Capter 15 : Apa ini cinta ? atau malah sebaliknya?

133 18 0
                                    

Setelah 3 bulan aku mengirimkan tulisanku kepada penerbit. Kabar yang tidak menyenangkan menyelimuti diri. Tulisanku ditolak. Perih. Sakit. Ah itu sudah pasti. Tapi bagiku bukan saatnya untuk menyerah hanya karena alasan itu. Kejadian ini aku jadikan pelajaran untuk kedepan. Aku perlu memberbaiki kata demi kata yang ada di tulisanku. Dan membuat sedikit cerita baru agar pembaca suka dengan tulisanku.

Aku mencoba bangkit dengan menuliskan setiap cerita hidupku disebuah buku tulis yang diberikan Alma padaku. Aku tulis cerita indah yang berakhir indah.

Buku agendaku telah penuh dengan curahan hati ketika aku masih mencintai Reza. Akhirnya buku itu aku bawa pulang dan menggantinya dengan lembaran buku baru.

Tapi di hari itu aku dikecewakan. Tapi kecewaku karena ulahku sendiri.

"Seluruh santri putri agar berkumpul di Aula pesantren" Suara nyaring mic dari ruang ustadzah terdengar. Aku tau pemilik suara itu adalah Ustadzah Najwa.

Aku berjalan menuju aula tanpa ada perasaan khawatir. Aku tau ada sesuatu yang aku langgar. Tapi kurasa itu tidak akan ketahuan jika hanya razia geledah lemari.

Aku mulai mencari tempat duduk. Aku tidak ingin duduk di barisan paling depan karena malu dipandang para Ustadzah. Dan aku tidak ingin duduk di barisan paling belakang karena takut pengumuman tidak terdengar jelas.

Setelah beberapa pengumuman disampaikan Ustadzah. Ada satu pengumuman yang membuatku kaget. Aku hampir mati rasa. Ah tidak. Aku tidak selebay itu.

"Ustadzah minta kejujuran kalian. Apa ada disini yang mengarang cerita yang ditulis dibuku" ucap Ustadzah Najwa.

Semua diam. Aku tau bukan hanya aku yang menulis itu. Banyak teman-temanku yang berprilaku sama.

"Jika kalian jujur. Maka ilmu kalian berkah. Jika tidak. Maka ilmu kalian jadi sia-sia" Perkataan Ustadzah itu membuatku tidak mampu untuk berbohong. Untuk apa aku sekolah pesantren jika pada akhirnya ilmuku tidak berkah.

Di sisi lain. Aku ingin menjadi seorang penulis. Walaupun aku pernah gagal. Tapi setidaknya aku mencoba kembali. 3 buku tulis dengan tebal 56 lembar telah aku habiskan untuk menulis cerita indah. Dan dihari ini apa aku harus mengorbankan sebuah karya sederhanaku.

"Cukup sekian pengumuman hari ini. Ustadzah hatap yang merasa punya karangan cerita, agar membawa tulisannya ke aula. Akhirul kalam. Summassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Ustadzah Najwa mengakhiri pengumuman.

Kakiku terasa lemah untuk kembali ke kamar. Aku di hadapkan dengan 2 keputusan. Tapi bagiku ini saatnya untuk jujur. Aku takut jika kali ini aku berbohong. Kebohongan ini menarik kebohongan yang lain.

"Rina, gimana buku kamu" Ucap salah satu teman sekamarku. Lagi-lagi mereka bertanya. Sudah jelas aku kecewa.

Aku mengambil 3 buku itu. Apa yang akan di lakukan Ustadzah. Apa Ustadzah akan membuangnya. Atau hanya mengambil sementara.

Dengan hati yang mencoba ikhlas aku langkahkan kali menuju aula. Tujuanku hanya 1, menyerahkan buku itu demi keberkahan ilmuku.

"Ini Ustadzah" ucapku seraya menyerahkan buku itu kepada Ustadzah Najwa.

"Astagfirullah Arina. Ustadzah gak habis pikir kok kamu bisa berbuat seperti ini" tutur Ustadzah Najwa kepadaku. Aku hanya mampu menunduk malu. Aku memang terkenal dengan kedisiplinan, tapi jika masalah novel aku hebatnya. Padahal puluhan novel yang sudah aku bawa, tapi tidak pernah dapat ketika razia. Itulah hebatnya aku. Tapi untuk kali ini, aku mengaku gagal.

"Tunggu disini dulu" ucap salah satu Ustadzah yang sedang duduk di samping Ustadzah Najwa. Hatiku semakin tidak karuan. Apa yang akan dilakukan Ustadzah terhadap bukuku. Rasanya sakit, kecewa, dan pengen berkata-kata kasar. Jika tidak teringat adap. Mungkin aku akan memilih kabur dari tempat ini dan pergi ke asrama.

Hinak si langkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang