1. Peri Kecil

1.9K 44 35
                                    


Bab 1
"Peri Kecil"

Tangisan alam sedikit demi sedikit mulai mereda. Menyisakan suasana dingin dan lembab. Malam ini sang bulan dan kawan-kawannya berupa bintang plus kedipannya itu seperti segan menampakkan diri.

Membiarkan malam sendirian menyapa bumi bagian barat pulau Jawa. Bandung.

"Sudah siap?," wanita paruh baya itu berbicara setelah membuka pintu kamar anak bungsunya. Sang gadis itu tersenyum.

"Udah, Mah. Semoga semuanya udah kebawa."

"Oke, mamah tunggu di mobil. Papah udah siap."

Gadis itu mengangguk pelan lagi. Wanita paruh baya bernama Tari itu mendesah khawatir saat melihat putrinya kembali menatap jendela kamarnya dengan wajah gelisah. Mungkin keputusan dengan suaminya untuk pindah dari Bandung sedikit kontra dengan kemauan putrinya. Walau, memang tak ada pilihan lain bagi mereka.

"Mana dia?" tanya seseorang dari dalam mobil.

"Masih di kamar. Biarin dia melepas kenangannya di sini sekali lagi, Pa," jawab wanita itu sambil menutup pintu utama yang sudah ditempeli kertas bertuliskan: DISITA OLEH BANK.

***

Kelabu. Warna langit Jakarta siang-siang begini. Deru dan debu berarak jadi satu. Mengajak segala hal menjadi buas dan jauh dari keramah-tamahan. Pemuda itu terus-terusan menekan klakson mobilnya. Bagaimana tidak, Terios putih susunya sama sekali tidak bergerak sejak setengah jam yang lalu. Agaknya keputusannya untuk meminjam mobil sang ayah sangat buruk. Aah, kenapa juga Jazz merahnya harus mogok kemarin malam? Oke, Apa pedulinya? Jazz maupun Terios tak berarti apa-apa di jalanan kejam ini. Ia menekan klaksonnya lagi.

Sebuah ponsel bergetar di atas dashboard mobil. Pesan masuk.

1 Message received

Wait me until October, dude. I'll come back to Indonesia!

Sender: S-

Pemuda itu tersenyum melihat isi pesan dalam ponselnya. Sejenak suara bising dari kendaraan di sekitarnya teredam. Beralih ke perasaan aneh tiap membaca pesan singkat dari gadis itu. Gadis yang sudah satu tahun terakhir ini menjadi sahabatnya di dunia maya. Semua bermula saat ia memberi komentar pada kiriman di blog milik gadis dengan inisial S itu. Kemudian, jemarinya menghitung sesuatu. Jarak waktu sekarang dengan bulan yang disebutkan gadisnya dalam pesan tadi. Ah, masih tiga bulan lagi... desahnya.

***

Seorang gadis menutup pintu mobil dengan sangat lemas, hingga wanita di sebelahnya harus mengulang menutup pintu itu. Wanita itu mengusap lembut kedua lengan putrinya. Dan berbisik bahwa semuanya akan baik-baik saja. Senormal kehidupan mereka di Bandung dulu. Walau kenyataannya sungguh berbanding terbalik. Rumah mereka, rumah yang menjadi saksi putri bungsu mereka tumbuh dewasa itu akhirnya memang harus mereka relakan.

Dan gadis 17 tahun itu kembali merapal kalimat andalannya, mencoba seikhlas mungkin menyebut rumah yang jauh lebih mungil dari miliknya di Bandung itu, menjadi rumah barunya. Rumah yang jauh dari kata mewah.

"Mamah udah ke sini seminggu yang lalu. Masuk deh, kamar kamu ada di ruang tengah. Ada nama kamu di pintunya. Kamu pasti suka. Ayolah, sayang semangat ini kehidupan baru kita."

"Iya, Mah. Tenang aja." Gadis itu berusaha meyakinkan mamahnya untuk tidak khawatir, walau keadaannya memang demikian.

Gesekan roda kopor beradu dengan lantai terdengar. Gadis itu menuju ruangan yang disebut mamahnya tadi. Ya, sebagian ucapan mamahnya memang benar. Ada gantungan papan bertuliskan namanya di pintu ruangan itu. Shevia's room. Tapi, bagian saat mamahnya berucap kamu-pasti-suka tadi agaknya kurang sejalan dengan hatinya. Kenyataannya ia tak begitu menyukai kamar ini.

I'm Sorry, S (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang