SANI & RANI 6

223K 8.6K 293
                                    

Rani menuruni setiap anak tangga rumah menuju ruang makan yang terletak dilantai satu, disana ayahnya sudah duduk dan menyantap makanan. Seketika wajah Rani yang tadinya ceria sambil berlari kecil berubah menjadi murung. Bagaimana tidak? Secara ayahnya tidak membangunkannya, dan lebih parahnya lagi tidak menunggunya untuk sarapan.

"AYAH!."  Seketika ayah terlonjak kaget ketika mendengar teriakan Rani.

Sean yang mendengar teriakan dari putrinya tersenyum kikuk, ntah kenapa teriakan putrinya menjadi sarapan yang paling mengenyangkan baginya."Kamu kenapa?pagi-pagi udah teriak. Gak baik."

Rani melipat kedua tangannya dan memajukan bibir bawahnya."Ayah nggak nungguin Rani makan."

" Siapa suruh bangunnya lama, lagian ayah mau berangkat ke Bandung. Kamu nggak apa-apa kan tinggal sendiri untuk beberapa hari?." Mendengar perkataan Sean seketika membuat mata Rani berkaca-kaca, ia harus tinggal sendiri lagi dirumah besar ini. Sebenarnya Sean sudah melarang Rani untuk tidak pindah, tapi mau gimana lagi  kemauan putrinya adalah number one.

Ranipun sama, ia juga tidak ingin selalu ditinggal ayahnya, sejak bundanya meninggal cuman ayahnyalah yang ia miliki. Alasan Rani ngotot untuk pindah supaya ayahnya tidak tau kalau dirinya mengidap penyakit yang merenggut bundanya. Sejak kejadian itu kesehatan jantungnya tidak stabil.

"Sayang kenapa kamu sangat ingin pindah ke Jakarta? Apa kamu tidak ingin tinggal sama ayah?."

Rani semakin bertambah bersalah dengan ayahnya. Sebisa mungkin Rani tetap tersenyum." Ayah, sampai kapan putrimu ini menjadi dewasa kalau selalu ayah manjakan. Rani ingin mandiri yah."

Sean bahagia melihat putrinya semakin dewasa. " Baiklah kalau itu keinginan kamu, ayah setuju." Ucap Sean sambil menghelus rambut putrinya.

"Tapi ayah masih kawatir ninggalin kamu."

Rani memegang tangan ayahnya."Ayah. " Kata Rani dengan lembut dan menatap mata Sean yang teduh." Ayah jangan kawatir, Rani bisa jaga diri kok."

"Ayah percaya sama kamu, tapi hari ini ayah yang antar Rani kesekolah."

"Eh gak usah yah, Rani sama angkot aja. Biar mandiri gitu." Yakali ayah antar gue sama mobil mewahnya, bisa-bisa semua orang disekolah pada kepo siapa gue. Batinnya.

" Lah kok naik angkot? Lagian mobil kamu kan ada."

"Duh jadi gini yah, Rani tu nggak mau jadi pusat perhatian semua orang di sekolah. Rani nggak mau orang luar tau gimana kehidupan Rani. Rani nggak mau cari perhatian orang yah."

"Rani nggak mau kayak dulu lagi, di sekolah lama Rani mereka selalu berusaha supaya bisa berteman dengan Rani tapi cuman sekedar mencari famost aja. Kebanyakan mereka hanya memanfaatkan Rani karena Rani anak dari keluarga Pradipta, dan memanfaatkan kecerdasan Rani. Walaupun ada sebagian dari mereka yang benar-benar tulus berteman dengan Rani.  Dan Rani tidak mau di sekolah Rani yang sekarang mendapat Fake friend lagi.

Salah satu alasan kenapa Rani tidak memperlihatkan kehidupannya yang sebenarnya adalah karena pengalamannya yang terdahulu. Dimana Rani mempunyai banyak teman, tapi hanya Hana dan Revan yang benar-benar tulus menjadi temannya. Selebihnya, manis didepan saja.

Berbicara tentang Hana dan Revan, mereka apa kabar ya?.

"Oke ayah izinkan kamu pergi dengan kendaraan umum, tapi sekali saja terjadi apa-apa. Ayah tidak akan mentolerinnya lagi, dan ayah akan ketat penjagaan kamu."

"Iya ayah." Kalau ayah sampai tau apa yang Rani sembunyikan dari ayahnya, apakah Sean akan mengambil kebebasan Rani?.

Maaf ayah Rani menyembunyikan ini dari ayah. Bagi Rani lebih baik tidak hidup sama sekali dari pada hidup tapi terasa mati. Batinnya.

*
*
*

Disekolah.

"Ran lo kanapa sih dari tadi gue perhatikan  lo nggak memperhatikan pak doyo didepan, untung sih doyo nggak lihat lo tidur dari tadi, kalau dia lihat bisa abis lo." Freya dan Fani yang juga mendengar ucapan Adelia langsung nenoleh kebelakang.

Sedangkan Rani, dia masih tetap dengan posisi awal, dengan tangannya dilipat dimeja dan menyandarkan kepalanya dimeja.

"Lo nggak apa-apa Ran? Kita mau ke kantin, lo nggak ikut?." Tanya Freya.

"Gue mau disini aja, gue capek, pala gue pusing." Ucap Rani dengan lesu.

"Emang lo abis ngapain?." Tanya Fani

" Tadi gue kesekolah naik angkot."

Ketiga sahabanya menaikan alisnya." Trus masalahnya apa?." Tanya Freya.

"Masalahnya ini pertama kalinya gue naik benda sejarawan itu, gue sampai muntah tadi digerbang." Seketika mereka tertawa pecah, dan untungnya cuman mereka berempat didalam kelas.

"Gila, lo benar nggak pernah naik angkot Ran? Trus selama ini lo pergi kemana-mana naik apa?." Tanya Fani.

" Sama mobil." Ucap Rani yang masih lesu.

"Lagian lo kenapa sih nggak mau bawa mobil, gue yakin kalau semua orang sekolah ini tau kehidupan lo yang sebenarnya, lo akan jadi the most wanted girls Ran, ngalahin sih Clara malahan."

Rani mendongakkan kepalanya dan menatap ketiga sahabatnya.
"Fan, gue nggak mau diistimewakan, buat apa jadi tenar, buat cari teman? Gue nggak butuh banyak teman, cukup kalian bereempat. Kadang mereka hanya pengen tau gimana kita, tapi mereka belum tentu perduli. Dan gue pengen cari real frend bukan fake friend."

"Tapi kenapa lo percaya sama kita?." Tanya Adelia.

"Karena cuman kalian mau menerima gue dari awal dengan tulus, padahal penampilan gue pertama masuk sangat terlihat biasa, dan kalian membuka tangan dan menerima gue. Dari situ gue langsung mengklaim kalian sebagai sahabat gue, bodoh emang, padahal kita baru kenal dan gue langsung percaya sama kalian."

Ketiga sahabatnya merasa terharu dan meneteskan sebutir cairan bening mendengar apa yang dikatakan Rani.

Adelia menggenggam tangan Rani." Ran, gue janji akan selalu jadi sahabat lo mulai hari ini sampai seterusnya."

"Terima kasih." Ucap Rani sambil memeluk Adelia.

Fani dan Freya menghapus air mata mereka." Kalian anggap kita apa? Kalian nggak mau sahabatan sama kita? Kita kan juga mau." Ucap Freya.

" Kalian berdua ngapain masih disitu, sini." Ajak Adelia, mereka berempat berpelukan.

"Kita kenapa jadi alay ya." Ucap Fani yang langsung mendapatkan jitakan dari Freya.

"Sakit begok."

"Lo bisa nggak sih nggak rusak suasana, kesal gue."

"Lo benar nggak mau ke kantin Ran?." Rani menggeleng, kepalanya masih pusing.

"Yaudah, biar nanti kita bawain aja makanan sama minuman buat lo." Rani mengangguk setuju.

*
*
*

Brakk

***
Demian Alvaro

***Demian Alvaro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SANI DAN RANI ( Sudah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang