17. Saatnya Jujur kepada Shevia

261 10 0
                                    

Layar ponsel besar memutar slide show hasil foto yang diambil diam-diam oleh gadis si empunya. Tidak semua objek foto menghadap ke kamera, pemuda di dalam foto itu justru lebih banyak sedang hadap samping, menunduk, menutup wajahnya, bahkan hanya memperlihatkan punggungnya saja.

Tapi, itu semua sudah cukup membuat gadis itu lega, seharian bersama pemuda itu, kemarin, sudah membuat semangat hidupnya kembali. Sekaligus, membuat bara api cinta yang kemarin ditimbunnya dalam-dalam, mulai menyala lagi. Ia mungkin tidak peduli dengan janjinya, ia hanya perlu jujur, hatinya masih milik pemuda itu, masih dan akan selalu menjadi milik pemuda itu.

Shilla bergegas mengambil kunci mobilnya di nakas samping tempat tidur, dia sungguh selalu ingin berada di sebelah pemuda itu. Keinginannya untuk memiliki Ares semakin menjadi-jadi. Kali ini tidak ada lagi yang bisa mencegah.

***

Malam itu juga, Antares melajukan jazz merahnya kencang, menuju Bandung. Pikirannya sangat kalut, dia mencintai Shevia, amat sangat mencintainya. Shilla bahkan belum berhasil memiliki hati Antares sebesar Shevia. Tapi, sampai kapan Antares harus menyembunyikan ini semua? Tentang kebusukan ayah tirinya, dan apa yang akan terjadi kalau Shevia tahu itu semua?

Pikiran-pikiran itu berkecamuk di dada Antares, sampai tiba ia di Rumah Sakit Mutiara Hati, Bandung. Antares setengah berlari, mencari ruangan yang disebutkan petugas resepsionis di lobby utama rumah sakit. Pasien Hadrian.

"Ares!" Panggil seorang gadis, Antares tahu betul pemilik suara itu, "Via... "
Shevia menyambar tubuh Antares, mendekapnya begitu kencang, seolah memang cuma itu yang bisa ia lakukan selain bernafas.

"Kemana aja kamu kemarin, Res... Aku hancur liat keadaan papah."

"A-aku ada acara di sekolah Tania, Vi."

"Kamu bahkan nggak balas pesan aku, Res."

"Sorry, Via. Aku nggak akan ngulangin lagi. I promise."

Ares mendekap Shevia. Kini ia merasa tak lebih berharga dari seorang penjahat. Apa tadi? Ares berbohong? Sejak kapan ia mulai berbohong pada kekasihnya ini?

"Vi, ini diminum obatnya." Mara datang membawa tablet obat berwarna hijau muda dan sebotol air mineral.

"Via sakit apa, kak?" Tanya Ares kepada Mara.

"Maagnya kambuh, seharian kemarin dia nggak mau makan. Tadi pagi, aku paksa dia makan, tapi perutnya malah sakit."

"Via..." Ares menyentuh ubun-ubun Shevia.

"Kamu belum makan kan, Res? Itu ada Rio di kantin, makan dulu. Kalau kamu juga sakit, siapa yang jagain Via?"

"I-iya, kak. Aku aku ke kantin dulu."

Langkah Antares bagai terhuyung-huyung. Setelah ini, ia harus berkata yang sebenarnya pada Shevia. Harus. Ah, tapi apa saat ini waktu yang tepat? Tapi...

"Res?" Suara Rio membangunkan lamunan Antares yang barusan berjalan bagai takbernyawa, "kemana aja lo? Hp nggak aktif, parah banget lo."

"Sorry, Yo."

"Mau gue pesenin apa?"

"Bebas."

"Bu!" Rio memanggil ibu-ibu penjaga warung di kantin rumah sakit, "yang kaya gini satu lagi." Rio menunjuk makanan di hadapannya yang baru saja selesai dilahapnya.

"Nggak biasanya lo kaya gini, Res. Bukannya Shevia bagi elo itu nomor satu? Apa yang bikin elo jadi kaya gini? Kemana aja lo kemarin?"

"Berhenti ngintimidasi gue, Yo."

I'm Sorry, S (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang