“Cowok? Jangan bilang lo duduk sama yang namanya Arsena!” Yesika memandangi wajah Rhena menantikan jawaban selanjutnya yang keluar dari mulut cewek itu.
“Ah iya namanya Sena!” Ucap Rhena.
“Astaga-astaga ribet nih ribet, aduh Rhe lo pindah tempat duduk gih jangan sama dia.” Terdengar aneh memang ditelinga Rhena tapi ia penasaran setelah tau reaksi dari Yesika yang sangat heboh ketika mendengar nama Sena.
“Kenapa?” Respon Rhena santai.
“Lo salah kalo mau kenalan sama dia, Arsena Naraputra cowok troublemaker yang suka tawuran, suka balapan nggak jelas dijalanan, hobinya bolos sekalinya masuk kelas cuma pindah tidur doang dan kabarnya Sena itu ketua dari beberapa kelompok preman didaerah sini.” Jelas Yesika panjang lebar mengenai Sena.
“Katanya troublemaker kok bisa masuk Ipa?” Heran Rhena.
“Sekolah kita netapin kebijakan barang siapa yang sudah ambil jurusan dari kelas X maka dia nggak bisa pindah lagi ke jurusan yang lain.” Ujar Yesika.
“Jadi dia kelas X-nya ipa dong? Berarti dulunya pinter dong? Kenapa sekarang kata lo jadi nakal?” Rhena jadi tambah penasaran dengan cowok yang beberapa jam lalu duduk sebangku dengannya.
“Waktu kelas X dia sekelas sama gue, dia orangnya baik banget, peduli sama sekitar tapi entah kenapa dia tiba-tiba berubah jadi Sena yang sekarang. Kalo dia nggak berubah tuh sebenernya dia paket komplit loh udah pinter, ganteng, perhatian pula.” Yesika memutar otaknya memnjelaskan bagaiman sikap Sena waktu dulu.
“Jangan-jangan lo suka ya sama dia, kok kayaknya lo tau banget gitu.” Goda Rhena sambil menyenggol bahu Yesika.
“Apaan sih ngaco deh, semua orang kalo lo tanya pasti juga tau masalah Sena.” Jawab Yesika sambil memalingkan wajahnya kearah lain.
“Iya udah enggak deh.” Putus Rhena diakhiri kekehan kecil diakhir kalimat. “Ke kelas yuk.” Lanjutnya disetujui Yesika.
*~*~*~
Beginilah nggak enaknya jadi siswa baru, harus mengambil buku paket sendirian. Panas. Seperti yang dialami Rhena, cewek itu sekarang sedang duduk di depan perpustakaan sambil menyesap susu kotak yang dipegangnya. Tak lupa tangan yang terus ia kipaskan didepan wajahnya.
“Gila, capek banget anjir.” Keluhnya.
Sebenarnya Yesika berniat membantunya tadi tapi tidak jadi karena mendapat telepon dari mamanya. Tak apalah Rhena juga tidak mau menyusahkan temannya itu.
Buku yang diambilnya tadi lumayan banyak, hingga Rhena memutuskan untuk menyimpan beberapa bukunya di loker miliknya. Dan sisanya ia bawa pulang, mengurangi beban lah ya.
Usai meletakan buku diloker ia berjalan kearah gerbang. Sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa anak ekskul yang masih berkeliaran di area sekolah. Rhena melihat jam tangan yang melingkar di tangannya.
“Pantes sepi banget, udah jam 4.” Argumen Rhena.
Jam pulang sekolah sekitar satu jam yang lalu, pantas sekolah sepi. Ia melihat kearah gerbang yang sudah tidak ada orang, bagaimana ia pulang sekarang?
“Jam segini angkot masih ada nggak ya?” Tanyanya pada diri sendiri.
Rhena masih clingak-clinguk melihat ke sebrang jalan lalu memutuskan untuk menunggu angkot atau bus dihalte dekat sekolah.
Ia akan memesan ojek online handphone nya mati, lengkap sudah. Rhena mengedarkan pandangannya ke halte, sepi. Akhirnya dia memutuskan untuk duduk sendirian disana hingga tak sadar bahwa ada dua orang dengan badan besar-besar menghampirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rhe(na)than
Teen Fiction"Dan kenapa lo tolongin gue waktu itu, kenapa nggak biarin gue mati aja?"-Rhena. "Rhe, tolong ngertiin posisi gue."-Nathan. "Apa Nath apa? Lo mau bilang kalo lo nolongin gue karena kasihan iya Nath?"-Rhena. "Nggak git-" "Udahlah Nath basi tau nggak...