnya dengan masih menggenggam tanganku dengan sebelah tangannya.
"Ada apa denganmu? Tidak biasanya kamu memegang tanganku seperti ini?"
Bukannya menjawab, dia malah tersenyum saat menoleh padaku sebentar sebelum akhirnya fokus kembali pada jalanan di depannya.
Sebenarnya aku ingin kembali bertanya. Tapi entah rasanya aku malas untuk membuka mulut. Ku biarkan tanganku terus di genggamnya. Sesekali dia mengusap lembut punggung tanganku.
**
Sekitar 40 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah mall. Setelah memarkirkan kendaraan, aku dan Mario berjalan beriringan memasuki gedung berlantai 4 ini.
Lagi-lagi aku membiarkan Mario menautkan jemarinya pada jari-jari tanganku. Sedikit aneh. Apa dia tidak takut kalau orang berpikir kami adalah sepasang kekasih?
Bagaimana jika ada wanita di mall ini yang menyukainya namun malah mengira aku adalah pacarnya? Tidakkah itu merugikan bagi Mario?
Entahlah.
**
2 jam sudah film di putar, dan selama 2 jam itulah aku hanya menutup mata, berteriak, hingga mencengkeram lengan Mario yang tertutup hoodie yang ia kenakan. Mungkin bila itu dibuka akan menampakkan kulit putih halus yang berubah kemerahan.
Biarkan saja. Salah sendiri mengajakku menonton film horor, padahal dia tau aku sangat tidak menyukai sesuatu yang berbau horor atau mistis. Aku terlalu penakut untuk itu.
Di menit berikutnya kami sudah keluar dari bioskop. Mario mengajakku makan sebelum mengantarku pulang, dan aku mengiyakan karna memang perutku sudah minta diisi sejak 15 menit lalu.
"Aily, kau tega sekali padaku. Lihat apa yang kau lakukan padaku?" Tunjuknya pada lengan yang tadi ku cengkeram. Kami masih mencari tempat makan yang pas.
Aku berbalik menghadapnya. "Apa? Aku tidak akan minta maaf. Salah sendiri mengerjaiku dengan mengajakku menonton film seperti itu."
"Tapi kan kau tidak harus melukai tanganku seperti ini. Aku yakin besok pagi akan berubah warna menjadi biru." Ia memanyunkan bibir, membuatku ingin tertawa karna ia terlihat menggemaskan.
"Tidak usah lebay! Memangnya sekeras apa aku mencengkeram tanganmu? Lagi pula kau itu kan kuat, otot-otot di tanganmu juga besar seharusnya tidak masalah dengan yang kulakukan." Aku berucap seraya jalan mendahuluinya.
Bukannya tidak peduli, tapi aku sedikit merasa bersalah padanya. Mungkin benar bekas cengkeramanku itu akan membiru. Ah bagaimana ini? Aku tidak mungkin meminta maaf. Gengsiku tinggi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.