[4] hadir rencana kedua

77 6 0
                                    

/dengan adanya kesempatan kedua, harap untuk memperbaiki dan pikiran tentang akan jauh lebih buruknya keadaan selalu mendominasi pemikiran/

✓✓✓

Karena telah terbiasa kebut-kebutan di jalanan ketika dikejar waktu bertemu dosen pembimbing saat masa skripsi dulu, skill mengemudi dengan kecepatan di atas rata-ratanya masih membekas meski menjalankan mobil di jalanan ibu kota yang sedikit padat dan ramai di pagi hari. Dengan begitu, Lisa dapat menapakkan kakinya tepat waktu di tempat dirinya akan interview kerja.

Sebenarnya, ada beberapa lamaran yang Lisa ajukan kepada perusahaan besar maupun menengah di ibu kota. Namun entah mengapa, dari beberapa lamaran yang diajukan, pihak yang memanggilnya untuk interview lebih awal adalah sebuah kantor bank. Bukannya tidak ingin, hanya saja dia berpikir bukan itu keinginannya bekerja saat ini.

Namun, kembali dia enyahkan ego yang tidak penting itu. Karena bekerja di kantor bank maupun perusahaan, pada akhirnya dia tetap akan berakhir di depan komputer untuk menyusun laporan keuangan.

Setelah melewati masa interview yang cukup menghabiskan waktu seharian karena bukan hanya dirinya yang menjadi calon karyawan, akhirnya hari ini juga Lisa mulai terduduk di atas kursi bagian auditor di kantor bank pusat utama. Tentu saja setelah menandatangi kontrak sebelumnya.

Biasanya, materi pada saat duduk di bangku sekolah atau kuliah, akan sedikit berbeda pada saat mempraktekannya di dunia kerja. Namun pada saat hari pertama, tak sedikitpun Lisa merasa kesulitan dan bahkan tidak asing dengan pekerjaan yang dia dapatkan. Karena beberapa bulan saat waktu senggangnya di kampus, dia dibantu Fazar--kakak iparnya--untuk magang di sebuah bank tempatnya bekerja.

"Sudah selesai?" tanya seorang pria dengan perutnya yang sedikit maju ketika melihat Lisa mematikan program komputer kerjanya.

Mendapati pertanyaan dari atasannya itu, membuat Lisa segera bangkit dari duduknya dan tersenyum ramah. "Iya, Pak, baru selesai input setengah data sih sebenarnya, tapi sudah saya matikan komputernya. Karena saya pikir, mungkin masih bisa dilanjutkan besok. Sudah sore soalnya."

Berhubung ini bukan akhir bulan, seharusnya prediksi Lisa benar jikalau karyawan dipulangkan sore hari sesuai pengalamannya dulu. Karena ketika mengedarkan pandangannya pun, beberapa karyawan lain bahkan telah meninggalkan kursi kerjanya sedari tadi.

"Oh iya, santai saja. Karyawan memang sudah bisa pulang jam segini. Kecuali yang kebagian jatah lembur," ujar bapak tadi yang bernama Rian.

Lisa tersenyum lagi. Meski kini telah dia tenteng tas di tangan kanannya untuk bersiap pergi, tapi dia sendiri merasa tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan permisi agar bapak tua buncit itu menggeserkan badan dan dia mempunyai akses keluar dari biliknya. Karena rasanya, tak sopan untuk dia sebagai karyawan baru mengakhiri pembicaraan sepihak dengan bagian kepala kantor pusat tempatnya bekerja.

"Pulang sama siapa?" tanya Rian dengan senyum penuh artinya.

Lagi-lagi Lisa tersenyum dengan terpaksa dan membuat matanya menyipit drastis agar tak dia lihat ekspresi bapak tua di depannya itu. "Saya bawa mobil sendiri, Pak."

"Udah berani bawa mobil sendiri?"

Lisa dibuat mengernyit tak mengerti. Mereka bahkan baru bertemu sejak dirinya bekerja dan interview beberapa hari lalu, tapi Rian bertanya seakan-akan keduanya telah saling mengenal lama.

"Udah dari dulu juga bawa mobil sendiri terus, Pak," jawab Lisa, mencoba terus bersikap sopan dan menimpali setiap pertanyaan yang diajukan atasannya.

"Udah lama sendirinya?"

Pertanyaan selanjutnya yang diajukan Rian membuat Lisa menampilkan deretan gigi putihnya dan tersenyum kaku. Bisa-bisanya bapak tua di depannya ini menyinggung status secara tidak langsung seperti itu. Padahal, jawaban dia tidak mengarah pada hal seperti itu sama sekali.

FeedbackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang