[8] kentara

69 6 3
                                    

/kembali lebih baik dijadikan kesempatan untuk memperbaiki, bukan mengulang sesuatu yang barangkali sudah pasti/

✓✓✓

Perutnya benar-benar terasa mual. Yang biasanya Lisa merasa biasa saja jika hanya sarapan dengan satu gelas susu strawberry, kini entah kenapa berakibat kurang baik pada perutnya. Rasanya seperti serba salah. Selain perutnya yang terasa sakit bukan karena lapar atau ingin buang air besar, mulutnya pun terus-terusan ingin menyemburkan sesuatu yang terasa mengganjal di tenggorokan. Sepertinya, Lisa sakit hari ini.

"Kamu yakin nggak papa?" tanya Luna, teman kerja Lisa.

Lisa menengadah ketika mendapati pertanyaan itu. Buru-buru dia lepaskan lilitan tangan di perutnya dan mengangguk. "Aku nggak papa, kok. Ini cuma agak kurang enak badan aja."

"Kalau begitu, mau aku anterin ke apotik nggak? Di depan sana ada, kalau kamu mau," tawar Luna ketika dirinya memasuki bilik kerja Lisa dan memegang pundaknya.

"Aku nggak papa. Tadi udah minum teh anget, sebentar lagi juga sembuh."

Namun, jawaban Lisa tidak didukung oleh ekspresi wajahnya yang tampak tidak sehat. Wajahnya pucat dengan mata sayu yang seakan tidak bisa terbuka lebih lebar. Kedua mata Lisa bergerak ke arah AC yang menempel di dinding. Badannya benar-benar tidak bisa ditebak. Satu sisi merasa dingin sampai ke tulang, tapi di sisi lainnya merasa kegerahan entah kenapa.

"Kamu sakit, Lisa."

Lisa lagi-lagi menggeleng. "Aku cuma perlu minum teh hangat lagi aja. Abis itu, pasti langsung baikan."

Luna ikut menggeleng, tak setuju. "Setidaknya, kamu harus makan. Mau aku pesankan sesuatu? Biar perut kamu keisi. Takutnya kamu maag."

Seingatnya, jarang dia mendapatkan maag. Selalu dia makan tepat waktu dan lima sehat empat sempurna. Dia juga terbiasa sarapan dengan susu--barangkali itu penyebab perutnya terasa mual--atau tidak sarapan sama sekali karena dikejar waktu.

Seulas senyum Lisa perlihatkan. Telah dia coba makan biskuit beberapa menit yang lalu, tapi yang terjadi malah sesuatu keluar dari mulutnya. Dia muntah dan semakin merasa mual.

"Aku minum teh hangat aja, Lun. Lagi nggak mau makan apa-apa untuk saat ini."

Ketika sarannya lagi-lagi ditolak oleh Lisa, Luna hanya mengangguk paham tanpa ingin memaksa. Karena dia pun tak ingin membuat Lisa merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.

"Kalau begitu, aku lanjut kerja dulu, ya?"

"Iya. Terima kasih, Luna."

Tadinya Lisa berpikir, dia akan benar-benar pulih ketika telah meneguk teh hangat. Namun, badannya hanya menghangat beberapa menit. Mual dan rasa sakit di perutnya kembali terasa tak lama kemudian. Membuat dia tak bisa fokus sama sekali dengan pekerjaannya.

Seharian penuh Lisa menahan rasa sakitnya. Sampai akhirnya, jam pulang kerja membuatnya bisa sedikit merasa lega. Meski pekerjaannya sedikit terbengkalai karena dirinya tidak fokus, tapi setidaknya Lisa bertahan sampai jam pulang kerja.

"Sore, Tante ...."

Perut Lisa semakin terasa mual. Dia dapati Fakhira dengan Widia berdiri di samping mobilnya yang terparkir. Entah apa maksud mereka berdua datang ke tempat kerjanya.

"Kalian ngapain di sini?" tanya Lisa dengan penuh selidik ketika mendekati mobilnya.

Fakhira tersenyum penuh arti dan langsung menarik pergelangan tangan tantenya. Dia ambil alih kunci mobil di tangan Lisa untuk membuka pintu yang terkunci.

FeedbackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang