03 - Planning a meet

36.6K 1.1K 18
                                    

Jangan lupa vote & comment

Hatiku ragu padamu.
Tapi pikiranku selalu yakin bahwa dirimu lah yang terbaik.

New York 10.00 am

"Apakah kau harus pergi sekarang?." Lirihnya sedih.

Pria itu menghela nafas, kemudian menangkup kedua pipi kekasihnya, "I'll be back soon."

Wanita itu mengangguk lemah, percuma ia membujuk sekuat apapun karna memang nyatanya pria yang ada dihadapannya ini selalu mengutamakan ibunya dibanding dirinya.

"Jaga hatimu disini Mir." Entah kenapa tiba-tiba Leon berbicara seperti itu, entahlah hatinya yang mengatakan.

Mireya mengangguk ragu, ia juga tak tahu apakah bisa menjaga hati sementara acara pemotretan itu bakalan banyak modeling male yang datang dari seluruh penjuru dunia.

"I wanna hold you." Leon memajukan tubuhnya mengapit tubuh Mireya ke dinding hingga tak tersisa jarak diantara mereka berdua.

Leon menarik tubuh Mireya, mengalungkan kedua lengannya dipinggang ramping kekasihnya.

Ia memeluk Mireya dengan erat, bahkan ia juga memberikan banyaknya kecupan dipucuk kepala kekasihnya.

Mireya pun sama.. ia membalas pelukan Leon tak kalah eratnya seraya menyembunyikan wajahnya didada bidang kekasihnya.

Leon melepaskan pelukan mereka, menangkup kedua pipi kekasihnya sembari tersenyum simpul.
Leon mengecup pipi dan kening Mireya dengan lama.

Mireya membalas senyuman yang dilemparkan oleh kekasihnya, ia merasa sangat nyaman saat berada didekat Leon.

Mireya mengantar Leon hingga tepat didepan bandara, Leon mengacak rambut Mireya sebentar, "I love you."

Mireya tersenyum lembut, "Hati-hati Le." Leon membawa kopernya, sebelum masuk ia terlebih dahulu melambaikan tangannya dan memberi kiss dari jarak jauh.

Hati Mireya sangat tersentuh. Leon adalah pria dingin, ia sangat irit bicara bahkan pada keluarganya sendiri.

Tapi entah kenapa jika bersama Mireya membuat Leon menjadi lebih hidup alias bisa berbicara sepanjang yang ia mau walau terkadang Mireya suka membantah omongan kekasihnya.

Dan sialnya, Mireya masih ragu akan perasaannya. Ia tidak boleh terbuai, tidak boleh.

🌸🌸🌸

Lelah sekali rasanya. Batin Leon.

Para bodyguard disini menyambut dengan gembira atas kehadiran tuan mudanya. Mereka mengambil alihkan koper yang dibawa Leon.

Leon juga kesal dengan mamanya, dia punya pesawat pribadi tapi tidak dibolehkan untuk memakainya pada saat pulang kemari, katanya biar belajar mandiri. Lah kan itu pesawat beli pake duit Leon sendiri.

Dia menyerahkan koper yang ia bawa pada bodyguard, lalu berjalan gontai menuju mansion-Nya.

Leon membanting tubuhnya diatas sofa, melepas secara kasar ikatan dasinya, menggulung saku lengannya hingga sampai siku.

Ia menyadarkan kepalanya disofa sembari matanya terpejam. Sungguh ia sangat lelah.

Tierra yang baru saja turun terkejut melihat kedatangan putranya terlebih lagi putranya itu tidak mengabari apapun tentang keberangkatan nya.

"Leon."

Leon masih bergeming, ia masih dengan posisi semula tanpa ada niatan buat membalas ucapan mamanya.

"Leon."

"..."

Sang mama berkacak pinggang, cih dasar bocah satu itu. Ia kembali memanggil putranya namun suaranya kini lebih ditambahkan beberapa oktaf, "LEON ARSEN DAMERO."

Leon tersadar, ia menatap kesal pada mamanya yang masih berada di tangga, "Ada apa sih mom?." Sulutnya yang mulai terpancing emosi.

"Ckckck kamu ini sudah dewasa, jika lelah kembali lah ke kamarmu dan kenapa kau tidak mengabari mom jika sudah sampai?." Decak Tierra heran.

Leon memutar matanya jengah, "Sudahlah aku ingin tidur." Leon melengos pergi begitu saja menunggu kamar tidurnya yang terletak dilantai 2. Ia malas berdebat bersama ibu tercintanya itu, ntar ujung-ujungnya Tierra bakalan mengadu pada Reymond---papanya.

Sepertinya keputusanku kali ini akan benar, huh semoga saja.

Tierra mengambil ponselnya, menekan tombol hijau, men-scroll kebawah untuk mencari nama kontak yang akan ditelponnya.

Dan yess ketemu.

"What's happen Er?."

"Kapan pertemuannya?."

Diseberang sana nampak wanita paruh baya itu tengah berpikir, "Bagaimana jika hari ini saja? Kebetulan putri ku sedang tidak ada dirumah, jadi kau bisa datang kemari."

Tierra nampak menyetujui ucapan sahabatnya, ia segera mematikan sambungannya lalu mengambil kunci mobil dan mulai tancap gas menuju rumah sahabat wanitanya.

"Hello Zaneta, sahabat tercintaku." Teriak Tierra.

Zaneta menyambut kehadiran Tierra dengan sepenuh hati. Ia memeluk Tierra lalu saling kiss kiss di pipi mereka masih-masing.

Zaneta mempersilahkan Tierra duduk di bangku yang sudah usang. Maklum Zaneta tidak sekaya Tierra.

Zaneta adalah pemilik kedai coffee yang kecil, dan bahkan penghasilannya tidak cukup untuk menafkahi dirinya dan keponakannya yang kini telah dianggapnya layaknya putri kandungnya.

Ia juga tidak memiliki suami, akibat sebuah insiden besar mengakibatkan banyak korban jiwa dalam keluarganya.

Dan karna insiden itulah, yang tersisa hanyalah dirinya dan keponakannya. Ia merasa kasihan pada keponakannya yang saat itu masih berusia 10 tahun.

Masih kecil tapi sudah ditinggal orangtua, maka dengan itu Zaneta berinisiatif untuk mengasuh keponakannya dan menganggap keponakannya layaknya putrinya sendiri.

Kebetulan juga anak yang diasuhnya ini adalah seorang putri yang sangat cantik, ramah, ceria dan baik hati. Bahkan dia yang saat itu masih usia belia menerima dengan lapang dada insiden tersebut dan bahkan keponakannya lah yang menguatkan dirinya disaat ia benar-benar terpuruk.

Keponakannya pun bahkan sering kali terlambat sekolah hanya untuk membantu Zaneta berdagang, karna memang kedai yang dimilikinya adalah kedai kecil, ia saja tidak mampu menyewa waiters untuk membantu kebutuhan kedai.

Ia sangat menyayangi keponakannya, apapun akan ia lakukan demi membahagiakan keponakan tercintanya.  Semoga saja keputusannya kali ini benar.

"Kapan kita akan mempertemukan putra putri kita?."

Tierra menggelengkan kepala, "Wow rupanya kau sudah tidak sabar Ta." Zaneta hanya tersenyum kecil.

"Bagaimana kalau besok?" Tanya Tierra mencoba menimang-nimang.

Zaneta setuju akan ucapan Tierra, ia menganggukkan kepalanya. "Dimana mereka akan bertemu?."

"Kita akan makan malam, dan disana kita bisa mempertemukan mereka." Balas Tierra.

Zaneta menunduk lirih, mengerti akan hal itu Tierra kembali bersuara, "Tenang saja. Semuanya biar Reymond yang bayar."

follow Instagram @alsagstn

tolong jangan jadi silent readers💙🙏

Sweet MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang