(2) Masalahku Belum Selesai

391 4 2
                                    

Bagian 1

Ternyata permasalahanku belum benar-benar selesai. Urusanku dengan komplotan ini sepertinya semakin meruncing ketika aku melihat ada orang yang terlihat lebih garang. Dia berpostur lebih bagus daripada orang-orang yang sudah kurobohkan tadi. Kini, aku harus menghadapi sosok yang ternyata dipanggil bos oleh orang-orang yang ada di sini.

Aku berusaha segera bangkit dan memasang kuda-kuda. Tidak lupa dengan rantai besi yang masih melilit di lengan bawahku. Aku justru memegang erat rantai itu, sesuatu yang rupanya cukup mengejutkan bagi lawanku. Sepertinya, apa yang kulakukan tidak pernah dia lihat sebelumnya. Ya, menghadapi lawan yang memiliki senjata, bukan 100% dengan menghindarinya saja. Melainkan harus menghadapinya dengan lebih kuat. Agar lawan tidak berhasil mengintimidasi.

Di dalam segala teknik pertarungan, aku sudah faham betul apa yang harus kulakukan. Termasuk menghadapi lawan yang menggunakan sesuatu yang menyerupai cambuk. Rantai ini tentu tidak hanya untuk mengikat lawan—mengontrol lawan. Namun juga untuk melukai lawan. Tapi, kali ini aku melihat fungsi rantai ini adalah untuk mengontrol. Untuk itu, aku akan menggunakan fungsi itu sebelum dia menggunakannya.

Hoop!” aku menarik rantai itu.
Greettttttt!!!! Artinya, aku juga harus menarik orang itu.
Dia rupanya sudah mulai tidak meremehkanku. Itu terbukti dengan upayanya yang sangat kuat untuk menahan tubuhnya agar tidak tertarik oleh tarikanku. Aku tahu, jika dia sedang lebih kuat saat ini. Seperti yang sudah kurasakan sebelumnya. Aku tidak sedang memiliki tenaga yang penuh. Sehingga, aku tidak bisa mengikuti tempo lawan. Maka dari itu, aku harus segera mengakhiri pertarungan ini sebelum aku semakin kepayahan.

Secara bertahap, aku mencoba untuk mengendurkan tarikanku. Aku mencoba mengukur seberapa kemungkinan efek tarikannya jika aku kalah. “Cuma segitu tenagamu, anak muda?!” dia terkekeh untuk meledekku. Tidak, dia berupaya mengumbar psywar. Memancingku untuk meresponnya. Aku memilih untuk tetap tenang. Sampai akhirnya, aku merasa sudah tiba waktunya. “Baiklah, rasakan ini...!”

Tubuhku tersentak ke depan oleh tarikan orang berambut ala orang Jepang itu. Namun, tarikan itu adalah yang kuinginkan. Bersama sentakan itu, aku memanfaatkannya untuk melompat dan “DUESSSH!!!” kakiku sukses mendarat ke dadanya. Dia tak bisa mengelak dari serangan tersebut.
“Bosss!!!”

Orang-orang di sini rupanya terkejut melihat orang yang paling disegani itu ternyata sukses kurobohkan. Namun, entah karena alasan apa. Laki-laki itu ternyata tidak menyerah. Dia langsung bangkit dan berupaya untuk membalas.

“Aku merasa bangga. Hari ini aku sepertinya mendapatkan kesempatan untuk bertarung dengan serius. Rasakan ini anak muda!!”
Dia segera melompat ke arahku. Namun sebelum tangannya mendarat ke wajahku, terdengar teriakan yang sangat kencang sekali. Bahkan, saking kencangnya, teriakan itu sukses membuat tangan orang ini berhenti total.

“Bukankah sudah kubilang, hari ini tidak boleh ada aktivitas! Abang dan teman-temanmu tidak boleh berkelahi! Kenapa kau ingkari itu, bang?” terdengar suara perempuan yang tentunya membuatku terkejut. Kulihat dia adalah murid SMA. Sepertinya dia adalah adik dari laki-laki ini dan dia juga seperti baru saja pulang dari sekolahnya. Terlihat mudah mendeteksinya dengan penampilannya yang masih mengenakan seragam lengkap.

“Elli? E... anu. Ini...” laki-laki itu terlihat tergeragap dan bertingkah aneh. Tidak kuduga jika dengan penampilannya yang sangat garang itu, dia bisa bersikap 180 derajat berbeda ketika ada adiknya.
“Karena dompet ini?” perempuan itu menghampiriku seraya menyerahkan dompetku. Aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Dia membalas dengan senyum yang manis.

Kedatangan Elli sama dengan berakhirnya perkelahianku dengan komplotan ini. Aku pun menghela nafas lega. Mereka juga akhirnya pergi dari tempat itu. “Kali ini, kau kubiarkan. Tapi, jika kau kembali berkelahi dengan anak buahku, kau akan tahu akibatnya.” Laki-laki itu mengancamku. Namun, dia segera ditarik oleh adiknya untuk menjauh dariku.
“Masalah selesai. Syukurlah....”
Kakiku segera melangkah pergi meninggalkan tempat ini.

...

Di sebuah tempat mirip poskamling. Namun, sepertinya sudah tidak terpakai. Tempat yang sepertinya cukup bagiku untuk melepaskan lelah sejenak. Ya, sejenak saja. Sebelum nanti aku bergerak lagi. Hari masih sore, jadi masih ada waktu untukku ke satu tempat yang strategis untuk mencari Sukma.

Tas ranselku sudah mendarat dengan nyaman. Kini giliran punggungku untuk merasakan peregangan yang nyaman.
“Padahal ini adalah hari pertama. Tapi, rasanya sudah sangat berat. Apakah besok juga akan seperti ini? Hm...” mataku masih menatap langit-langit poskamling bekas itu. Tidak ada lampunya. Jadi, poskamling ini kalau malam, bisa untuk tidur sejam-dua jam. Baiklah, aku akan menginap di sini nanti.

Aku pun mencoba untuk memejamkan mataku sejenak. Bersama semilir angin dan hawa hangat khas senja, membuatku ingin tetap berbaring santai seperti ini. Rasanya lelahku mulai berangsur menghilang dan berganti dengan ketenangan. Hm...
..
Eh!?
Aku merasakan sesuatu!

=*-*=

"Please, read next part of this chapter (Masalahku Belum Selesai) on next post (swipe up)! Thanks!"

Malang, 15 Maret-21 Mei 2019

Hati Baja (Original Story by Agustian Noor in Ciayo Comics)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang