[1] permintaan

167 10 2
                                    

/ketika satu permintaan disanggupi, hidupnya menjadi tidak bebas lagi/

✓✓✓

"Selamat pagi," sapa Lisa dengan wajah yang begitu cerah ketika mendaratkan bokongnya di atas kursi saat semua anggota keluarga telah berkumpul untuk mengelilingi meja makan.

Wajah cerah Lisa disambut raut bahagia oleh yang lainnya. Terutama Moza dan Elang yang tentu saja mengerti ada apa dibalik senyum cerah anaknya.

"Foto hasil wisuda kamu kemarin udah selesai dicetak loh, Lis," ujar Moza, membuka pembicaraan ditengah senyum lebar Lisa yang tak hentinya dia perlihatkan.

"Oh, ya? Wuah ... pasti aku paling cantik deh di fotonya," respons Lisa yang langsung menghentikan pergerakan tangannya ketika hendak mengambil lauk-pauk untuk dipindahkan ke atas piringnya.

"Iyalah, kan pake makeup!" sahut Famela dengan tawa yang sukses dia tahan karena tak ingin kena omel papahnya.

Tangan kanan Lisa terkepal dengan mata melotot bak ingin memaksa keponakannya yang selalu menyebalkan. Namun karena suasana hatinya sedang baik, kembali dia turunkan tangannya dan tersenyum lebar sampai kedua matanya ikut menyipit. "Tanpa makeup juga cantik kok!"

Melihat Lisa menimpali ucapannya, membuat Famela kembali ingin berdebat. "Pokoknya, aku yang paling cantik, Tante!"

Lisa membuat kedua tangannya terkepal di atas meja sembari berseru, "Ya akulah!"

"Aku, Tante, aku!" tegas Famela seakan tak ingin kalah saing dalam adu debat bersama tantenya itu.

"Baru rok abu aja belagu kamu! Kamu tuh masih kayak anak kecil. Anak kecil mana lebih cantik dari orang dewasa kayak aku?" tanya Lisa yang sengaja dia buat kalimatnya seakan terdengar seperti sebuah pernyataan.

Padahal jika dilihat, pembahasan Famela dan Lisa yang tidak penting juga telah menggambarkan secara tidak langsung jikalau Lisa yang statusnya telah menjadi tante itu terlihat kekanakan seperti keponakannya sendiri.

"Aku itu udah gede! Emangnya aku Chika? Chika tuh baru anak kecil!" Famela kembali menimpali dengan tegas seolah tak terima dengan ujaran tantenya.

Gadis kecil dengan pipi gempal yang disebut namanya pun menghentikan gerakan tangan yang ingin memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Suara cemprengnya telah dia tahan agar tidak menambah kacau suasana meja makan menjadi tempat adu debat antar keluarga. Namun ketika namanya disebut, buru-buru dia menoleh pada kakak kandung bernama Famela yang duduk di samping saudara kembarnya, Chiko.

"Chika uga cantik kok. Iya 'kan, Mamah?"

Pertanyaan Chika dengan tolehan mata pada kakaknya itu membuat fokus kedua tokoh utama yang tengah beradu argumen teralih pada Hanaya sebagai ibu dari si kembar beserta Famela, juga kakak dari Lisa.

Hanaya yang mendapati itu hanya menggeleng dengan tarikan napasnya yang beraturan. Segera dia siapkan nasi beserta lauk-pauk untuk suami tercinta yang duduk di sampingnya tanpa ingin ikut campur dengan keributan anak dan adiknya.

Ketika melihat Hanaya tak ingin buang-buang tenaga untuk melerai pertengkaran yang memang sudah biasa terjadi itu, Moza berujar dengan pelan, "Sudah-sudah, yang paling cantik di rumah ini tuh ya Oma."

"Berhubung aku adalah anak Oma-nya kamu ya, Mel, jadi cantiknya itu nurun ke aku," ujar Lisa dengan bangga. Sengaja dia tampakkan senyum selebar mungkin dan membuat Famela memutar kedua bola matanya, jengah.

"Oma kan mamahnya mamah aku, Tante. Jadi, otomatis cantiknya ke aku semua."

"Cantiknya mamah itu ke Chika, Kak, bukan ke Kakak!" tukas Chika dengan tidak terima. Kembali dia ikut campur atas perdebatan antara kakak dan tantenya. Sementara Chiko, sang saudara kembarnya itu pura-pura tuli dan tetap melanjutkan makan sejak perdebatan baru dimulai.

FeedbackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang