Bagian 4
Aku tahu ini sangat berisiko, namun, apa boleh buat? Nyawaku tak boleh kuserahkan pada jin rendahan seperti dia. Aku harus memaksimalkan waktu yang masih kumiliki, waktu yang konyolnya dia berikan dengan ocehan yang tak jelas itu –dan tentunya dengan keberadaan jin lainnya.
Kini, aku tak menyia-siakan kebodohannya untuk memanggil saudaraku, “Akra! Datanglah!”
...
Akra adalah putra kerajaan jin bawah bukit di desaku. Dia dan aku kemudian dapat disebut sebagai saudara. Aku tak bisa memikirkan bagaimana aku bisa bersaudara dengannya. Karena di pikiranku saat ini, aku ingin segera kembali pada tubuhku. Namun, sebelum itu, aku harus meminta Akra untuk mengalahkan Jin Ludah sialan itu.
Kini, tanganku mencengkeram tangan jin itu. Cengkeramanku pun mampu membuat genggaman tangannya pada tubuhku tak lagi kuat. Dia terkejut melihat perubahan yang terjadi padaku.
“Apa ini? Mengapa kau masih hidup? Mengapa kau masih mampu membuka matamu, hah?!” Jin ludah itu kebingungan. Dia tak menyangka jika aku, lebih tepatnya aku dan Akra –yang masuk ke dalam tubuhku– akan menghadapinya kali ini dengan lebih serius. Tanpa ampun!
Cengkeramannya yang mengendur –karena terkejut dengan kebangkitanku– dapat kumanfaatkan untuk melepaskan diri. Bahkan, tak hanya melepaskan diri, ‘aku’ pun tak menyia-siakan kesempatanku untuk menendangnya jatuh.
Kali ini tendanganku dan beberapa pukulanku yang tentunya lebih kuat dari sebelumnya sukses membuatnya terkapar tak berdaya. Dia kembali menyatakan dirinya menyerah. Namun, sebelum Akra menyerangnya lagi –mungkin dia ingin membuat Jin Ludah seratus persen tak berdaya, mendadak muncul sosok yang kukenali.
“Hm..., seorang pemuda yang tahu bahwa kehidupan di antara manusia dan jin tidak boleh bersekutu sebagai majikan dan suruhan. Kali ini, aku benar-benar melihat bahwa hubungan antara manusia dan jin dapat terjalin dengan baik melalui sebuah ikatan yang lebih mulia. Persaudaraan. Apakah benar begitu, pangeran?”
Kunti Merah hadir dan dia sepertinya ingin menyapa keberadaan Akra. Hal ini membuat Akra sedikit bingung dan aku mulai merasa bahwa situasinya akan lebih baik. Aku pun meminta Akra untuk melepaskan dirinya dari tubuhku. Awalnya dia ragu, namun aku meyakinkannya. Lagipula, aku ingin berbicara langsung dengan nenek kunti.
Namun, sebelum hal ini terjadi, aku melihat Jin Ludah mencoba merayu nenek kunti. Dia mencoba untuk membuat nenek kunti marah kepadaku khususnya kepada Akra.
“Tapi, aku kecewa denganmu Kheelan. Bukankah aku sudah bilang sebelumnya, jika kamu tidak boleh ikut campur dengan urusan kami? Mengapa kamu melanggarnya?”
“Itulah manusia, Nyonya Kunti Merah. Ketika mereka merasa mampu melakukan hal yang kuat, mereka akan menunjukkannya dan kemudian seolah-olah membuat jin selalu berada dalam situasi yang salah.”
Nenek kunti mengabaikan ocehan si jin pesuruh warung makan itu. Matanya terus melotot tajam ke arahku. Aku mengerti, aku harus menjelaskannya. “Akra, bisa kau melepaskan dirimu?”
“Apa kau yakin?”
“Percayalah, aku masih mampu menguasai keadaan. Lagipula aku harus berbicara pada Nenek Kunti Merah.” Aku berusaha lagi meyakinkan Akra dan akhirnya Akra bersedia untuk ‘keluar’ dari tubuhku. Dia pun mengaku jika dia memberikan sedikit energinya untuk membantu tubuhku melakukan penyembuhan dari racun ludah jin penglaris itu.“Maafkan aku, nek. Tapi, aku tidak sengaja bertemu dengannya. Aku sudah berusaha menghindar. Namun, mereka malah mengejarku.” Aku mengungkapkan apa yang tadi kulihat di warung.
“Mereka? Apa aku tak salah melihat? Sudah jelas, jika hanya ada dia.”
“Dia mencoba untuk berbohong, nyonya. Sudah jelas jika hanya...”
BATTTSSSS!!!
Tidak kusangka jika si nenek kunti itu mengeksekusi Jin Ludah. Sungguh mengejutkan! Namun, aku mulai menyadari jika Kunti Merah itu marah. Dia marah karena aku menyampuri urusan penglarisan itu.“Bisa kamu jelaskan, Kheelan?”
“Aku tidak berbohong, nek. Sungguh!”
“Dia memang tidak berbohong, Kunti.”
Eh?!
Aku melihat sesosok jin yang mungkin biasa disebut gendruwo. Warnanya biru dan bertubuh kekar. Tidak hanya itu, dia datang dan melemparkan sesosok jin yang sebelumnya kulihat di warung itu. Jin kecil yang ada di dalam kuwali rawon. Uhuk!!! Perutku kembali mual membayangkan apa yang kulihat saat di warung menyeramkan itu.Jin kecil itu ketakutan dan berusaha untuk lari. Namun, kembali muncul pemandangan yang mengerikan. Karena, jin kecil itu mati terinjak oleh sesosok jin yang tak kalah besar dari gendruwo biru. Bahkan lebih besar tubuhnya.
Tampangnya lebih menyeramkan dibandingkan gendruwo biru dan dia juga terlihat lebih agresif, atau lebih tepatnya lebih emosional. Dia menyeringai dan seperti menebar aura panas.
“Aku tidak bisa ditinggalkan begitu saja untuk sebuah keputusan yang buruk. Bahkan, jika kalian tak mau kotor, biarkan aku saja yang melakukannya.”
Aku dan Akra terkejut dengan kehadirannya. Apalagi dengan ucapannya itu. Sepertinya, ada pertanda buruk lagi. Namun, aku masih belum berani menebaknya. Apakah dia akan menyerangku?
*-*
"Next part was ready below! Please swipe up!"
Tulungagung, 15 Juni-9 Juli 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Baja (Original Story by Agustian Noor in Ciayo Comics)
AdventureKisah petualanganku bermula saat temanku yang bernama Sukma, dinyatakan menghilang tanpa kabar di kota. Aku, yang bernama Kheelan, mencoba untuk pergi ke kota mencari Sukma. Namun, ternyata di kota tersebut, aku menemukan banyak rintangan. Bertemu d...