19

292 15 1
                                    

"Jennie—ya, kau harus dengar ini. Tapi kau harus kuat ya?" tiba-tiba saja Mama dan Papa Guanlin datang menghampiri Jennie sambil berkata demikian.

"Hm? Memangnya ada apa?" tanya Jennie penasaran karena tiba-tiba saja kedua orang tua angkatnya itu menyuruhnya mendengarkan kata-kata mereka dengan kuat.

"G-Guanlin nak, Guan... D-dia..." mama Guanlin tampak tak kuat menahan air matanya kini menangis di dalam dekapan suaminya.

"G-Guanlin... Kenapa? M-mama... Bicaralah sesuatu... Papa, ada apa dengan Guanlin?" tanya Jennie dengan wajah paniknya. Pertama-tama, papa Guanlin bukannya menjawab tapi menoleh ke arah Daniel yang sedang tertidur pulas di sofa ruangan VIP itu.

"Dia... Sudah tenang di sana. Tuhan sangat menyayangi dirinya. Sehingga tuhan tidak tega melihat Guanlin terus saja melawan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Kamu tahu nak? Guanlin sebenarnya mengalami penyakit Talasemia, dimana keadaan seseorang yg mengalami pendarahan darahnya sukar membeku. Guanlin kehilangan banyak darah dan saraf di otaknya rusak. Semuanya sudah berakhir, sudah berakhir bagi Guanlin. Saatnya ia menjalani kehidupan selanjutnya di alam sana." jelas papa Guanlin itu sembari memeluk istrinya yang masih menangis itu dan mengusap bahu Jennie perlahan.

Tubuh Jennie bergetar. Ia menunduk dan mulai terisak.

"T-tak apa. A-aku tahu maksud tuhan baik. Maka dari itu aku ikhlas. Papa, terimakasih sudah mau menerima diriku dan... Mama, kau sangat baik padaku. Apakah aku tak merepotkan kalian? Kalian begitu menyayangi Guanlin sehingga menerimaku begitu saja. Aku... Aku.." Jennie tak dapat meneruskan kalimatnya karena tiba-tiba ada yg mendekapnya begitu erat. Dia Kang Daniel. Jennie mulai menangis lagi, kali ini lebih keras.

"Sudah Jennie. Jangan bersikap seolah-olah kamu ini orang asing bagi kami. Kami menerima dirimu karena kami sedari dulu menginginkan seorang anak perempuan. Tapi istriku tidak bisa hamil lagi setelah melahirkan Guanlin, jadi kami sungguh sangat menginginkan anak perempuan." ujar appa Guanlin dengan tenang. Sifat appa Guanlin menurun pada anaknya. Sifat tenang tapi sebenarnya orang yg ribut.

"T-tuan Guan. Apakah tidak apa aku berpacaran dengan Jennie? Dan... Appa Jennie sangat ingin bertemu dengan Jennie. Tak apakah jika besok aku membawanya ke Seoul?" tanya Daniel pada papa Guanlin dengan ragu.

"Hehe, tak apa. Bawalah dia ke appa kandungnya. Bagaimanapun juga dia adalah orang pertama yang mengajarkan Jennie memanggil dia appa. Bawalah. Nanti kami juga akan pindah ke Seoul. Kami akan bekerjasama untuk merawat Jennie dan apakah appa mu memiliki perusahaan, Jennie?" ujar appa Guanlin menjawab pertanyaan Daniel dan giliran ia bertanya pada Jennie.

"Appa... Punya. Aku punya oppa, sepertinya dia sudah berangkat wajib militer. Ah.. Aku anak yang durhaka." gumam Jennie tidak jelas yang membuat papa Guanlin tersenyum kecil.

"Yeobo, kita pulang yuk. Kita harus menyiapkan pakaian dan barang yg perlu di bawa Jennie esok hari. Sudah... Uljimayo..." ucap papa Guanlin pada istrinya yang tangisnya mulai mereda. Istrinya mengangguk lalu menghampiri Jennie.

"Nak... Besok pagi-pagi sekali kami akan datang. Istirahatlah yg cukup. Nak Daniel, kami titip Jennie ya? Terimakasih tampan..." ujar mama Guanlin sembari mencubit pipi Jennie dan Daniel secara bersamaan.

"I-iya, N-Nyonya Guan" lirih Daniel sembari melongo. Jennie terkekeh dan kemudian menggenggam tangan Daniel yang membuat Daniel menoleh padanya dan langsung tersenyum manis.

"Bye! Kami pamit nee!!" ucap papa Guanlin sembari merangkul istrinya dan melambai pada Jennie dan Daniel.

"Bye!!" balas Jennie sembari melambaikan tangannya juga.

Setelah kepergian orang tua angkatnya dan orang tua mendiang adik angkatnya, suasana menjadi sangat canggung. Daniel melepaskan kontak fisiknya dengan Jennie tiba-tiba. Lantas Jennie menatap heran ke arah Daniel, kenapa tiba-tiba sekali? Biasanya tak seperti ini.

I Love You [Kang Daniel×Jennie Kim]••[SLOW UPDATE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang