Budi dan Natasya tak tahu harus menjawab apa, sementara Oliv mengerutkan dahi Vino.
"Siapa?"
Suasana semakin menegang, Budi yang tahu akan situasi akhirnya membuka suara. "Cum, gue mau ngomong sama lo, kalian gak usah ikut itu masalah cowok."
"Nat, tadi dia nyebut siapa, setahu gue kita dulu emang berempat kan?"
Natasya yang kebingungan harus menjawab apa akhirnya memiliki ide, "Liv ada kecoa."
"Mana, mana, ih, usir." Oliv menepuk nepuk bahunya sambil loncat loncat membuat Natasya tersenyum.
"Ada kecoa dihabitatnya." Setelah mengatakan itu, Natasya tertawa melihat muka masamnya Oliv.
Disisi lain Budi membawa Chimmy kelobi hotel, dan ia baru tahu bahwa hotel ini adalah milik keluarga Chimmy.
"Ada apa?"
Budi menghela napas, matanya melihat kelangit langit hotel. Chimmy yang tak mengerti akan situasi hanya busa mengerutkan dahi.
"Sejak lo pindah, ada banyak hal yang terjadi. Gue bingung gimana ngejelasinnya ke lo."
"Dua bulan sejak lo pindah, Amanda pernah diculik, dia dipukuli bahkan pernah mau dibunuh. Akhirnya gak ada cara lain selain menghilangkan semua yang bersangkutan sama ingatannya itu."
"Sejak saat itu, emang dia gak trauma lagi, tapi dia lebih pendiam, gak seceria dulu."
Chimmy mengerjapkan matanya tak percaya, Bagaimana bisa seseorang bisa berubah sedrastis itu.
"Terus, apa hubungannya sama Vino?"
Yang ditanya hanya menoleh dan ia memilih memejamkan matanya enggan menjawab. Chimmy tak tahu apa apa, hanya bisa menghela napas.
"Gue bakal pindah kesekolah lo, dan gue juga disuruh dia pindah karena kalian ada masalah" Budi mengangguk saja sebagai jawabannya.
Tak lama pintu utama hotel terbuka, menampil sosok yang sangat menjengkelkan, Alvin. Dia datang dengan membawa snack ditangannya.
"Woi Supirjo, ngapain lo."
"Habis reunian sama hewan laut," ucap Budi dengan mata tertutup.
Mereka berdua langsung bersalaman lalu ber tos ala laki laki, "Alvin."
"Gue Chimmy, tapi dia sering panggil gue Cumi." Alvin terkekeh pelan mendengarnya.
"Gue kira lo nggak punya temen, ternyata ada, turut seneng gue." Selalu seperti itu, Alvin sangat senang mengejek dirinya, ia sudah lelah dengan cobaan ini.
Jika Alvin mengejek Natasya, ia tak segan menendang, menjambak rambut Alvin jika ia sedang kesal.
Untung saja dirinya tak seperti Natasya yang memiliki nyawa badak.
"Woi, lo berdua ngapain disini, kita tungguin kalian malah enak enakan tidur disini. Kalau gue masuk angin gimana."
Panjang umur sekali, Natasya datang dengan Oliv yang sibuk bermain game dihpnya. Alvin yang melihat itu langsung membuang muka.
"Amanda, lo kok malah main hp sih, ini kita lagi meet up lho setelah sekian tahun gak ketemu, lo gak kangen gue," kata Chimmy dengan ekspresi sedih, semua orang yang melihatnya sangat jijik.
"Tadi kita udah ngomong hampir dua jam, jadi lo gak usah alay deh, Chum lo tinggal dimana."
"Gue mau pindah di lagi kekampung halaman." Perkataannya barusan membuat dua cewek itu membulatkan matanya, akhirnya mereka bisa bersama setelah sekian tahun.
Alvin merasa ia tak ada hubungan dengan masa lalu mereka, akhirnya berpamitan pergi dari sana.
Didalam lift, ia menghela napas. Akan sangat sulit baginya untuk dekat dengan Oliv karena saingannya sangat berat.
***
Keesokannya, mereka berkemas kemas, padahal ada tempat yang belum mereka kunjungi. Karena kata Pak Supri ombak Pantai Kidul saat ini tidak memungkinkan untuk bersinggah dulu disana.
Tapi mereka diberi kebebasan untuk berpencar selama dua jam. Tentu anak anak tak ingin melewatkan momen ini.
Berbeda dengan Oliv,Natasya, Budi, dan juga Alvin. Mereka memilih pergi ke rooftop hotel ketimbang pergi keluar.
Awalnya Alvin pikir, ia memiliki kesempatan bersama Oliv, tapi gagal karena adanya Chimmy. Ia terasingkan, acara untuk menjadi pacar pura pura juga gagal karena ada perubahan rencana.
Gini amat hidup gue.
Tak mau larut dalam kesedihan, ia memilih memejamkan matanya, memikirkan hal yang bahagia.
Ting!
From: Ghenta
Lo gak kangen sama gue, yuk ketemuan di cafè pinggir Malioboro.
Membaca pesan Ghenta, membuat semangat lagi, Ghenta selalu tau cara mengembalikan moodnya.
Setelah berpamitan ia segera berjalan menuju lift, Ghenta selalu bisa membuat hatinya senang.
Ia tak tahu, apakah itu cinta atau bukan. Tapi dia dan Ghenta sepakat untuk menjalani hubungan sebagai sahabat, tidak lebih.
Sekitar 10 menit, ia sampai didepan cafè, ia langsung masuk dan mencari keberadaan Ghenta.
"Hai, tumben lo kangen duluan."
"Ye, kan udah hampir tiga hari kita gak ketemu, lo lupa kalau lo punya temen dikelas lain," kata Ghenta dengan menunjukkan senyumnya.
"Gimana ya, kalau jujur sih iya." Alvin berkata sebenarnya, sejak dibus perhatiannya tersita untuk Oliv. Tapi Ghenta menganggap itu hanya lelucon garing.
"Gue mau ngomong hal penting."
Alvin mengerutkan dahinya, ekspresinya seolah olah berkata, apa?
"Gue mau pindah, nyokap udah ngurus semuanya sejak kita studytour, jadi habis ini gue langsung berangkat kebandara diJogja."
"Kemana?" Hanya satu kalimat yang mampu dikeluarkan oleh Alvin.
"Amerika," kata Ghenta sambil mengusap ujung matanya berair, sungguh ia tak ingin pergi.
"Sebelum gue pergi, gue mau ngomong sama lo." Hanya gerakan alis sebagai jawaban Alvin.
"Dari kelas tiga SMP, gue udah suka sama lo."
Degh
"Gue-
Ghenta hanya tersenyum, "Gue tau, kita sepakat buat jadi sahabat selamanya, tapi gue gak bisa nahan perasaan gue."
Begitu perih, sangat, bagaimana tidak, Ghenta tau Alvin menyukai Oliv, dari dulu ia selalu bercerita tentang Oliv.
Cintanya bertepuk sebelah tangan, tapi ia senang, karena ia masih bisa bersahabatan dengan Alvin.
"Pelukan terakhir?" Alvin memaksakan senyumnya dan melebarkan tangan.
Ghenta langsung menghambur kepelukan Alvin sambil menangis keras. Semua orang yang ada dicafè hanya menatap heran dan merasa terganggu.
"Jangan nangis, nanti kita diusir sama pelayan sini, lo mau."
Sungguh dunia ini sangat tidak adil, mengapa ia harus mencintai orang lain, sedangkan samping kita ada seseorang yang sangat mencintai kita.
Alvin hanya tersenyum, sambil mengusap ujung rambut Ghenta, berusaha menenangkannya.
Disaat bersamaan, ada segerombol orang masuk dan menatap dua sejoli itu. Mereka adalah Natasya, Budi, Chimmy, dan juga Oliv.
Entah karena apa, ia merasakan hatinya sangat sakit. Oliv tersenyum getir, tanpa sadar ia meneteskan air mata.
Seharusnya gue itu sadar kalau gue gak bisa ngedapetin lo, tapi apa gue boleh egois buat dapetin lo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Teen FictionPerlahan semua rahasia yang disembunyikan dariku mulai terbongkar. Dan sejak itu aku kenal denganmu