(2) Masalahku Belum Selesai

240 4 4
                                    

Bagian 2

Belum lama aku memejamkan mataku, mendadak aku merasakan seperti ada sesuatu yang terjadi di sekitarku. Aku merasakan ada hal janggal di sini. Bukan karena aku merasa terancam oleh berandalan yang mungkin mengincarku-lebih tepatnya tasku.

Tetapi, aku merasakan sesuatu. Hawa yang berbeda. Seolah-olah ada yang datang menghampiriku. Memang, aku tidak melihatnya. Karena aku yakin bahwa 'merekalah' yang kali ini datang menghampiriku.

Hm.., aku penasaran dan aku akan melihat mereka. Mereka yang kumaksud ini adalah sebangsa makhluk halus. Atau biasa kusebut jin. Tidak hanya di desaku saja yang ada sebangsa jin, di kota pun pasti ada, dan kali ini mereka rupanya ingin datang 'menyapaku'.

Aku harus membuka 'mataku' agar aku bisa melihat mereka. Karena sepertinya, ada yang ingin mereka sampaikan padaku. Aku pun mulai bersiap, "Dengan menyebutkan nama kebesaran-Mu dan atas izin-Mu,
Terbukalah!"

"Hm... sepertinya kamu sudah nyaman berada di sini."
Eh!
Ternyata aku melihat sosok jin perempuan. Dia mengenakan gaun panjang berwarna merah. Sepertinya, ini yang biasa disebut Kunti Merah. Dia duduk tepat di sampingku. Aku pun langsung bangkit dari rebahan. "Maaf, nek. Apa kehadiranku mengganggu... kalian (ternyata ada jin-jin lainnya yang berada di sekitarku selain Kunti Merah)?"
"Ya, tapi kami tahu jika kamu bukan orang jahat."
"Saya hanya ingin mencari teman saya dari desa yang merantau ke kota ini, nek. Setelah itu, saya pasti akan kembali lagi ke desa."
"Baguslah jika begitu. Akan sangat berbahaya, jika di sini ada orang sepertimu."
"Saya tidak akan mengganggu kalian."
"Ya, aku tahu. Tapi, apa yang ada di dalam tasmu itu cukup mengusik dan mengkhawatirkan kami."
Aku terkejut dengan pernyataannya tentang isi tasku. Aku tidak bisa menanggapinya.

"Sebenarnya kami sudah mengawasimu sejak kamu menapaki tanah kota ini. Bahkan aku sudah hadir tepat di depanmu saat kamu sedang berdiri di depan pasar. Tapi, kamu terlalu fokus dengan misimu."
"Maafkan saya nek. Karena..."
"Iya, matamu sedang tertutup. Lagipula cukup aneh melihat manusia sepertimu membuka-tutup mata. Apa tidak repot?"
"Itu karena saya ingin menghindari kontak langsung dengan mereka. Jika saya bisa melihat mereka, tentunya akan sulit untuk mengabaikan mereka jika mereka ingin berkomunikasi dengan saya."
"Hm... Jadi kamu merasa terganggu?"
"Eh?! Tidak juga sih, nek. Hehe..." aku mulai tersadar jika perkataanku mungkin tidak sopan. Namun, Nenek Kunti Merah diam saja. Aku pun menjadi bingung dan canggung.

...


"Pergi kalian semua!!!"
Tiba-tiba saja, Nenek Kunti Merah berteriak kencang dan teriakan itu sungguh mengejutkanku. Bahkan teriakannya juga membuat para jin di sekitarku lari terbirit-birit. Mereka pergi meninggalkan tempat ini dan membiarkan hanya ada aku dan Nenek Kunti Merah tetap di sini.

Aku mengatur nafas, mencoba menenangkan diri. Baru kali ini rasanya aku dikejutan teriakan jin kunti namun tidak untuk menggangguku. Tapi bagaimana pun juga teriakan itu sangat kencang dan itu sudah mampu membuat jantungku berpacu cepat.

"Hm... Sampai di mana ya tadi?"
Aku tidak segera menjawabnya.
"Apa kamu perlu bantuan?"
Aku terkejut dengan apa yang dia ucapkan. Sesuatu yang tidak terlalu kuharapkan. Apalagi dengan jin kota. Karena, aku mendengar kabar jika jin kota memiliki tabiat yang sedikit berbeda dibandingkan jin desa. Inilah yang membuatku semakin kesulitan untuk segera menanggapi ucapan si nenek kunti ini.

Di satu sisi, aku jelas menolak tawarannya, walau masih belum jelas apakah dia memang memberikan penawaran atau sekadar bertanya. Tapi, aku yakin bahwa dia ingin memberikan tawaran untuk membantuku. Inilah yang membuatku dilema. Karena, di satu sisi lainnya, dengan melihat betapa kacaunya situasi di kota ini-yang mana tidak bisa kuprediksi sebelumnya-membuatku ingin beban mencari Sukma sedikit lebih ringan.
Tapi...
"... ada syaratnya." ucapan nenek kunti itu mengejutkanku-lagi. Sungguh tidak kusangka jika dia menebak apa yang aku pikirkan tentang pilihan kedua.

...

Aku masih terdiam, dan waktu terus berjalan. Dia tak ingin menungguku yang sedang berpikir keras agar tak salah memperhitungkan tawaran yang menggiurkan dari si Kunti Merah itu.
"Hm..."

=-*-=

"The second chapter (Masalahku Belum Selesai) was ended. Please, read the next chapter below of this page (swipe up)!"

Malang-Tulungagung, 15 Maret-28 Mei 2019.

Hati Baja (Original Story by Agustian Noor in Ciayo Comics)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang