Gabriel #4

60 31 4
                                    

Taman Khuldi adalah taman yang paling mirip dengan bumi. Semua pemandangan dari dunia manusia tampak terlihat nyata. Angin yang berhembus. Sinar bulan yang menerobos masuk di tengah gumpalan awan. Aroma keheningan malam.

Tapi, tidak dengan saat ini. Angin seolah membeku ketika Malaikat Sang Agung berdiri gagah dengan kilat mata yang tajam menyayat. Sayapnya yang berwarna biru terang seakan menarik semua cahaya yang dapat terlihat oleh mata. Sosok itu mengangkat pedang keemasannya tinggi-tinggi. Bibirnya tertarik entah membentuk senyuman atau seringai atau entahlah karena detik berikutnya sosok itu mengayunkan pedangnya dengan gerakan cepat dan kuat.

Aku memejamkan mata seketika. Punggungku tiba-tiba merasakan sakit yang teramat sangat seperti tercabik.

"Aaaaa!!" Aku membuka mata dan melihat langit-langit kamar. Is it a dream? Aku menghela nafas lega dan membalikkan badan.

Cowok aneh bernama Lucifer itu sedang tertidur di sampingku sambil tangannya merengkuhku dalam pelukan.

Aku berteriak sekali lagi semakin keras.

——

"Gaby kenapa itu teriak? Coba liat ke kamarnya."

"Akhir-akhir ini Gaby sering banget teriak-teriak." Mea naik ke atas dan membuka pintu kamar.

".... Hah?! Memang siapa yang bilang kamu boleh tidur di kasur?"

"Loh? Bukannya semalam pas aku tanya, kamu ngangguk."

"Berarti yang ganti baju aku juga kamu?"

Dia mengangguk.

"Astaga, Luc! Apa yang kamu lakukan sih?!" Geramku kesal sambil memukulinya dengan bantal, berusaha tidak membayangkan yang terjadi semalam.

"Kalian berdua sudah bangun? Yuk sarapan! Ributnya nanti lagi dilanjutin."

"Mea!" Aku memasang tampang ekstra memelas pada Mea. Berharap mendapatkan pembelaan darinya.

Namun, Mea hanya menutup pintu kamar dan turun kembali ke bawah.

Lucifer berjalan kearahku, sementara aku mundur ketakutan.

"Ma-mau apa?"

Dia menarik lenganku dan mencium keningku. "Selamat pagi, Gabriel." Katanya sambil tersenyum manis.

Mukaku memerah. "Mandi." Aku berjalan ke kamar mandi dan menyalakan shower.

Meskipun mati-matian tidak memikirkan yang terjadi semalam. Entah kenapa pikiranku tidak bisa teralihkan.

Aku membuka baju dan melihat bekas-bekas kemerahan di sekujur tubuhku.

Cowok itu!

Aku curiga ini ulahnya. Aku memegang pipiku yang panas. Kenapa aku jadi malu-malu gini?

Aku menyentuh bibirku. Ada bekas kemerahan yang tertinggal. Ini bukan mimpi kan? Dia itu iblis, Gab. Sadar! Aku tidak mungkin jatuh cinta dengan iblis!

Setelah membilas busa sabun di tubuhku, dan menatap lama di cermin.

Aduh! Aku mikir apa sih dari tadi?

Aku memukul-mukul kepala kemudian mematikan shower. Setelah itu, memakai seragam dan mengoleskan sedikit pelembab di bibirku agar bekas kemerahan tadi tidak terlihat.

"Sudah?" Tanya Lucifer begitu aku keluar dari kamar mandi. Dia berdiri di depan pintu menghalangi jalanku.

"Minggir!"

Dia mencengkeram pundakku dan melihat bibirku. "Ada sesuatu di bibirmu. Biar aku bersihkan."

Aku mendorong tubuhnya sebelum dia sempat menciumku lagi. "Kamu ngapain sih? Aku sengaja pakai lip balm, buat nutupin bekas gigitan kamu kemarin." Loh? Kenapa aku malah jadi malu-malu? "Ini semua salah kamu! Bisa tidak kamu berhenti cium aku? Setidaknya, sampai aku cukup mengenalmu."

Fallen Archangel ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang